"Upaya pemulihan lahan bisa dilakukan dengan melibatkan swasta mengingat besarnya pembiayaan tapi dengan skema melibatkan masyarakat setempat dengan menanami pohon karet," kata Hadi Daryanto dalam diskusi kebakaran hutan, penegakkan hukum dan upaya pemulihan yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) bekerjasama dengan Forum Wartawan Kehutanan (Forwahut) di Jakarta, Jumat (29/8).
Daryanto menambahkan, saat ini hampir seluruh industri selalu menggunakan karet sebagai komponen bahan bakunya, seperti otomatif maupun industri lainnya. Karena itu, nilai ekonomisnya akan sangat tinggi. Apalagi, tidak ada konglomerat yang menguasai perkebunan karet.
"Karet itu seperti di Kalimantan Tengah (Kalteng), karet disukai rakyat, karena tidak ada konglomerat karet," imbuhnya.
Posisi karet seperti tempe, di mana banyak di produksi masyarakat, tapi tak ada konglomerat yang menguasainya. Dengan kondisi seperti itu, kata dia, komoditi karet menjadi potensi yang bisa menggerakkan ekonomi terutama masyarakat setempat.
Daryanto mengungkapkan, Indonesia memiliki hutan hujan tropis terluas di dunia dan merupakan penyangga kehidupan (penyediaan air, oksigen, pencegah banjir, tanah longsor) yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak yang besar dari segi lingkungan, pendidikan, politik, ekonomi, kesehatan, hubungan antar negara dan citra Indonesia di mata dunia. Kebakaran hutan di Indonesia, 99 persen adalah perbuatan manusia yang memerlukan penanganan serius dan kontinyu.
Adapun berdasarkan data hotspot NOAA 2002-April 2014, lebih dari 70 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan. Salah satu substansi inti prioritas nasional ke-9 (lingkungan hidup dan bencana alam) dalam RPJMN 2010-2014 adalah penurunan hotspot hingga 20 persen/tahun dan penurunan tingkat polusi secara keseluruhan pada 2014.
[ald]
BERITA TERKAIT: