Dimensy.id
R17

Berekspresi di Media Sosial, Bebas tapi Terbatas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 20 Agustus 2024, 13:16 WIB
Berekspresi di Media Sosial, Bebas tapi Terbatas
Webinar "Bebas Namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosia" oleh KominfoTangkapan layar RMOLl
rmol news logo Kebebasan berekspresi di media sosial dibatasi oleh etika digital. Karena media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama, dan demi meningkatkan kualitas kemanusiaan.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kabupaten Lamongan M. Khoirul Anam mengatakan, etika bermedia sosial dalam pandangan Islam harus tabayyun (cek dan ricek). 

"Informasinya benar, tidak menebar fitnah dan kebencian, media sosial untuk amar ma’ruf nahi munkar, serta tidak mengolok-olok orang lain," ujar Khoirul, dalam diskusi bertajuk "Bebas Namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial", di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (20/8).

Ia juga menegaskan, Islam mengajarkan opini yang jujur dan didasarkan pada bukti dan fakta serta diungkapkan dengan tulus. 

”Tidak menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya di media sosial. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu,” jelasnya. 

Dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017, sambung Khoirul, disebutkan juga mengenai hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam menggunakan medsos yang berdampak positif. 

”Islam melarang ghibah; fitnah, namimah (adu-domba); dan menyebarkan permusuhan. Kemudian, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, ras atau antara golongan; menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik; menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syari,” beber Khoirul Anam.

Kebebasan berpendapat, menurut Khoirul, merupakan hak setiap insan. 

"Namun, berpendapat seringkali disalahgunakan untuk membuat fitnah, opini palsu, dan menebar kebencian yang sering diutarakan melalui media sosial,” ujarnya. 

Diskusi virtual untuk segmen pendidikan yang diikuti pelajar sejumlah madrasah di wilayah Lamongan itu, digelar atas kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI bersama Kantor Dinas Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.

Webinar yang dipandu moderator Anissa Rilia itu diikuti oleh sejumlah madrasah di Kabupaten Lamongan yang mengikuti kegiatan nobar di ruang kelas, di antaranya: MTsN 1 dan 2 Lamongan, MAN 1 Lamongan, MAS Al-Ishlah Paciran, MTs Sunan Drajat Banjarwati, MA Tabah 1, 2, dan 3, MA Muhammadiyah 1 Paciran, MA Muhammadiyah 9, MTs Muhammadiyah 15 Al Mizan, MTs  Muhammadiyah 2 Pondok, MTs Terpadu Roudlotul Qur’an, MTs Putra-Putri Simo, MA Matholi’ul Anwar Simo, MTs Muallimin Muallimat Sunan Drajat, MTs Mazra’atul Ulum Paciran, MAS 7 Ma’arif, dan MAS Tarbiyatut Tholabah.

Dari sudut pandang berbeda, Ketua Program Studi Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung Mei Santi menyatakan, meskipun negara melindungi kebebasan berekspresi, namun bebas itu bukan tanpa batas.

”Kebebasan berekspresi di ruang digital memiliki batas-batas yang sama dengan hak-hak digital, yaitu: tidak boleh melanggar hak dan melukai orang lain, menjaga hak atau reputasi orang lain. Artinya dalam mewujudkan hak-hak digital, kita tidak boleh menginjak-injak hak orang lain, melukai, atau merusak reputasi orang lain,” jelas Mei Santi.

Sementara akademisi Universitas Paramadina Jakarta Joko Arizal meminta pengguna digital menyelaraskan antara hak dan tanggung jawab digital. ”Hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Namun ada hak, ada tanggung jawab, yakni menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, dan kesehatan dan moral publik,” jelasnya.

Webinar idi Lamongan ini merupakan bagian dari program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang dihelat Kemkominfo. GNLD digelar sebagai salah satu upaya untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan hingga kelompok masyarakat menuju Indonesia yang #MakinCakapDigital.
 
Sampai dengan akhir 2023, program #literasidigitalkominfo mencatat sebanyak 24,6 juta orang telah mengikuti program peningkatan literasi digital yang dimulai sejak 2017. Kegiatan ini diharapkan mampu menaikkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia hingga akhir 2024. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA