kopi telah melarut ke kerak waktu
mengendapkan kisah
berserak di hamparan rindu
petang beranjak temaram
ke siluet pertanyaan yang mengeram
tentangmu
tentangku
lihatlah langit malam merekah ramah
tak ragu menerimamu
tak bimbang menyilakanku
yang bergandeng menggayuh makna.
(2021)
SIAPA PEDULI MENCAIRKAN RESAHKU?siapa yang mampu mencairkan gelisahku?
didih kopi memberi hangat fajar beku
memecah kabut sunyi
kusapa dengan seruput cinta
bergegas kurangkum embun. Sepagi ini
tiap tetes kulepas menjadi rasa
tiap sejuk tercecap jadi bahasa
di langit timur menyemburat cahaya
diakah yang menengok kerak sisa kopi
memecah embun, berlalu ke terang hari
lalu siapa yang peduli mencairkan resahku?
(2021)
TENGGELAM DI KEDALAMAN KEDAP KOPItiba-tiba telah kutuang waktu menyuruk di sini. Pada tepian hiruk-pikuk kota
aku tenggelam di kedalaman kedap kopi
kuaduk mencari cinta yang terkubang di jauh sana
tak juga kutemukan di lingkar putaran cangkir sunyi
tiba-tiba telah kuseruput waktu tanpa bersamamu. Pada keremangan senja kota
aku merintih di sepanjang didih kopi
yang mendadak dingin hampa makna
tak ada kau di bayangan hitam
sia-sia kutiup aroma yang telah kaku membeku
di kedai muram itu angan tak beranjak
resah memintalnya
kopi pun tak kuasa mencairkan beku pikiran.
(2021)
DI CANGKIR MUNGILkita berjanji di cangkir mungil kopi
mengikat pertemuan saling memberi
kutebar kepul
kau rebakkan aroma
sampai ia menjadi kerak yang berkristal:
siapa robustanya
siapa gula manisnya
tak kukehendaki secangkir pahit semesta
tak kauingini seteguk asam rasa
kapulnya meruap dalam rongga cinta
wanginya berkuasa terhirup di pejam mata.
(2021).
Amir Machmud NS, wartawan dan penyair yang tinggal di Semarang. Puisi-puisinya telah terbukukan dalam antologi Tembang Kegelisahan (2020), Percakapan dengan Candi (2021), Kematian, Setiap Kali (2021), dan Dari Peradaban Gunadarma (2021). Juga tersebar di sejumlah media dan antologi bersama.