Anggota Komisi V DPR Fary DJ Francis mengatakan, komiÂsinya akan mempercepat proses pemÂbahasan Undang-Undang (UU) Jalan. Salah satu faktor penÂdoÂrongnya adalah buruknya pelaÂyanan jalan tol.
Fary mengatakan, dalam pemÂbahasan itu, komisi akan fokus pada standar pelayanan miniÂmum jalan tol, mulai dari jarak tempuh, tingkat kemacetan dan infraÂstrukturnya.
“Jika SPM-nya tidak dipenuhi, maka kebiasaan Jasa Marga meÂnaikkan tarif setiap dua tahun sekali tidak bisa dilakukan,†kaÂtanya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, kenaikan tarif tol hanya bisa dilakukan jika semua SPM dari jalan tol sudah dipeÂnuhi semua oleh operatornya. Dia meÂnarÂgetkan, pembahasan UU Jalan ini dapat dilakukan maksimal dua masa sidang.
Untuk diketahui, sidang pariÂpurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung pada SeÂlasa (20/3) menyetujui pemÂbaÂhasan Rancangan Undang-UnÂdang (RUU) Jalan yang masuk sebagai UU usulan DPR.
RUU Jalan yang baru ini meruÂpakan perbaikan dari UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. UU lama tersebut sama sekali tidak meÂngatur soal syarat standar pelaÂyanan jalan tol.
Entah kebetulan atau apa, keputusan itu berbarengan deÂngan kejadian ngamuknya MenÂteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan di pintu tol Semanggi.
Pekan lalu, Dahlan terpaksa turun dari mobilnya dan berjalan meÂnuju loket tol untuk membuka dua loket yang masih tutup untuk meÂngurai kemacetan di pintu tol itu dabn mempersilahkan sekitar 100 mobil jalan secara gratis.
Anggota Komisi V DPR Yudi WiÂdiana Adia mengatakan, SPM sangat penting sebagai tolok ukur bagi setiap perusahaan penyeÂlenggara jalan tol.
Menurutnya, jalan tol paling sedikit harus memenuhi enam substansi pelayanan. Yaitu konÂdisi jalan, kecepatan tempuh rata-rata, aksesbilitas, mobilitas, keseÂlamatan dan unit pertoloÂngan atau penyelamatan serta bantuan pelayanan.
Ketua Harian Yayasan LemÂbaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengaÂtaÂkan, baÂnyak pengguna jalan tol yang meÂngeluhkan pelayanannya muÂlai antrean panjang, jalan tol yang rusak, informasi di tol yang tidak jelas dan adanya derek liar. Karena itu, dengan kondisi SPM yang belum maksimal, kebijakan keÂnaikan tol tidak layak dilaÂkukan.
Ketua Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Ahmad Ghani Gazali menyarankan standar pelayanan minimum jalan tol tidak diatur melalui UU. MenuÂrutnya, SPM cukup dimasukkan dalam perÂaturan turunan undang-undang.
Ghani berdalih, terlalu tinggi kalau standar pelayanan mesti dimasukkan dalam UU. Apalagi peraturan meÂngenai standar peÂlayanan tol sebeÂnarnya sudah tercantum dalam Peraturan MenÂteri Pekerjaan Umum No. 392 Tahun 2005.
Sebelumnya, BPJT sedang memproses kenaikan untuk dua tol yaitu tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) W1 ruas Kebon Jeruk-Penjaringan dan Tol SuraÂbaya-Gresik.
“Untuk besaÂranÂnya terÂgantung inflasi dari BPS (Badan Pusat Statistik). Saat ini masih kami proses,†ujar Ghani. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: