Rencana memperpanjang relaksasi ekspor mineral hasil pengelolaan bahan tambang (konsetrat) dimasukkan dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BaÂtubara.
"Relaksasi 3 sampai 5 tahun. Saya lupa persisnya," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) MenÂteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan usai rapat di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, kemarin.
Luhut memastikan usulan tersebut bukan untuk mengakomodir kepentingan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Karena, regulasi akan memperhatikan semua kepentingan perusahaan tambang.
Luhut mengatakan, saat ini pihaknya lagi melihat satu per satu perkembangan smelter setiap komoditas untuk menetapkan kebijakan. Menurutnya, perkemÂbangan pembangunan smelter berbeda-beda sehingga diperluÂkan respons yang berbeda. Ada smelter yang jumlahnya sudah kelebihan seperti pabrik pengolahan untuk nikel. Ada yang sedang proses dan akan segera selesai seperti smelter untuk zinc dan besi. Sementara, yang paling tidak siap smelter untuk tembaga.
Dengan demikian, Menurut Luhut, yang paling diuntungkan dengan adanya relaksasi tentu perusahaan-perusahaan tambang tembaga. Namun, dia menegasÂkan akan berlaku adil terhadap semua perusahaan. "Kita ingin smelter-smelter yang sudah 30 sampai 40 persen diakomodasi juga," jelasnya.
Luhut mengungkapkan, selain relaksasi, dalam usulan revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), pihaknya memasukkan sanksi bagi peruÂsahaan yang tidak menjalankan hilirisasi mineral. Hukuman yang dijatuhkan akan lebih keras dan tegas dengan tujuan agar pembangunan smelter benar-benar dilakukan.
Luhut menuturkan, perpanjangan relaksasi ekspor sangat penting diberikan karena relakÂsasi ekspor akan berakhir pada Januari 2017.
"Kami berharap revisi Undang-undang Minerba bisa selesai Desember 2016 sehingga relaksasi ekspor konsentrat bisa dilanjutkan," katanya.
Seperti diketahui, relaksasi ekspor konsentrat diberikan sebagai bentuk kelonggaran dari pemerintah karena belum siapnya pembangunan smelter di tanah Air. Kelonggaran itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014. Hanya saja kelonggaran itu hanya diÂbatasi sampai 11 Januari 2017. Pasca 2017 maka hanya peruÂsahaan yang sudah melakukan pemurnian saja yang dibolehkan melakukan ekspor.
Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian mempersilakan pemerintah untuk menyampaiÂkan usulan-usulan. "Pak Luhut tidak bisa mengajukan inisiatif (usulan) sendiri. Nanti baru diperkenankan saat rapat dengan DPR," kata Ramson.
Ramson enggan memberikan pandangannya soal dampak relaksasi ekspor konsentrat terÂhadap iklim investasi.
Wakil Ketua sosiasi PeruÂsahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo meminta pemerintah berhati-hati bila ingin memperpanjang relaksasi ekspor. Karena, perpanjangan tersebut bisa merusak iklim investasi. Menurutnya, banyak investor yang berminat dan telah membangun smelter. KeÂpercayaan mereka bisa hilang kalau ada relaksasi lagi.
"Perpanjangan dapat diniÂlai bentuk ketidakonsistenan dalam hukum. Apakah kita siap diperolok-olokkan dunia internasional, karena Undang- Undang tidak konsisten," kata Jonatan.
Dia menyebutkan sejak 2012, setidaknya sudah ada 27 smelter yang sedang dibangun. Ada memang yang menghentikan kegiatan pembangunan, namun sebagian besar pembangunannya tetap berjalan. ***
BERITA TERKAIT: