Dia mengatakan, e-commerce merupakan salah satu komponen vital dalam bisnis dan perekoÂnomian Indonesia. Sehingga pengaturan pajak jangan sampai menghambat keberlanjutan bisÂnis sektor ini. Kebijakan harus komprehensif, mengedepankan kepastian, dan kompatibel denÂgan pengaturan di negara lain. Selain itu, menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif yang tepat sangat dibutuhkan, mengingat sektor ini baru tumÂbuh.
Untuk mendapatkan formula pajak yang tepat, Yustinus meÂnilai, pemerintah perlu mengiÂdentifikasi dan mengklasifikasi model serta skala bisnis e-comÂmerce. Misalnya, pelaku start up semestinya mendapat perlakuan berbeda. Diberikan insentif, difasilitasi, dan terus dijaga agar kelak dapat berkontribusi maksimal bagi negara.
Caranya, lanjut Yustinus, denÂgan melakukan pendataan pelaku usaha agar menjadi wajib pajak melalui
representative office yang ada untuk pebisnis asal luar negeri atau menjadi pengusaha kena pajak. Sekaligus memaksa menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) tanpa mengubah Undang- Undang Pajak Penghasilan untuk kredibilitas pemerintah.
"Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan
equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. Maka koordinasi Kominfo dan Ditjen Pajak menjadi sangat penting," cetusnya.
Yustinus mengatakan, jenis pajak yang dipungut nantinya PPNatas transaksi penjualan baÂrang dan jasa kena pajak. Untuk mempermudah administrasinya, pengenaan PPN dengan nilai lain, atau tarif efektif sehingga lebih sederhana.
Yustinus mengapresiasi langÂkah pemerintah yang tengah membuat aturan untuk memungut pajak bisnis e-commerce. MenuÂrutnya, negara memilik hak terutang untuk menarik pajak pada bisnis tersebut. ***
BERITA TERKAIT: