"Kita telah melewati periode dalam tanda kutip kesulitan fiskal. Dua tahun terakhir di pemerintahan dag dig dug terus. Kita melihat akan mulai terbebas dari itu. Kita mulai bisa mewujudkan fiskal yang lebih normal," ujar Darmin di Jakarta, kemarin.
Darmin memprediksi, pertumbuhan pajak tahun 2018 relatif tinggi. Secara sederhana, potensi pertumbuhan pajak dapat dihitung dengan menjumlahkan pertumbuhan ekonomi dengan laju inflasi.
"Harus pertumbuhan ekonominya nominal, bukan rill. Kalau pertumbuhannya lima koma, kemudian inflasinya tiga koma atau empat, maka pertumbuhan nominalnya 10 persen. Tinggal ditambah dengan berapa extra effort yang bisa dilakukan aparat pajak. Bila bisa nambah dua atau tiga persen, maka pertumbuhaan penerimaan kita tahun ini bisa 12 sampai 14 persen," paparnya.
Apalagi, kata Darmin, saat ini perekonomian global lagi membaik. Artinya, Indonesia punya peluang mendorong kinerja ekspor lebih tinggi. Pertanyaannya, seberapa besar kita bisa memanfaatkan kesempatan itu? Darmin mengakui, Indonesia tidak akan sebesar negara tetangga dalam memanfaatkan ekspor. Karena peranan ekspor nasional masih kecil dibanding negara lain. Kinerja ekspor Indonesia baru 20 persen dalam Produk Domestik Bruto (GDP). Sementara Malaysia dan Thailand sudah di atas angka tersebut, apalagi Singapura sudah mencapai dua sampai tiga kali lebih besar.
Untuk itu, Indonesia perlu merumuskan kembali secara konkret industri apa saja yang bisa mengerek kinerja ekspor. "Kita harus fokus dengan itu pengembangan industri tahun ini. Kalau tidak, kita akan menyaksikan pertumbuhan ekonomi Thailand, Malaysia, di atas kita," katanya.
Darmin akan bekerja sama dengan Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) untuk mendorong hal tersebut, merumuskan kebijakan di bidang industri. Namun, dia tidak merinci bentuk kerja sama tersebut. Akan ada satuan tugas (Satgas) investasi untuk mengawal kemudahan berinvestasi yang akan segera beroperasi. "Sebenarnya kalau di pemerintah pusat sudah terbentuk, tinggal di pemerintah daerah. Supaya cepat saya minta bantuan bapak Presiden, gubernur, ketua DPRD, bupati, dan walikota. Minggu depan akan dimulai (bekerja)," terangnya.
Adapun Satgas tersebut dibentuk di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk mengawal implementasi paket kebijakan ekonomi seperti pemangkasan izin dan kemudahan berusaha yang diterbitkan Presiden Jokowi.
Menanggapi keyakinan Darmin soal kondisi ekonomi, netizen terbelah. Banyak yang tidak percaya. "Aah yang betul? Jangan-jangan paket ekonomi pak Darmin Nasution yang tak mujarab," cuit @Muhamma25410263 di Twitter, disamber @MeongEmpus. "6 persen? Terlalu Tinggi. Ekspor? Selama ini banyak impor," cuitnya.
Di Facebook, akun Ayodya Jayawardana I menilai utang negara membuat ekonomi tak naik-naik. "Utang itu bukti indikasi ekonomi mulai tidak sehat," tulis dia disamber Qafi Putra. "Singkirkan dulu tikus-tikus berdasinya dulu pak, terus susun lembaran baru dan jaga semua aset yang ada di negara ini," katanya.
Facebooker bernama Ngalito Ngasiman tak yakin. Apalagi kita lebih suka impor ketimbang ekspor. "Apa ya memiliki untuk ekspor? Barang impor penuh di pasaran dan harga lebih murah. Juga hasil invest lokal barang lebih mahal," sebut dia. Akun Sepdi Ns menyindir. "Tugasnya sopo pak sing nggenjot ekspor? Kalau rakyat kecil kan bisanya cuma nggenjot becak. #edisikebingungan," tulis dia. Facebooker Hadi Jaya Narwan menimpali. "Export apa itu, yang dulu selalu swasembada beras aja sekarang justru import," ujarnya.
Ada juga yang membela Darmin. Akun Agus Rudianto contohnya. "Saya suka dengan Pak Menko ini. Sangat menguasai bidang kerjanya, dari yang makro hingga mikro, detail dan sangat teliti dalam membuat rumusan kebijakan ekonominya," pujinya.
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir optimistis pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini melampaui target pemerintah sebesar 5,4 persen. Bahkan, KEIN memprediksi ekonomi bisa tumbuh 5,7 persen hingga 6 persen di tahun ini. ***
BERITA TERKAIT: