Komentar YLKI Soal Vape Tidak Berdasarkan Fakta Ilmiah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 30 November 2017, 22:24 WIB
Komentar YLKI Soal Vape Tidak Berdasarkan Fakta Ilmiah
Alat Rokok Elektrik/Net
rmol news logo Pernyataan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi yang meminta pemerintah melarang peredaran rokok elektrik atau vape dinilai sarat akan kepentingan tertentu dan tidak berdasarkan fakta ilmiah.

Pembina Asosiasi Vaper Indonesia yang menjadi perwakilan grup konsumen Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Dimas Jeremia menjelaskan dari berbagai penelitian baik global ataupun nasional, vape justru berhasil menurunkan jumlah perokok.

Di samping itu, vape juga terbukti memiliki kandungan yang jauh lebih rendah risikonya bagi kesehatan.

Di Inggris dan Jepang misalnya, pemerintah di kedua negara itu justru menerapkan aturan yang lebih lunak pada vape dan produk tembakau alternatif lainnya.
Menurut Dimas, di Inggris, lebih dari 2,2 juta perokok telah berhasil berhenti total setelah beralih mengkonsumsi rokok elektrik selama lima tahun.

Sedangkan di Jepang, rokok elektrik dapat memberikan dampak pada turunnya prevalensi merokok secara drastis dalam dua tahun terakhir.

"Sayangnya, fakta ini tampak tidak digubris oleh beberapa pihak. YLKI harus melihat negara-negara tersebut," katanya kepada saat dihubungi wartawan, Kamis (30/11).

Melihat potensi yang dimiliki, kata dia, Inggris dan Jepang menerapkan kebijakan yang sangat hati-hati kepada produk tembakau alternatif dan bentuk kebijakan yang diambil lebih cenderung menuju arah pengawasan bukan pelarangan.

Selain itu, bentuk peraturan lain seputar vape juga dikeluarkan oleh Food and Drug Administration di Amerika Serikat pada Agustus 2017.

Disana dijelaskan peraturan anti tembakau akan difokuskan pada strategi pengurangan risiko, salah satunya melalui produk tembakau alternatif seperti vape, nikotin tempel, snus, serta produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar.

Dua negara maju lainnya seperti Selandia Baru dan Kanada juga sedang merumuskan regulasi baru yang lebih lunak dalam mengatur produksi dan peredaran vape di negara masing-masing.

Dimas meminta kepada YLKI untuk tidak gegabah dalam mengeluarkan pandangan dan rekomendasi terhadap peredaran vape. Sebaiknya, harus ada landasan ilmiah dan data yang jelas supaya masyarakat dapat teredukasi dengan benar.

Lebih lanjut Dimas menilai sebagai lembaga yang fokus pada perlindungan konsumen, YLKI seharusnya memiliki pertimbangan yang matang sebelum mengeluarkan rekomendasi.

Jangan sampai ada kepentingan yang malah menghalangi potensi manfaat inovasi teknologi vape, terutama bagi perokok yang sudah terlanjur adiksi dan sulit untuk berhenti.

"Bila riset menyebutkan bahwa vape dapat menekan risiko rokok yang dikonsumi dengan cara dibakar secara signifikan dan para konsumen dapat merasakan dampak positif terhadap kesehatan mereka, maka YLKI sebagai yayasan konsumen sebenarnya sedang mewakili siapa?," tegasnya. [nes]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA