Begitu dikatakan mantan anggota Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi, dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Selasa (22/11).
"Untuk itu, revisi UU Migas juga harus memberikan privilege kepada Pertamina. Privilege itu meliputi: pemberian hak utama dalam penawaran lahan Migas yang baru (new block offered), hak utama untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract), dan hak utama untuk mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract),†sambungnya.
Fahmy juga meminta agar RUU Migas segera mengubah kelembagaan SKK Migas. Hal itu penting agar lebih sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 dan Keputusan MK.
"Kalau tujuannya untuk memperkuat posisi Pertamina, BUMN yang 100% sahamnya dikuasai negara, sebagai representasi Negara dalam pemanfaatan sumber daya migas bagi sebesarnya kemakmuran rakyat, maka opsi dua kaki yang lebih tepat. Yakni menyerahkan fungsi dan kewenangan SKK Migas kepada Pertamina,†jelas Fahmy.
Bukan tanpa alasan, menurut dia, opsi dua kaki memiliki beberapa kelebihan. Pertama, Pertamina menjadi tulang punggung (backbone) Negara dalam mengemban fungsi pengelolaan sumber daya alam migas. Kedua, Pertamina pengemban utama privilege yang diberikan Pemerintah di sisi upstream. Ketiga, Pertamina memiliki kapitalisasi aset besar yang memberikan leverage di pasar internasional. Keempat, Pertamina memiliki keleluasaan dalam manajemen portofolio upstream.
"Kelima, Pertamina bisa bertindak sebagai regulator, kontrol dan operator," jelasnya.
Terlepas dari itu, Fahmy juga mendesak DPR untuk segera menyelesaikan pembahasa RUU Migas. Mengingat pembahasan sudah tertunda lebih dari enam tahun, kata dia, tidak ada alasan bagi DPR untuk kembali menunda penyelesaian revisi UU 22 tahun 2001.
"Semakin ditunda penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian tata kelola kelambagaan Migas yang dapat dimanfaatkan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente,†kata dia.
[sam]
BERITA TERKAIT: