Begitu suatu hal terlihat akan keluar dari jalur yang semestinya, seperti pada kasus gelembung riil estat atau pelemahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara sistematis, harus ada cara untuk menanganinya secara administratif.
Peningkatan tingkat suku bunga untuk menghentikan gelembung tidak memadai dan malah berbahaya bagi keseluruhan ekonomi karena itu penurunan tingkat suku bunga harus diimbangi oleh kebijakan perbankan dan pasar modal yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor UKM dan penurunan
cost of capital secara nyata.
Stimulus kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK bersifat anti siklis yang memang sangat diperlukan oleh sektor perekonomian.
Perekonomian Indonesia ketika terkena krisis ekonomi tahun 1998 dapat kembali bangkit secara cepat berkat daya tahan dari sektor UKM.
Berdasarkan fakta sejarah ini maka OJK memberikan stimulus bagi perekonomian Indonesia melalui industri keuangan (bank dan non bank), pasar modal dan edukasi serta perlindungan konsumen yang berujung kepada penguatan UKM.
Kasus berhasilnya pembangunan Taiwan juga patut dijadikan alasan akan kebenaran dari program stimulus OJK ini. Taiwan lebih berorientasi sistem pembayaran retail pada awal pembangunannya.
Perlu diingat bahwa pada tahun 1962, Taiwan memiliki pendapatan nasional bruto per kapita sebesar 170 dolar yang artinya sama dengan pendapatan per kapita Zaire dan Congo.
Dengan pembangunan yang fokus kepada usaha kecil dan menengah, maka perekonomian Taiwan mengalami metaformosis dengan semakin majunya sektor usaha kecil menegah mereka.
Daya saing ekonomi yang pada gilirannya mendongkat pendapatan perkapita Taiwan sebetulnya juga didukung oleh kejelian perencana ekonomi Taiwan dalam memprioritaskan sistem pembayaran retail dalam pembangunan.
Seperti kata kampium ekonomi Schumpeter yang mengatakan bahwa kecil itu indah. Dengan kata lain, perkonomian Taiwan yang kecil itu berorientasi supply side.
Inilah inti paket stimulus yang dikeluarkan OJK baru-baru ini yang pada intinya juga membuka peluang bagi peningkatan efek multiplier pembangunan rumah bagi perekonomian Indonesia termasuk memberikan hak kepemilikan rumah bagi rakyat.
Mekanisme ini akan membuat ability to pay dan willingness to pay akan rumah juga akan semakin meningkat di masa depan.
Yang lebih penting lagi jika aktifitas ini berjalan maka kemiskinan karena perumahan di daerah perkotaan akan berkurang di masa depan. Tanpa mekanisme ini kesenjangan antara tabungan dan investasi di sector perumahan masih secara potensial akan terus terjadi.
Jika pegawai baik negeri atau swasta tidak memanfaatkan program ini maka juga harus ada mekanisme yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan dana dari tabungan perumahan mereka setelah mereka pension dengan demikian pengembalian tabungan merupakan pengembalian seluruh iuran tabungan perumahan kepada karyawan swasta maupun sipil yang berhenti bekerja karena pensiun, meninggal dunia atau berhenti bekerja karena sebab-sebab lain, dimana selama dinas aktif nya belum pernah memanfaatkan bantuan.
Buckley dan Ermish (1983) sudah membuktikan bahwa penawaran akan rumah tidak dapat merespon secara efektif terhadap perubahan dari harga dan biaya modal dari rumah. Kekacuan sektor penawaran akan rumah dapat dikurangi jika bank yang menerima tabungan perumahan juga memiliki kapasitas untuk memberikan kredit perumahan yang juga baik.
Waxman (1989) membuktikan bahwa penawaran akan rumah bukan saja ditentukan oleh permintaan akan rumah tetapi juga intervensi pemerintah.
Berbeda dengan Say law yang mengatakan bahwa supply creates its own demand. Tanpa intervensi pemerintah maka akan sulit sekali sector perumahan berkembang dengan kondisi keseimbangan ekonomi yang optimum. Perlu dicamkan bahwa pangsa pasar rumah sederhana di Indonesia terbilang besar.
Mudah-mudahan kebijakan stimulus ini juga disertai oleh kebijakan ekonomi lainnya khususnya kebijakan perdagangan yang akhir-akhir ini justru tidak bersahabat dengan upaya mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi!
[***]Penulis adalah President Director Center for Banking Crisis
BERITA TERKAIT: