Jika tetap dipaksakan, asosiasi perusahaan properti tertua di Indonesia itu memperkirakan ada sekitar 180 ribu tenaga kerja di sektor properti yang kehilangan pekerjaan.
Setyo Maharso, Ketua Umum REI menegaskan akibat penerapan aturan KPR inden, banyak pengembang menengah bawah yang sulit melakukan pembangunan rumah. Selama ini KPR inden menjadi sumber permodalan menyusul sulitnya mendapatkan kredit konstruksi pasca krisis moneter tahun 1998. Sementara bagi pengembang besar, aturan ini juga akan menghentikan pasokan karena mayoritas bank memutuskan untuk tidak memproses dan melakukan akad kredit pasca penerapan aturan tersebut pada hari ini (Senin, 30/9).
“Ini merupakan pembunuhan berencana yang dilakukan Bank Indonesia terhadap industri properti yang selama ini diakui menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.
Setyo memprediksi, sekitar 60 persen dari total 3.000 perusahaan properti anggota REI akan berhenti memproduksi rumah kalau aturan KPR inden tetap diberlakukan. Jika setiap perusahaan memiliki 100 karyawan, maka dalam enam bulan ke depan pemutusan tenaga kerja (PHK) besar-besaran akan terjadi di industri properti.
"Tentu kami tidak ingin ini terjadi, namun kalau pengembang berhenti membangun, maka dalam enam bulan saya perkirakan 180 ribu orang akan kehilangan pekerjaan. Ini sangat ironis di tengah upaya pemerintah membuka lapangan pekerjaan yang besar buat masyarakat," tegas Setyo.
Disisi lain, bagi konsumen, aturan KPR inden ini juga akan menghalangi hak-hak mereka untuk mendapat akses perumahan sehingga backlog perumahan akan bertambah besar. Untuk itu, kata Setyo, REI mendesak agar BI melonggarkan aturan kredit konstruksi atau menunda penerapan larangan pemberian KPR inden untuk rumah kedua dan seterusnya minimal enam bulan ke depan sambil menunggu kesiapan bank dan pengembang.
"Kalau diterapkan dadakan seperti ini ibaratnya mobil sedang melaju kencang tapi tiba-tiba disuruh berhenti mendadak, tentu bahaya," ujarnya.
Sementara itu, Eddy Hussy, Sekretaris Jenderal REI mengatakan, sebenarnya REI mendukung apapun kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk memperbaiki ekonomi nasional, namun sebaiknya aturan-aturan itu dikomunikasikan kepada dunia usaha dan tidak diterapkan secara mendadak.
Zulfi Syarif Koto, Ketua The HUD Institute juga menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah yang mengakui sektor properti sebagai lokomotif ekonomi nasional, namun disisi lain terus mengeluarkan kebijakan yang merugikan program penyediaan perumahan nasional. Salah satunya peraturan Bank Indonesia yang melarang KPR inden.
"Kami menilai kebijakan Bank Indonesia soal LTV dan KPR inden ini keliru dan salah sasaran, sehingga dalam praktiknya dapat berdampak negatif kepada penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah yang jumlahnya mencapai 80 persen dari pembeli rumah di Indonesia. Berbeda dengan pengembang besar, mayoritas pengembang menengah bawah mengandalkan KPR inden untuk permodalan," tegasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: