Dihadang 7 Kendala, Industri Manufaktur Sulit Berkembang

Sabtu, 26 November 2016, 10:37 WIB
Dihadang 7 Kendala, Industri Manufaktur Sulit Berkembang
Foto/Net
rmol news logo Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) untuk mendorong kinerja industri manufaktur. Hasil rapat koordinasi (rakor) Bank Indonesia (BI), pemerintah pusat, dan daerah menemukan tujuh hambatan. Antara lain, belum efisiennya logistik dan harga energi yang tidak kompetitif.
 
 Rakor tersebut digelar di Sura­baya, Jawa Timur, kemarin. Ra­kor itu memang digelar khusus untuk mengidentifikasi penyebab lambatnya perkembangan indus­tri manufaktur di Tanah Air serta mencarikan solusinya. Pemerintah fokus ingin mendorong perkembangan industri karena diyakini sektor ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing global Indonesia.

"Untuk mengarah ke transformasi industri, koordinasi sangat dibutuhkan buat me­nyusun strategi industri yang terencana dan komprehensif," ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo.

Agus mengungkapkan, dari rakor tersebut, ada tujuh tantangan pengembangan sektor industri. Pertama, postur indus­tri yang tidak imbang dengan komposisi terbesar merupakan industri berskala mikro dan ke­cil serta peran Industri Kecil Menengah (IKM) dalam rantai industri manufaktur Indonesia yang masih belum optimal.

Kedua, kualitas sumber daya manusia masih relatif rendah. "Itu tercermin dari produktivitas tenaga kerja yang kurang kom­petitif dan tingkat kekakuan (ri­giditas) pasar tenaga kerja yang tinggi," papar Agus.

Ketiga, belum tersedianya energi yang andal dengan harga kompetitif. Keempat, efisiensi logistik dan dukungan industri manufaktur yang masih belum memadai. Kelima, kebijakan industri yang belum terintegrasi antar lembaga terkait dan antara pemerintah pusat dan daerah.

Keenam, struktur industri yang belum berimbang yang menciptakan ketergantungan bahan baku dan penolong pada luar negeri. Dan ketu­juh, keterbatasan sumber pembiayaan industri, terutama dari sisi keberagamannya.

Agus mengatakan, tantangan pengembangan industri Indo­nesia akan dijawab melalui Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) yang difokuskan pada upaya meningkatkan nilai tambah Sumber Daya Alam (SDA), mendorong keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan, serta menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh.

Rakor itu juga dihadiri pejabat BI lainnya, pejabat Kemente­rian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kemente­rian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan perwakilan pemerintah daerah di Jawa Timur.

Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Rahma Iryanti mengungkap­kan, pemerintah sudah memiliki program untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Menurutnya, dalam waktu dekat pemerintah akan membuat pusat pelatihan atau bengkel bersama di sejumlah kawasan industri antara lain di Cikarang, Cibitung, Solo, dan Surabaya. Bengkel tersebut memiliki per­alatannya sama dengan yang digunakan industri.

"Bengkel itu nanti bisa diman­faatkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mening­katkan keahlian siswa atau siswi yang akan disalurkan kepada industri manufaktur," ungkap Rahma.

Dia yakin, pusat pelatihan tersebut akan memberikan ma­faat besar di dalam meningkatkan sumber daya manusia. Karena, banyak SMK tidak memiliki fasilitas yang memadai.

Rahma mengatakan, pihaknya juga akan mendorong SMK untuk menjalin kerja sama den­gan industri. Sebab, saat ini hanya 13 persen SMK yang memiliki kualitas yang baik dan memiliki akses kepada industri.

Seperti diketahui, pemerin­tah saat ini tengah berupaya menurunkan harga gas dalam rangka mendorong kinerja in­dustri. Pemerintah menargetkan awal tahun 2017, harga gas sejumlah industri sudah lebih kompetitif.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA