Skema gross split diharapkan dapat menghilangkan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada basis cost recovery, seperti yang akhir-akhir ini diperdebatkan. Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, konsep gross split akan diterapkan untuk kontrak minyak dan gas ke depan.
Menanggapi rencana pemerintah tersebut, Litbang Bidang Kemaritiman Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) Siswanto berpendapat bahwa skema gross split akan lebih baik selama pemerintah melalui SKK migas melakukan perhitungan cermat atas prosentasi bagi hasil.
"Karena hanya aspek penurunan bagi hasil inilah yang merupakan kelemahan skema gross split," bebernya dalam keterangan kepada redaksi, Minggu (11/12).
Menurut Siswanto, selain dapat meringankan beban anggaran negara dari kewajiban membayar cost recovery kepada KKKS setiap tahun, skema gross split memiliki dampak positif cukup banyak. Antara lain menghilangkan inefisiensi, lebih cepat, dan lebih sederhana prosesnya yang bermuara pada iklim investasi migas akan segera meningkat secara signifikan.
"Pada skema gross split, wewenang dan peran pemerintah masih sama dengan basis cost recovery karena keduanya masih menganut sistem PSC atau sistem bagi hasil. Sehingga tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap berpegang teguh pada Nawacita," ujarnya.
Dia mengatakan, kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Kerja Sama (KKS) mengandung prinsip-prinsip umum, yaitu kendali manajemen dipegang oleh negara dalam hal ini SKK Migas. Kontrak didasarkan pada pembagian hasil produksi, apabila kegiatan eksplorasi tidak berhasil maka resiko sepenuhnya ditanggung oleh kontraktor, aset atau peralatan yang dibeli oleh kontraktor dimiliki oleh negara, kontraktor wajib mempekerjakan tenaga kerja Indonesia, serta wajib memenuhi dan mentaati peraturan yang terkait dengan migas di Indonesia.
Di samping itu, skema gross split juga mengikuti sistem bagi hasil di dalam pengusahaan migas non konvensional melalui Permen ESDM Nomor 38/2015. Sehingga, skema ini tidak mengganggu capaian TKDN di sektor hulu migas yang selama ini sudah cukup baik. Misalnya, di serapan tenaga kerja baik di level operator, mesin maupun tenaga ahli.
"Sumber daya manusia Indonesia di sektor hulu migas menurut saya sudah cukup mumpuni," kata Siswanto.
Ketua Umum Jaman Iwan Dwi Laksono sendiri menyatakan bahwa pihaknya mendukung skema gross split dan mengusulkan revitalisasi SKK Migas. Atau melebur SKK Migas ke dalam Pertamina. Jaman juga mengingatkan agar Kementerian ESDM tidak abai terhadap beberapa konsekuensi dari penerapan skema tersebut.
"Penerapan gross split setidaknya akan menghilangkan fungsi perencanaan anggaran di SKK migas. Namun, fungsi pengawasan tetap dapat dilakukan SKK migas. Ketiadaan cost recovery yang bersumber dari APBN membuat negara tidak perlu lagi terlibat dalam perencanaan. Namun, negara tetap menjalankan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan KKKS memenuhi seluruh peraturan dan UU yang berkaitan dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas," demikian Iwan.
[wah]
BERITA TERKAIT: