Produksi Garam Nyungsep, Petani Nyerah Uber Target

Terkendala Cuaca

Senin, 03 Oktober 2016, 08:48 WIB
Produksi Garam Nyungsep, Petani Nyerah Uber Target
Foto/Net
rmol news logo Peluang target produksi garam nasional tahun ini makin tipis bisa tercapai. Pasalnya, kinerja sentra pertanian komoditas tersebut belum menunjukan kegairahan, bahkan mengalami penurunan cukup tajam.

Ketua Asosiasi Petani Ga­ram Rakyat Indonesia (Apgri) Jakfar Sodikin mengungkapkan, produksi bulan September 2016 hanya tercapai 13,7 persen.

"Realisasi garam bulan September hanya 51 ribu ton. Padahal pada tahun lalu di waktu yang sama sudah menghasilkan 327 ribu ton. Itu artinya realisasi bulan September hanya 13,70 persen," kata Jakfar kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, kecilnya produksi tersebut karena hanya dihasilkan Madura, semen­tara sentra Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak berproduksi.

"2016 tahun terburuk untuk petani garam. Hampir seluruh sentra garam di Pulau Jawa tidak mampu produksi dengan maksimal," ungkapnya.

Melihat lesunya produksi garam September, lanjutnya, mustahil target produksi yang ditetapkan pihaknya sekitar 1 juta ton bisa tercapai. Kondisi tersebut baginya cukup mempri­hatinkan karena target tersebut sudah direvisi dari target awal sebanyak 1,8 juta ton.

Selain soal produksi, Jakfar menginformasikan soal kejanggalan harga garam di pasaran. Menurutnya, dengan ter­jadinya gagal panen, seharusnya harga garam terkerek, tetapi yang terjadi tidak ada kenaikan.

Dia menyebutkan, harga ga­ram kualitas I saat ini dijual Rp 750 per kilogram (kg), garam kualitas II Rp 600 per kg, dan kualitas III Rp 350 per kg atau sama sebelum adanya gagal panen.

"Tahun 2010 lalu, kami juga gagal panen dan harga garam meroket ke Rp 1.000 per kg dari sebelumnya Rp 500 per kg," ujarnya.

Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (Aipgi) Artur Tanujaya mengungkapkan, lesunya produksi garam petani disebabkan kondisi cuaca yang kurang mendukung. Saat ini, sedang sering turun hujan sehingga pertanian garam tidak mendapatkan panas ma­tahari yang optimal. Padahal, panas matahari sangat dibu­tuhkan.

"Kita sudah kehilangan produksi pada Juli sampai Septem­ber karena cuaca tidak memung­kinkan. Kini hanya tersisa dua bulan lagi untuk produksi tahun ini," katanya.

Artur menjelaskan, rata-rata per tahun produksi garam baik oleh petani ataupun oleh perusahaan pengolahan garam mampu menghasilkan 1,9 sam­pai 2 juta ton. Jumlah ini biasanya didapat dari produksi mulai Juni hingga Oktober atau No­vember. Tapi, tahun ini dengan adanya La Nina, produksi dari Juni hingga September tidak berjalan maksimal.

"Memasuki bulan Oktober, cuaca diprediksi belum banyak berubah. Dengan kondisi ini, produksi capai 500 ribu ton saja sudah bagus," katanya.

Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kemente­rian Kelautan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti menga­takan, belum ada rencana untuk mengimpor garam walaupun produksi menurun. KKP men­catat stok garam nasional di awal Agustus sebanyak 700 ribu ton, mencakup 300 ribu ton garam rakyat dan 400 ribu ton milik PT Garam (Persero).

"Stok garam masih mencukupi untuk kebutuhan nasional," kata Brahmantya belum lama ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA