Ketua Umum Asosiasi LogisÂtik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham mengaku, belum puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam menurunkan biaya logisÂtik. "Kami belum puas. Masih banyak masalah yang tidak terselesaikan," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, pemerintah beÂlum serius dalam menurunkan ongkos logistik yang menjaÂdi ganjalan bagi pengusaha. "Masalah ini yang kami tunggu penyelesaian. Apalagi banyak aturan justru menyulitkan indusÂtri dan bertolak belakang dengan janji untuk mengurangi biaya logistik," ungkapnya.
Biaya logistik mahal juga disebabkan infrastruktur transÂportasi yang belum memadai. Subsidi yang diberikan ke indusÂtri pelayaran dan penerbangan sangat tidak tepat. "Itu dampakÂnya tidak permanen atau hanya jangka pendek," katanya.
Menurutnya, begitu subsidi dicabut maka tarif bisa tinggi lagi. Jadi lebih baik pemerintah memÂperbaiki fasilitas pelabuhan yang bagus sehingga waktu tunggu tidak lama dan kapal swasta mauÂpun Pelni akan dapat keuntungan dari fasilitas tersebut.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengatakan, isu pemangkasan biaya logisÂtik nasional, khususnya biaya double handling di pelabuhan bukan merupakan hal baru. Menurutnya, isu tersebut ada sejak ia dulu menjabat sebagi ketua Ombdusman.
"Sejak dulu tanggapan serius mengenai sistem dwelling time atau sistem biaya logistik sudah ada, terutama di pelabuhan. Lalu sudah ada perbaikan. Lalu, sekaÂrang muncul lagi," ujar Danang.
Menurutnya, yang menjadi masalah di pelabuhan untuk saat ini adalah biaya logistik yang menjadi lebih mahal dari sebelumnya. "Fokusnya jika mau mengurangi biaya logistik, mestinya dilihat dari kemamÂpuan pelabuhan melakukan modernisasi. Karena semakin modern pelabuhan, maka biÂayanya lebih rendah," ujarnya.
Danang menuturkan, setÂiap pelabuhan memiliki karaÂkteristik yang berbeda. Seperti pelabuhan baru di Lamongan yang menurutnya sudah sangat modern. "Biaya di sana harusnya lebih murah karena sudah mengÂgunakan peralatan yang lebih modern," ucapnya.
Ia mengatakan, rata-rata masalah di pelabuhan Indonesia yang menyangkut biaya logistik adalah pelabuhan-pelabuhan yang tidak efisien. "KetidakeÂfisien itu berasal dari peraturan-peraturan yang kurang jelas penerapannya baik di tingkat undang-undang atau peraturan Menteri," katanya.
Ia mencontohkan, untuk meÂnangani kontainer di pelabuhan tidak sepenuhnya dilakukan oleh PT Pelindo (Persero). PerusaÂhaan lain yang melakukannya. "Akibatnya kan biaya-biaya pelabuhan tidak bisa murah karÂena ditangani oleh operator yang tidak perlu ada," ujarnya.
Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM InfrastrukÂtur Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Dandung Sri Harninto menÂgakui, penyebab biaya logistik di Indonesia tinggi adalah masalah perizinan dan proses di pelabuÂhan. Selain itu, masih banyaknya pungutan liar yang harus dibeÂbankan ke biaya tersebut.
"Kirim barang dari Jakarta ke Surabaya harus berhadapan denÂgan oknum-oknum yang mungut pungli. Praktiknya masih ada lo, karena saya bayarnya tetap segitu. Perusahaan logistik pun bayar segitu, berarti kan ini ada something wrong," keluhnya.
Dandung berharap, dengan adanya tol Trans Jawa dalam dua-tiga tahun mendatang bisa membuat biaya logistik berkurang. "Kalau tol Trans Jawa jadi semua, dua-tiga tahun lagi, ongkos logistik pasti bisa ditekan," ujarnya.
Sebelumnya, Menko KemarÂitiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan menerbitkan aturan untuk meÂmangkas biaya logistik jalur laut hingga 50 persen dari 14,9 persen menjadi 7 persen terhadap total biaya produksi pada 2019. "Kebijakan sebenarnya finalisasi dengan beberapa kelompok kerja yang sudah bekerja dalam kurun tiga bulan terakhir," ujarnya.
Luhut menyampaikan, kebiÂjakan tersebut diambil karena ongkos logistik Indonesia masih terbilang tinggi yakni mencapai 14,9 persen terhadap struktur biaya produk. Angka itu masih jauh lebih tinggi dari Jepang yang hanya memiliki porsi ongÂkos logistik 4,9 persen. Jepang merupakan negara yang dijadiÂkan tolak ukur dalam pengeloÂlaan ongkos logistik.
Jika kebijakan ini efektif, ia berharap ongkos logistik laut bisa ditekan hingga 50 persen dua tahun mendatang, atau menÂjadi hanya 7 persen pada 2019. "Angka ini mungkin lebih baik jika makin banyak basis logistik yang jalan," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: