Sektor Investasi Manufaktur Alami Penurunan Tajam

Minggu, 04 Februari 2018, 11:43 WIB
Sektor Investasi Manufaktur Alami Penurunan Tajam
Foto/Net
rmol news logo Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengungkapkan, banyak faktor penyebab nilai ekspor Indonesia ren­dah. Yang mencolok, antara lain ekspor masih didomi­nasi barang mentah dan olahan dasar.

"Itu kan nilai tambah­nya kecil. Ekspor jenis ini juga sensitif terhadap pergerakan harga komodi­tas," ungkap Bhima kepada Rakyat Merdeka.

Untuk memecahkan masalah itu, lanjut Bhima, tidak mudah. Karena, membutuhkan industri hilirisasi. Jika ingin nilai ekspor naik, pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mendorong kinerja sektor manufaktur. Apalagi, porsi investasi yang masuk ke sektor manufaktur turun drastis dari 54,8 persen jadi 39,7 persen di tahun 2017.

Menurut Bhima, untuk mendorong investasi pe­merintah harus melakukan evaluasi. Pemerintah me­nawarkan insentif yang lebih menarik ke investor.

Bhima menilai, insentif potongan pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 1 tahun 2018, cukup menarik. Da­lam aturan itu, pemerintah akan memberikan insentif potongan PPh badan sebe­sar 30 persen selama enam tahun atau 5 persen setiap tahun.

"Model insentif seperti ini harus diperluas terutama ke industri uang berorien­tasi ekspor," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Peneliti Center of Reform Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal juga menekankan pentingnya penguatan industri dalam negeri.

Menurutnya, rendahnya kinerja ekspor Indonesia harus dilihat secara menye­luruh dari hulu dan hilir.

"Kita tidak bisa menyalahkan Kemendag saja. Karena, mereka hanya hilir, sementara bicara ekspor tidak bisa lepas dari kondisi di hulu," ungkapnya.

Dia mengatakan, untuk membenahi kinerja ekspor harus dimulai dari pengua­tan di hulu. Jika produk yang dihasilkan berdaya saing maka promosi lebih mudah dilakukan. Begitu sebaliknya, jika tidak ber­daya saing, promosi dilaku­kan sebesar apapun, tidak akan memberikan hasil memuaskan.

Selain itu, Faisal menyarankan, pemerintah untuk menentukan jenis produk yang akan menjadi andalan ekspor. Dia mencontohkan, Malaysia kuat pada ekspor elektronika, Thailand sek­tor otomotif, Vietnam in­dustri alas kaki, sepatu, pakaian jadi.

Tidak Fokus

Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo Soekar­tono menilai, kinerja ekspor Indonesia rendah karena pemerintah pada awalnya terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur.

"Pemerintah pada awal­nya terlalu terfokus pada pembangunan infrastruk­tur. Kinerja ekspor kurang mendapatkan perhatian. Saya agak heran juga, Presiden kok kaget ekspor rendah, seperti baru tahu, bukannya selama ini teri­ma laporan dari Menteri,"  ungkap Bambang.

Bambang menilai, Indo­nesia memiliki potensi be­sar untuk mengerek kinerja ekspor. Misalnya, produk kopi, komoditas ini sangat terkenal di dunia. Selain itu, produk tekstil,yang cukup diperhitungkan di pasar dunia. Hanya saja, selama ini upaya untuk mening­katkan perdagangan sektor tersebut tidak dilakukan dengan optimal.

Bambang menambah­kan, ekspor Indonesia ka­lah dengan negara Asia Tenggara sudah lama terjadi. Bahkan, sejak tahun 2000-an sudah tertinggal. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA