Ekonom dari IPMI International Business School, Jimmy M. Rifai Gani, menyebutkan, ada sekitar 5-8 pedagang beras berskala besar yang mampu mempengaruhi harga beras nasional.
"Jika pemain beras berskala besar ini berkolusi dan menahan distribusi beras ke masyarakat, otomatis pasar akan terpengaruh. Harganya bisa naik signifikan," kata Jimmy Gani dalam rilisnya.
Menurutnya, pemerintah belum perlu melakukan impor beras karena stok beras di Bulog cukup untuk menstabilkan harga di pasar. Apalagi, impor komoditas beras akan merugikan harga di tingkat petani dan memperlemah daya saing beras lokal.
Kalaupun mesti mendatangkan beras dari luar negeri, mantan Direktur Utama PT Sarinah ini menyarankan beras yang diimpor hanya untuk keperluan tertentu dan jenis produknya tidak bisa dihasilkan di dalam negeri.
"Sarinah juga importir beras. Tapi beras yang diimpor Sarinah jenisnya khusus, seperti Japonica Rice asal Jepang untuk pasar terbatas. Beras ini berbeda dengan yang dikonsumsi masyarakat umum dan jenisnya tidak ada di Indonesia," ujar lulusan Master of Public Administration, John F Kennedy School of Government Harvard University, Amerika Serikat ini.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, menuding ada mafia beras yang menyebabkan harga beras melonjak hingga 30 persen di Jakarta.
Menteri Rachmat lantas meminta Direktur Utama Perum Bulog menyetop distribusi beras di sejumlah pasar yang janggal dalam menetapkan harga ke konsumen. Harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang sempat menyentuh Rp 12.000 per kilogram, padahal hitungan Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog seharusnya dijual Rp 7.400 per kilogram.
Namun, pernyataan Gobel soal mafia beras itu dibantah oleh Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK). Ia menegaskan tidak ada mafia beras. Yang ada menurut JK hanya pedagang biasa yang menimbun persediaan beras.
[ald]
BERITA TERKAIT: