Tiga tahun dia di lembaga keuangan itu. Sempat menikah dengan orang Malaysia. Sempat diajak tinggal di Dubai selama empat tahun. Ujungnya: Clarissa pilih hidup di Rote –nun jauh di Nusa Tenggara Timur. Ayah Clarissa memang kelahiran Ambon tapi kakek Clarissa orang Rote.
Bagaimana bisa anak muda yang hidupnya selalu di luar negeri bisa langsung memutuskan tinggal di pulau begitu terpencil?
Ternyata Clarissa mencintai Rote. "Mungkin karena saya suka
diving," ujar Clarissa. Lokasi selam di Alor, kata Clarissa, jauh lebih menakjubkan dibanding, misalnya, Labuan Bajo. "Kalau Labuhan Bajo 6, Alor 9," kata Clarissa.
Di mana yang bernilai 10?
"Lho yang 10 kan di Misool, Raja Ampat," jawab Clarissa.
Di Rote, Clarissa menyelam tidak hanya untuk menikmati keindahan bawah laut. Di bawah laut Clarissa lagi melihat kehidupan yang lebih penting: rumput laut. Juga kehidupan para petaninya. Clarissa bertekad menghabiskan perhatian dan energi untuk rumput laut.
Kesimpulan Clarissa: dia harus membangun pabrik tepung karagenan. Bahan bakunya rumput laut. Pabriknya harus di NTT. Agar hasil rumput laut kualitas tinggi di NTT tidak melulu diekspor ke Tiongkok dalam bentuk rumput laut yang sudah dikeringkan.
Pabrik itu sudah jadi. Sudah sejak enam tahun lalu. Lokasinya di selatan kota Kupang. Di bagian barat pulau Timor. Kapasitasnya 150 ton per bulan. Atau 1.500 ton rumput laut basah.
Pabrik itu dibangun di Kupang agar bisa menampung hasil rumput laut di pulau-pulau sekitarnya. Termasuk dari pulau terdekat: Pulau Kera. Di situlah dihasilkan rumput laut terbaik di Indonesia.
Anda sudah tahu di mana letak Pulau Kera. Kalau Anda ke Kupang dan Anda tinggal di Hotel Aston, pulau itu terlihat dari jendela kamar Anda. Di bisnis rumput laut itulah Clarissa
all out sekarang ini. "Kami 100 persen ekspor. Ekspor tepung karagenan," ujar Clarissa.
Ekspor ke mana saja?
"Pak Dahlan sebut negara mana saja selain Amerika Serikat. Kami sudah ekspor ke negara-negara itu. Mulai Amerika Latin sampai negara-negara di Eropa," kata Clarissa. Maka sehari-hari Clarissa muter-muter di pulau-pulau di NTT. Bahkan dua tahun terakhir lebih banyak pakai kapal atau ferry. "Bandara Rote rusak. Tidak bisa didarati pesawat.
Sudah dua tahun," kata Clarissa.
Untuk itu dia harus ke Rote naik ferry, lima jam. Atau kapal cepat, tiga jam. Layanan kapal itu sehari hanya satu kali. Clarissa harus dekat dengan petani. Dia tidak ingin petani punya peluang untuk curang.
"Dulu banyak rumput laut sudah dipanen ketika umurnya belum 45 hari," katanyi. "Kami harus terus-menerus membina mereka," tambahnyi.
Anda pun sudah tahu: kandungan nutrisi penting di rumput laut baru muncul setelah berumur 45 hari. Clarissa ingin terus ekspansi di rumput laut. Potensi NTT sangat besar di sektor ini. Clarissa tidak punya pesaing. Satu-satunya pabrik rumput laut selain miliknyi adalah milik pemerintah daerah. Anda pun sudah tahu seperti apa wujudnya.
Untuk ekspansi itulah Clarissa punya tekad baru: IPO di tahun ini. Dananya akan sepenuhnya untuk membangun ekonomi rumput laut NTT. Hidup Clarissa sangat berwarna. Sekolah dasarnya di SD Katolik. Lalu masuk SMP Al-Azhar Jakarta. Setelah itu ke Australia.
NTT telah menemukan orang yang punya tekad keras seperti Clarissa. Dan saya tahu dari mana Clarissa punya watak yang keras: dari bapaknya, RJ Lino –tokoh hebat di balik modernisasi Pelindo.
BERITA TERKAIT: