Didik menilai bahwa penyebab utama anjloknya pasar modal bukan sekadar faktor ekonomi semata, melainkan kombinasi erat antara kebijakan ekonomi dan dinamika politik nasional.
"Biasanya pemerintah baru selalu disambut positif oleh pasar karena pemilihan umum sejatinya adalah penyegaran kepemimpinan," kata Didik dalam keterangannya yang dikutip Jumat 21 Maret 2025.
Menurut Didik, masalah terjadi kalau di atas kertas formal mayoritas mendukung, tetapi proses demokrasinya penuh tekanan, politik uang, dan penyimpangan politik yang memanipulasi rakyat sehingga tidak benar-benar nyata dukungan riilnya.
Didik menyoroti kejatuhan IHSG yang signifikan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan ekonomi yang dianggap mengabaikan respons pasar.
Menurut Didik, salah satu contoh yang menjadi perhatian adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia).
Padahal Danantara seharusnya menjadi
sovereign wealth fund serupa dengan Temasek di Singapura. Namun akibat eksekusi pemerintah yang terburu-buru tanpa kajian matang memicu reaksi negatif dari investor.
"Juga jangan anggap remeh politik TNI yang diolah dan dimasak oleh segelintir orang di dalam kekuasaan yang tidak ada hubungan dengan masalah ekonomi," kata Didik.
Kata Didik, demokrasi yang dibangun kembali pada masa reformasi setelah jatuh selama 30 tahun dianggap bisa tergelincir dan menjadi
trigger kejatuhan demokrasi ke dalam etatisme, militerisme, Dwifungsi dan hal-hal lain yang merusak masa depan demokrasi.
"Faktor ketidakstabilan ini menjadi
trigger pasar menolak dan modal pergi ke tempat lain," pungkas Didik.
BERITA TERKAIT: