Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YTKI) jelas menolak rencana kebijakan tersebut.
"Kebijakan ini jelas tidak pro rakyat, terutama rakyat level bawah. Tentu harga minyak goreng kemasan jadi lebih mahal, sementara kemasan curah lebih murah," kata pengurus YLKI, Tulus Abadi di Jakarta, Kamis (4/9).
Ia menilai, kebijakan itu lebih mementingkan pengusaha minyak goreng daripada kepentingan rakyat. Karenanya, YLKI tetap bersikukuh minyak goreng curah tetap harus diperbolehkan untuk dijual.
"Bagi masyarakat yang berkemampuan ekonomi lebih, silakan memilih minyak goreng kemasan. Bagi masyarakat yang kehidupan ekonominya pas-pasan, masih bisa membeli yang curah," terangnya.
Tulus juga menilai alasan yang dikemukakan pemerintah kamuflase dan mengada-ada.
"Minyak goreng kemasan yang kadaluarsa sama juga dengan hieginis. Kalau diprosesnya higienis, minyak goreng curah, ya aman-aman saja. Masyarakat zaman dulu sering menggunakan minyak goreng curah, tapi sehat-sehat saja," cetusnya.
Selain itu, menurutnya, plastik curah lebih pro lingkungan daripada plastik kemasan. Sementara limbah hasil dari proses pembuatan minyak goreng kemasan justru lebih membahayakan ketimbang minyak goreng curah.
Sebagaimana diberitakan, minyak goreng curah tidak boleh lagi beredar dan dijual di pasaran pada 2015. Sebagai gantinya disiapkan minyak goreng kemasan bercap MinyaKita. Ditargetkan akhir 2014, masyarakat sudah memakai minyak goreng kemasan dan meninggalkan minyak goreng curah.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Gunaryo, menambahkan, agar minyak goreng kemasan buat masyarakat kecil ini selalu tersedia di pasar, pemerintah menggandeng para produsen minyak goreng. Saat ini ada 24 produsen minyak goreng yang siap memproduksi MinyaKita. Para produsen diberi insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
[wid]
BERITA TERKAIT: