Kontroversi dimulai dari pernyataan salah satu dirut penyelenggara jaringan seluler bahwa draft revisi PP telah di meja Presiden Joko Widodo untuk ditetapkan.
Selain itu, banyaknya pihak yang berkepentingan merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi PP ini. Belakangan diketahui bahwa pembahasan ulang revisi PP hanya melibatkan tiga penyelenggara jaringan seluler terbesar Telkom, Indosat dan XL Axiata.
"Yang kami pahami selama ini penyelenggara telekomunikasi tidak hanya penyelenggara jaringan seluler, masih ada ratusan penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa lainnya yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP. Ada asosiasi seperti BWINDO, APJATEL, APJII, APNATEL, ASKITEL, MASTEL juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP," papar koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik (LIPKP), Sheilya Karsya melalui siaran pers yang diterima redaksi, pagi ini (Kamis, 8/9).
Penyusunan draft revisi PP juga perlu melibatkan pemikiran dari para praktisi dan akademisi agar muatan materinya sesuai dengan perkembangan industri dan teknologi.
"Kami meminta BRTI untuk mempublikasikan draft revisi PP dan memberikan ruang waktu yang cukup kepada para pihak untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis," terangnya.
LIPKP, lanjut Sheilya, berkeyakinan bahwa Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang dibentuk untuk lebih menjamin adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi, dapat menjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan kontroversi ini.
[wid]
BERITA TERKAIT: