DPR Bakal Rem Kebiasaan Jasa Marga Naikin Tarif Tol

Standar Pelayanan Minimumnya Belum Terpenuhi

Senin, 26 Maret 2012, 08:17 WIB
DPR Bakal Rem Kebiasaan Jasa Marga Naikin Tarif Tol
ilustrasi/ist
RMOL.DPR merevisi Undang-Undang tentang Jalan. Karena itu, Jasa Marga tidak boleh menaikkan tarif tol sebelum standar pelayanan minimum (SPM) terpenuhi.

Anggota Komisi V DPR Fary DJ Francis mengatakan, komi­sinya akan mempercepat proses pem­bahasan Undang-Undang (UU) Jalan. Salah satu faktor pen­do­rongnya adalah buruknya pela­yanan jalan tol.

Fary mengatakan, dalam pem­bahasan itu, komisi akan fokus pada standar pelayanan mini­mum jalan tol, mulai dari jarak tempuh, tingkat kemacetan dan infra­strukturnya.

“Jika SPM-nya tidak dipenuhi, maka kebiasaan Jasa Marga me­naikkan tarif setiap dua tahun sekali tidak bisa dilakukan,” ka­tanya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, kenaikan tarif tol hanya bisa dilakukan jika semua SPM dari jalan tol sudah dipe­nuhi semua oleh operatornya. Dia me­nar­getkan, pembahasan UU Jalan ini dapat dilakukan maksimal dua masa sidang.

Untuk diketahui, sidang pari­purna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung pada Se­lasa (20/3) menyetujui pem­ba­hasan Rancangan Undang-Un­dang (RUU) Jalan yang masuk sebagai UU usulan DPR.

RUU Jalan yang baru ini meru­pakan perbaikan dari UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. UU lama tersebut sama sekali tidak me­ngatur soal syarat standar pela­yanan jalan tol.

Entah kebetulan atau apa, keputusan itu berbarengan de­ngan kejadian ngamuknya Men­teri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan di pintu tol Semanggi.

Pekan lalu, Dahlan terpaksa turun dari mobilnya dan berjalan me­nuju loket tol untuk membuka dua loket yang masih tutup untuk me­ngurai kemacetan di pintu tol itu dabn mempersilahkan sekitar 100 mobil jalan secara gratis.

Anggota Komisi V DPR Yudi Wi­diana Adia mengatakan, SPM sangat penting sebagai tolok ukur bagi setiap perusahaan penye­lenggara jalan tol.

Menurutnya, jalan tol paling sedikit harus memenuhi enam substansi pelayanan. Yaitu kon­disi jalan, kecepatan tempuh rata-rata, aksesbilitas, mobilitas, kese­lamatan dan unit pertolo­ngan atau penyelamatan serta bantuan pelayanan.

Ketua Harian Yayasan Lem­baga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menga­ta­kan, ba­nyak pengguna jalan tol yang me­ngeluhkan pelayanannya mu­lai antrean panjang, jalan tol yang rusak, informasi di tol yang tidak jelas dan adanya derek liar. Karena itu, dengan kondisi SPM yang belum maksimal, kebijakan ke­naikan tol tidak layak dila­kukan.

Ketua Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Ahmad Ghani Gazali menyarankan standar pelayanan minimum jalan tol tidak diatur melalui UU. Menu­rutnya, SPM cukup dimasukkan dalam per­aturan turunan undang-undang.

Ghani berdalih, terlalu tinggi kalau standar pelayanan mesti dimasukkan dalam UU. Apalagi peraturan me­ngenai standar pe­layanan tol sebe­narnya sudah tercantum dalam Peraturan Men­teri Pekerjaan Umum No. 392 Tahun 2005.

Sebelumnya, BPJT sedang memproses kenaikan untuk dua tol yaitu tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) W1 ruas Kebon Jeruk-Penjaringan dan Tol Sura­baya-Gresik.

“Untuk besa­ran­nya ter­gantung inflasi dari BPS (Badan Pusat Statistik). Saat ini masih kami proses,” ujar Ghani. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA