Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DUTABESAR VENEZUELA RADAMES GOMEZ

Mereka Tak Peduli Berapa Banyak Rakyat Kami Yang Menderita

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Kamis, 16 Juli 2020, 18:11 WIB
Mereka Tak Peduli Berapa Banyak Rakyat Kami Yang Menderita
Dubes Republik Bolivarian Venezuela, Radames Gomez/RMOL
VIRUS corona baru yang untuk pertama kali diketahui menyebar dari Wuhan, Republik Rakyat China (RRC), pada Desember 2019 menghantam hampir semua negara di muka bumi. Saat wawancara ini dituliskan (Kamis, 9/7), Badan Kesehatan Dunia mencatat 11,8 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia. Sebanyak 544 ribu di antaranya berakhir dengan kematian.

Di Republik Bolivarian Venezuela, pandemik Covid-19 tiba di tengah persoalan lain yang sejak beberapa tahun belakangan ini dihadapi pemerintahan Nicolas Maduro: aksi kekerasan sepihak atau unilateral coercive measures yang dilakukan lawan-lawan negara itu.

Dutabesar Venezuela untuk Indonesia, Radames Jesus Gomez Azuaje dalam pertemuan dengan Republik Merdeka pada akhir bulan Juni lalu menceritakan berbagai upaya yang dilakukan negaranya dalam menangani pandemic Covid-19 dan di saat bersamaan menghadapi intervensi asing, termasuk invasi yang dilakukan kelompok tentara bayaran (mercenaries) pada awal Mei lalu.

Dubes Gomez menjelaskan secara umum strategi dan kebijakan yang diterapkan pemerintahan Maduro untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sampai awal Juni, Venezuela hanya memiliki sekitar 300 kasus Covid-19. Namun dalam waktu beberapa minggu setelah itu, jumlah kasus Covid-19 di Venezuela meningkat drastis hingga menyentuh angka 4.000 kasus. Peningkatan jumlah kasus ini terjadi menyusul gelombang kepulangan warganegara Venezuela yang sempat melarikan diri ke sejumlah negara lain di Amerika Latin, terutama Kolombia, Brazil, Chili, dan Peru. Tidak sedikit di antara mereka yang kembali dari negara-negara tetangga tersebut terjangkit Covid-19.

Peningkatan jumlah kasus Covid-19 itu digunakan lawan Venezuela sebagai bahan untuk mengkampanyekan kegagalan pemerintahan Maduro dalam melayani kebutuhan rakyat Venezuela, terutama di era pandemik.

Disinformasi, sebut Dubes Gomez, adalah metode lain yang digunakan lawan mereka untuk memojokkan Venezuela di mata dunia internasional di hadapan rakyat Venezuela sendiri. Rangkaian dari berbagai aksi yang dilakukan itu, menurutnya adalah pergantian rezim di Venezuela.

Dubes Gomez lahir di Caracas pada 12 Juni 1970. Alumni jurusan Hubungan Internasional di Central University of Venezuela (1992) ini memulai kariernya di Kantor Kementerian Energi dan Perminyakan pada 1993. Di tahun 2006 ia dipercaya menjadi salah seorang petinggi di perusahaan minyak nasional Venezuela, Petróleos de Venezuela, S.A.

Di tahun 2015, peraih gelar master di bidang Kebijakan Minyak Dunia di Central University of Venezuela (2002) ini ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Integrasi dan Urusan Internasional KementerianEnergi dan Perminyakan. Selain sebagai praktisi yang turut dalam mengambil kebijakan di sektor energi dan perminyakan, Dubes Gomez juga aktif mengajar di almamaternya, Central University of Venezuela.

Dalam perbincangan dengan redaksi, Dubes Gomez juga menceritakan beberapa perkembangan terakhir di Venezuela seperti pemilihan umum anggota Majelis Nasional yang akan diselenggarakan tahun ini juga.

Berikut petikannya:

Virus corona baru yang dikenal dengan nama Covid-19 menyebar ke seluruh penjuru dunia. Rasanya, tidak ada negara yang tidak terdampak oleh penyebaran virus mematikan itu. Bagaimana Venezuela menghadapi penyebaran Covid-19?

Venezuela mengaplikasikan strategi komprehensif yang bertujuan mencegah penyebaran Covid-19 yang dikonsultasikan dengan semua sektor sosial dan ekonomi serta tentu saja mengikuti rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO). Kami juga memperhatikan pengalaman negara-negara lain yang juga menghadapi virus corona. Hal lain yang kami lakukan adalah berkonsultasi dengan komunitas ilmuwan di level nasional maupun internasional. Gagasan utama dalam hal ini adalah untuk mendapatkan dukungan dari mereka dan saran-saran berdasarkan pengalaman mereka. Kami berkerja dengan pendekatan itu.

Presiden Nicolas Maduro di awal bulan Maret lalu meluncurkan National Plan yang diimplementasikan secara intensif dan simultan. National Plan ini memiliki empat komponen, yaitu pertama, karantina umum dan social distancing measure (SDM). Venezuela merupakan negara pertama di Amerika Latin yang mengaplikasikan pendekatan khusus untuk mencegah penyebaran Covid-19. Segera setelah menerima laporan mengenai dua kasus Covid-19 pertama di Venezuela, Presiden Maduro mendeklarasikan karantina umum dan SDM terhadap kegiatan pendidikan, dan kegiatan-kegiatan lain yang dianggap tidak begitu esensial bagi negara.

Hal kedua dalam National Plan adalah mengembangkan sistem pencarian (screening) secara massif dan personal melalui kunjungan dari rumah ke rumah. Sistem ini memanfaatkan teknologi IT. Di Venezuela kami mengembangkan sebuah platform yang disebut Platform Patria yang memungkinkan pemerintah melakukan survei kesehatan secara online.

Platform Patria ini awalnya dikembangkan pemerintah dalam menyusun berbagai inisiatif, mulai dari kebijakan perumahan sampai kebijakan jaminan suplai makanan. Namun (setelah pandemik Covid-19) pemerintah memutuskan menggunakan Patria sebagai platform untuk melakukan survei kesehatan secara online dimana anggota masyarakat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sejauh ini survei nasional tersebut diikuti oleh 19 juta orang. Berdasarkan survei inilah tim tenaga kesehatan mendatangai rumah-rumah penduduk untuk mendeteksi kasus.

Bila ada kasus yang terdeteksi, tenaga kesehatan akan segera mengaplikasikan tindakan-tindakan berikutnya yang perlu dilakukan. Orang yang terinfeksi ditempatkan di tempat khusus yang aman dan memungkinkan tenaga kesehatan mengontrol perkembangan virus.

Bagian ketiga dari National Plan adalah menjamin ketersediaan suplai obat-obatan dan alat tes. Untuk ini Presiden Maduro mengaktivasi mekanisme yang memungkinkan bantuan dari dunia internasional.

Dalam hal ini kami mendapatkan dukungan yang sangat besar dari China, Rusia, Kuba. Mereka membantu Venezuela dengan menyalurkan alat tes tetapi, alat kelengkapan lain yang esensial, dan tentu saja obat-obatan. Dari Kuba kami mendapatkan 14 ribu alat tes dan juga tim dokter yang berpengalaman.

Keempat, menjamin kapasitas tempat tidur di rumah sakit dan klinik dengan memperkuat sistem kesehatan publik secara nasional, yakni dengan mengintegrasikan kapasitas yang dimiliki rumah sakit publik dan rumah sakit yang dikelola swasta. Kini kapasitas tempat tidur yang kami miliki secara nasional sebanyak 23 ribu tempat tidur. Hal ini kami lakukan dengan mempertimbangkan saran WHO dan menempatkan kesehatan sebagai hak asasi manusia. Kami mengikuti Konstitusi kami yang menyatakan setiap warga negara tidak membayar apa pun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan obat-obatan.

Sebagai hasilnya, Venezuela mampu menangani penyebaran virus corona. Sekarang kami memiliki sekitar 4.000 kasus. Sekitar dua minggu lalu kami hanya memiliki sekitar 300 ratus kasus. Sekarang kami memiliki kasus yang banyak, dan ini adalah kasus impor. Saya akan jelaskan nanti.

Dalam hal jumlah kasus Covid-19, saat ini Venezuela berada pada ranking ke-87 di dunia dan ke-8 di Amerika Latin. Dengan jumlah tes sebanyak 1,2 juta, Venezuela merupakan negara kedua di benua Amerika dalam jumlah tes Covid-19. Bahkan, dengan 38.122 tes per satu juta penduduk, Venezuela berada di atas beberapa negara Eropa.

Seperti Anda ketahui, di Amerika Latin, Brazil menghadapi situasi yang sangat parah (severe). Lalu Kolombia, kemudian Chili, Peru, Argentina, Ekuador, dan Bolivia. Kini kami melakukan upaya-upaya yang sangat serius untuk mengontrol pandemik dan menjaga hasil yang sudah kami miliki dengan menerapkan strategi di atas tadi.  

Sebanyak 73 persen dari kasus Covid-19 di Venezuela adalah kasus impor seperti saya katakana tadi. Anda tentu masih ingat, pada tahun 2017 dan 2018 banyak orang Venezuela pergi ke Kolombia, Ekuador, dan Chili, karena ketika itu situasi kami terpengaruh oleh sabotase ekonomi. Jadi di era pandemik mereka berada di negara-negara yang memiliki manajemen buruk dalam menghadapi Covid-19. Lalu mereka memutuskan untuk kembali ke Venezuela. Sejauh ini kami menerima 61 ribu orang Venezuela yang kembali. Umumnya mereka kembali dari Kolombia dan Brazil. Di antara yang kembali itu banyak yang dalam keadaan terinveksi.

Strategi yang kami gunakan untuk menghadapi ini adalah dengan membangun fasilitas keamanan dan kesehatan di dekat perbatasan dengan Kolombia dan Brazil. Mereka yang kembali mendapatkan penanganan sesuai protokol keamanan dan kesehatan. Mereka juga harus menjalani karantina selama 14 hari di tempat itu. Setelah itu, bila tidak memperlihatkan gejala apa pun mereka dapat kembali ke rumah, tetapi harus menjalani karantina lagi selama 14 hari.

Cara lain warganegara Venezuela kembali ke tanahair adalah dengan penerbangan. Ini dilakukan oleh mereka yang tadinya pergi ke Chili. Pemerintah Chili memberikan izin bagi penerbangan kemanusiaan dari Venezuela ke Chili untuk membawa pulang warganegara Venezuela yang tinggal di sana. Dalam kasus ini, pemerintah Venezuela menanggung biaya perjalanan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya.

Kami memiliki masalah dengan warganegara Venezuela yang berada di Peru. Pemerintah Peru tidak memberikan otorisasi kepada pesawat Venezuela untuk memasuki wilayah mereka karena ada sanksi dari Amerika Serikat.

Venezuela adalah satu-satunya negara yang mengembangkan program seperti ini untuk menyelamatkan dan mengembalikan warganegara khususnya di Amerika Selatan.

Apa yang kami kerjakan ini diakui oleh WHO, dan seperti yang saya sampaikan tadi, kami melakukan upaya besar untuk menjaga situasi terkendali. Tetapi media-media besar (Barat) mengabaikan hal ini, termasuk fakta bahwa 73 persen kasus Covid-19 di Venezuela adalah bersifat impor yang dibawa warganegara Venezuela yang kembali dari pelarian. Mereka (media-media besar Barat) terus membuat propaganda bahwa Venezuela mengalami krisis kemanusiaan. Sebenarnya ini adalah alasan yang dibutuhkan kekuatan asing untuk mengintervensi urusan dalam negeri Venezuela.

Bagaimana dengan jumlah orang yang meninggal dunia akibat terinveksi Covid-19?

Hanya 35 orang. Rate fatality akibat Covid-19 di Venezuela adalah salah satu yang paling rendah di dunia. Sangat rendah.

Presiden Maduro, ketika menerima informasi mengenai peningkatan kasus, ia mengadopsi karantina regional khusus untuk sepuluh negara bagian (states) untuk mencegah virus ini menyebar dan mencegah peningkatan kasus.

Sebelum penyebaran Covid-19, Venezuela berencana menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Majelis Nasional. Apakah rencana pemilihan umum itu juga terdampak?

Pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh penyebaran virus corona ini. Venezuela telah melakukan upaya terbaik sehingga pemilihan umum itu tetap akan dilakukan pada tahun ini. Bahkan, dua minggu lalu Supreme Tribunal of Justice memilih anggota Badan Pemilihan Umum (CNE) periode yang baru. Keputusan ini diadopsi setelah proses dialog dengan pemerintah dan kelompok oposisi.

Di Venezuela kami memiliki kelompok oposisi yang bebas. Di antara kelompok oposisi ada yang mau berdialog dengan pemerintah, serta menolak sanksi dan intervensi asing di Venezuela. Supreme Tribunal of Justice memutuskan hal ini berdasarkan Konstitusi.

Apabila diselenggarakan tahun ini, bagaimana pemungutan suara akan dilakukan?

Saya belum memiliki informasi mengenai mekanisme pemungutan suara di tengah situasi pandemik. Tetapi yang jelas kami berharap pemilihan umum akan dilakukan pada tahun ini juga. Tahun ini, 2020, sudah dijadwalkan sebagai tahun pemilihan anggota Majelis Nasional.

Saya juga ingin bertanya kepada Anda mengenai suplai minyak dari Iran. Saya kira karena situasi pandemik Covid-19 Venezuela memiliki masalah dalam memenuhi kebutuhan minyak, walaupun kita tahu bahwa Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Banyak yang bertanya, bagaimana itu bisa terjadi? Kita tahu bahwa Venezuela diblokade AS, tetapi Venezuela berhasil membawa masuk minyak dari Iran. Bagaimana Venezuela bisa melakukan ini?

Sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada kami dimulai pada 2014. Sanksi ini terus ditingkatkan dan memberikan dampak yang besar pada kemampuan PDVSA (Petróleos de Venezuela, S.A, perusahaan minyak Venezuela) dalam memproduksi minyak. Sebelum itu, Venezuela membeli zat aditif yang dibutuhkan dalam industri perminyakan dari AS. Jadi, ketika mereka memberlakukan sanksi, suplai bahan-bahan aditif ini terputus.

Terkait hubungan kami dengan Iran, salah satu mandat National Independent Plan yang disusun oleh Presiden Hugo Chavez adalah mendiversifikasi hubungan internasional, mempromosikan multipolarisme, mempromosikan kerjasama Selatan-Selatan, dan membangun aliansi strategis dengan beberapa negara, termasuk Iran. Master mind dari strategi hubungan luar negeri ini adalah mendiang Presiden Hugo Chavez.

Dengan Iran kami memiliki banyak proyek kerjasama di banyak area, seperti di sektor pertanian, energi, dan sebagainya. Kami mengeksplorasi berbagai kemungkinan. Beberapa di antaranya sangat baik. Beberapa lagi setelah dieksplorasi, kami hentikan, karena tidak menemukan prospek yang cerah. Jadi, hubungan kedua negara sangat dalam.

Platform dalam hal suplai gasoline dan suku cadang refinery di Venezuela dari Iran dilakukan dalam kerangkakerja itu. Kami menerima lima kapal berisi minyak dan suku cadang. Kami juga akan menerima kargo keenam yang berisi makanan dan obat-obatan dari Iran.

Tentu saja dari sisi geopolitik ini adalah pencapaian yang luar biasa. Karena kita tahu, pemerintah Iran dan rakyat Iran mendapatkan tantangan yang begitu besar dari AS. Anda tentu membaca berita yang mengatakan AS akan berusaha menghentikan kapal-kapal Iran di tengah perjalanan menuju Venezuela. Tapi, terlepas dari ancaman itu, kapal-kapal itu jalan terus sampai akhirnya mereka tiba di Venezuela, dan kini keadaan di Venezuela menjadi lebih baik. Pemerintah tengah mendistribusikan minyak dari Iran, dan kami juga sedang bekerja untuk mengaktifkan kembali refinery minyak kami dengan bantuan teknisi-teknisi Iran.

Apakah pemilihan presiden di AS yang akan dilangsungkan pada bulan November mendatang, bila menghasilkan pemerintahan baru, akan membuat hubungan Venezuela dan AS menjadi lebih baik, sehingga blokade bisa diakhiri?

Presiden Maduro selalu terbuka untuk dialog. Terlepas dari sanksi yang terus ditingkatkan AS dengan gaya yang urakan, kami selalu mengirimkan pesan untuk berdialog. Tentu saja dialog yang kami inginkan adalah dialog yang dilangsungkan dengan sikap saling menghargai kedaulatan masing-masing dan sesuai dengan prinsip-prinsip Piagam PBB.

Sikap Presiden Maduro itu tidak hanya ditujukan kepada pihak AS, tetapi juga kepada pihak oposisi Venezuela. (Apa pun hasil pemilihan presiden di AS) Presiden Maduro selalu mengajak dialog.

Jadi menurut Anda, apabila Donald Trump kalah dalam pemilihan presiden AS dan kemungkinan Joe Biden yang menang, hubungan Venezuela dan AS akan lebih cerah?

Kita harus optimisitik. Belakangan ini Joe Biden menyampaikan deklarasi yang kelihatannya akan mengikuti garis. Tetapi Anda tahu bagaimana politik bekerja. Jadi kami menunggu perkembangan, lihat apa yang akan kita dapatkan di bulan November. Yang jelas, seperti yang saya sampaikan tadi, Venezuela selalu terbuka untuk dialog.

Bulan Februari lalu tokoh oposisi Venezuela Juan Guaido hadir dalam State of Union Speech yang disampaikan Presiden Trump di hadapan Kongres AS. Apakah ini merupakan pukulan bagi Venezuela?

Di Venezuela, masyarakat umumnya sudah paham apa peran yang sedang dimainkan Juan Guaido. Bahkan faktanya, popularitasnya semakin hari semakin jatuh (poorer). Kalau Anda membaca media sosial di Venezuela, setiap kali Juan Guaido mengirimkan pesan, dia menerima banyak kritik. Saya dapat katakan, 90 persen dari respon yang diterimanya bersifat ofensif. Karena, bagi orang-orang yang tadi mendukungnya, dia adalah kebohongan (fraud). Mungkin Anda sudah membaca buku yang baru-baru ini ditulis John Bolton (The Room Where It Happened), Donald Trum menyebut Maduro sebagai seseorang yang cerdas dan keras. Sementara Guaido, menurut Trump, hanya anak-anak.

Saya kira Guaido membuat banyak komitmen dengan AS karena dia telah mendapatkan begitu banyak hal dari AS. Singkatnya, mereka (AS) sekarang mempertanyakan hasil dari dukungan yang selama ini mereka berikan.

Dimana Guadio sekarang?

Kami tidak tahu pasti. Ada yang mengatakan dia berada di kedutaan negara Eropa di Caracas. Di Venezuela kami memiliki situasi yang aneh. Beberapa dutabesar, umumnya dutabesar dari negara Eropa, mereka menyerahkan Surat-surat Kepercayaan kepada Presiden Maduro, namun mereka tidak mengakui Presiden Maduro. Tetapi pemerintahan kami membiarkan mereka tinggal di Caracas.

Ketika Guaido kembali dari Washington DC, setelah menghadiri kegiatan di Kongres AS dan pertemuan dengan Donald Trump di Gedung Putih, beberapa dutabesar negara Eropa menyambut Guaido di Bandara Internasional Simon Bolivar di Caracas.

Pemerintah Venezuela tidak manangkapkanya (touch) saat dia kembali ke Caracas? Dia bebas?
    
Tidak. Pemerintah tidak menangkapnya. Tentu saja dia bebas.

Tidak sedikit warga Venezuela yang menderita akibat sanksi dan blokade AS menyambut kedatangan Guaido di bandara dan meneriakinya sebagai pengkhianat.

Bagaimana ukuran partai Guaido sekarang? Apakah akan ikut dalam pemilihan umum mendatang?

Partainya sekarang menjadi sangat kecil. Beberapa partai politik di Veneuela menyerukan boikot terhadap pemilu. Tetapi partai oposisi lainnya mengajak pendukung mereka untuk ikut dan memberikan suara dalam pemilihan umum.

Tidak banyak yang memahamai situasi politik di Venezuela. Umumnya Venezuela dianggap memiliki sistem politik yang keras, di mana kelompok oposisi tidak memilih hak. Mengapa itu terjadi?

Anda benar. Ini isu yang penting. Apabila Anda membaca media besar (pro) AS, Venezuela digambarkan sebagai negara yang memiliki konflik yang cukup keras dan orang-orang berkelahi di jalanan karena perbedaan politik. Tetapi sebenarnya tidak. Anda memilik hak untuk mengatakan apa pun yang Anda inginkan. Ada banyak orang di Venezuela yang setiap hari mengatakan hal-hal buruk tentang Presiden, menyerukan pembunuhan (assassination) Presiden. Dan, mereka bebas.

Semua pemilik media yang selalu mengatakan Presiden Maduro adalah diktator mengatakan hal itu karena mereka ingin membenarkan kekerasan yang mereka lakukan di jalanan.

Pada tanggal 13 Februari lalu Venezuela meminta International Criminal Court (ICC) melakukan investigasi serius terhadap apa yang disebut sebagai kejahatan yang dilakukan AS terhadap rakyat Venezuela melalui sanksi ekonomi dan blokade. Bagaimana hasilnya?
 
Dalam gugatan yang disampaikan ke penyidik ICC, kami menyebutkan bahwa UCM (unilateral coercive measures) yang dilakukan pemerintah AS kepada negara kami bertentangan dengan Artikel 7 Statuta Roma. Kekerasan sepihak yang dilakukan AS memiliki semua elemen kejahatan melawan kemanusiaan seperti yang disebutkan di dalam Statua Roma dan berdampak pada semua sektor ekonomi Venezuela sehingga rakyat Venezuela tidak dapat menikmati hak asasi mereka.

AS tidak meratifikasi Status Roma ini. Tetapi perlu diketahui bahwa langkah Venezuela membawa kekerasan sepihak yang dilakukan AS ke ICC berdasarkan pada teori “jurisdiction by effects” atau “jurisdiction based on effects” karena dampak yang dialami langsung oleh Venezuela sebagai anggota (state member) dan rakyat Venezuela umumnya. Dengan ini semua, AS tidak bisa luput dari kewajiban dan tanggung jawab moral.

Di awal Maret lalu dunia dikagetkan oleh serangan sekelompok tantara bayaran ke teritori Venezuela. Tentara Venezuela disebutkan dapat mematahkan serangan ini. Bagaimana perkembangan kasusnya sekarang?

Saya akan jelaskan itu dari awal. Ini semua ada kaitannya dengan kekerasan sepihak (unilateral coercive measures) yang dilakukan AS pada negara kami. UCM ini terkadang disebut sanksi. Tetapi tidak pas juga disebut sanksi, karena sanksi harus disetujui oleh Dewan Keamanan PBB terhadap situasi tertentu.

Dalam kasus Venezuela, istilah yang tepat adalah kekerasan sepihak yang diadopsi AS, Inggris, dan Uni Eropa. Sanksi ini diterapkan untuk menciptakan situasi yang berujung pada perubahan pemerintahan di Venezuela. Mereka mengabaikan keinginan atau aspirasi rakyat Venezuela yang mendukung pemerintahan Maduro seperti yang diperlihatkan hasil pemilihan presiden 2018.

Selain menghadapi sanksi, kami juga menghadapi kampanye disinformasi, dan tuduhan palsu mengenai perdagangan obat-obatan terlarang dan keterkaitan kami dengan kelompok terorisme. Semua ini tanpa bukti apa pun.

Sebaliknya, seperti yang disampaikan lembaga pemerintahan di AS, bahwa Venezuela bukan titik transit kokain yang dikirimkan ke AS. Hampir semua atau 90 persen kokain yang dikirimkan dari sisi Pasifik di Kolombia menuju AS melintasi Guatemala. Informasi ini tersedia di lembaga penting yang ada di AS. 

Kementerian Hukum AS menyerang Presiden Maduro dengan mengatakan Venezuela membanjiri AS dengan kokain. Padahal, kokain yang masuk ke AS umumnya dari Kolombia.

AS memiliki apa yang disebut sebagai Plan Colombia (2000) dimana mereka menginstal tujuh pangkalan militer di Kolombia. Salah satu misi penting Plan Colombia ini adalah untuk mengontrol produsi kokain. Tetapi mereka tidak melakukan apa pun karena produksi kokain meningkat dua kali bahkan tiga kali lipat. Jadi orang-orang sekarang bingung dan bertanya-tanya, apa guna dari Plan Colombia dan pangkalan-pangkalan militer milik AS itu? Jawabnya: untuk menjaga geopolitik di kawasan dan untuk memproteksi produksi kokain. Kita sebetulnya sedang membicarakan produsen utama kokain, dan konsumen utama kokain.

Bagaimana dengan tuduhan bahwa Venezuela membantu kelompok teroris?

Mereka dengan tegas mengatakan bahwa ada hubungan antara Venezuela dengan FARC-EP (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia Ejército del Pueblo) yang merupakan kelompok politik terlarang. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah di masa lalu Presiden Hugo Chavez, atas sepengetahuan dan seizin pemerintah Kolombia, ikut mempromosikan perdamaian antara kelompok-kelompok yang bertikai di negara itu. Presiden Maduro yang ketika itu adalah Menteri Luar Negeri juga ikut terlibat. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa Venezuela mendukung kelompok teroris, karena bagi kami perdamaian Kolombia adalah perdamaian Venezuela.

Kami ikut menderita akibat dari perang saudara di Kolombia selama bertahun-tahun. Kami menerima pengungsi Kolombia yang datang ke Venezuela, di Venezuela sekitar 6 juta orang. Jadi sangat penting bagi Venezuela untuk membantu Kolombia agar mencapai perdamaian.

Bagaimana dengan orang Venezuela yang pergi ke Kolombia? Apakah banyak?

Saya tidak yakin dengan jumlahnya. Tetapi disebutkan sekitar 700 ribu orang. Dan banyak dari mereka yang kini kembali karena selama berada di Kolombia mereka mengalami diskriminasi, tindakan sewenang-sewenang, dan tentu saja mereka tidak mendapatkan dukungan yang memadai di tengah pandemik Covid-19.

Sementara, orang-orang Kolombia yang tinggal di Venezuela kelihatannya ingin tetap di Venezuela untuk selamanya?

Ya. Karena misalnya, rakyat Venezuela mendapatkan rumah dari pemerintah, dan seterusnya. Mereka (orang Kolombia yang melarikan diri ke Venezuela) juga mendapatkan apa yang didapatkan rakyat Venezuela.

Ada juga kasus yang seperti ini, orang-orang Kolombia, juga orang-orang Chili yang sempat melarikan diri ke Venezuela, kemudian kembali ke negara mereka masing-masing. Setelah tiba di negaranya itu, mereka ingin kembali ke Venezuela. Mereka katakan: ini bukan Chili atau Kolombia yang saya inginkan.

Nah, sekarang saya tiba pada kasus serangan tantara bayaran. Situasi ini pernah disampaikan Presiden Maduro, Wapres Delcy Rodriguez, juga Menteri Informasi Jorge Rodriguez Gomez, dan Dutabesar Venezuela di PBB Samuel Moncada, bahwa di wilayah Kolombia ada kamp yang digunakan untuk melatih tentara bayaran yang bertujuan untuk menyerang Venezuela dan menjatuhkan pemerintah atau kudeta.

Pemerintah Venezuela melakukan penyelidikan intelijen dan di bulan April mendapatkan informasi yang lebih pasti.

Akhirnya orang-orang ini datang ke Venezuela pada tanggal 3 dan 4 Mei. Beberapa tentara bayaran itu berhasil ditangkap tentara Venezuela dan polisi, juga kelompok masyarakat. Di Venezuela kami memiliki milisi, dan ada doktrin bahwa rakyat bersama tentara Venezuela, dan tentara Venezuela bersama rakyat sebagai satu kekuatan.

Serangan mereka itu diberi nama sandi “Operation Gedeon”, dan berhasil dipatahkan “Operacion Negro Primero” pemerintah Venezuela. Penangkapan mereka diawali dari deteksi terhadap kargo dua boat yang kemudian diketahui adalah senjata api dengan kaliber besar yang akan mereka gunakan dalam operasi mereka.

Dua di antara yang tentara bayaran yang tertangkap itu adalah veteran Pasukan Khusus AS, Lukle Denman dan Aaron Barry. Mereka termasuk dalam kelompok delapan tentara bayaran yang ditangkap di Pantai Chuao. Mereka mengakui bahwa pemerintah Kolombia mengetahui operasi ini dan pemerintah Kolombia memberikan semua dukungan saat mereka berada di Kolombia.

Pengakuan mereka juga mengindikasikan bahwa AS terlibat dalam operasi ini. Berdasarkan pengakuan itu, Dubes Samuel Moncada di Dewan Keamanan PBB memperlihatkan fakta-fakta yang terungkap ini. Pemerintah Venezuela memiliki banyak bukti dan sudah disampaikan ke PBB.

Jadi ini semua adalah tindakan yang  diorganisir dengan baik. Mulai dari sanksi, disinformasi, dan serangan tantara bayaran pada bulan Mei lalu.

Apakah mereka (tantara bayaran yang tertangkap) menghadapi ancaman hukuman mati? Atau hukuman seumur hidup?

Saya akan cek hal ini. Tetapi di Venezuela, hukuman maksimal adalah 30 tahun penjara. Kami tidak punya hukuman seumur hidup, juga tidak punya hukuman mati.

Berapa jumlah mereka ini?

Awalnya kami mendapatkan informasi, mereka sebanyak 60 orang. Mereka datang dari utara ke pesisir pantai, lalu dari arah barat mereka menuju ke perbatasan Kolombia. Jadi mereka datang dari teritori Kolombia. Ada juga yang mengatakan mereka datang dari selatan. Beberapa hari kemudian, tentara Venezuela menemukan kapal kecil di sebuah sungai di sini di mana di dalamnya ada senjata dan amunisi.

Tetapi, jumlah terakhir yang saya terima adalah 47 orang, atau sekitar 50 orang.

Kapan peradilan terhadap mereka akan dimulai?

Saya tidak tahu. Ini semua di tangan Jaksa Agung. Mereka sedang mengumpulkan semua bukti. Mereka sedang bekerja keras, tetapi saya tidak tahu kapan akan disampaikan.

Bagaimana sikap pemerintah AS?

Mereka menolak dan mengatakan tidak memiliki kaitan dengan operasi ini. Seperti yang dikatakan Presiden Maduro, saya tidak percaya Donald Trump tidak tahu tentang apa yang terjadi di Venezuela. Dia mendapatkan informasi setiap hari mengenai apa yang terjadi di Venezuela. Bahkan, John Bolton di dalam bukunya, mengatakan, setiap hari dia (Trump) mendapatkan informasi mengenai sabotase listrik di Venezuela. Mereka menggunakan semua hal yang mungkin mereka lakukan untuk melumpuhkan kami.

Beberapa dari tentara bayaran itu bekas anggota militer Venezuela. Mereka pergi ke Kolombia. Kepada mereka Juan Guaido berjanji akan memberikan keuntungan dan dukungan. Di Kolombia mereka menjalani latihan sesuai dengan kontrak yang ditandatangani Juan Guaido dengan Jordan Goudreau, mantan tentara AS yang kini menjabat sebagai CEO Silvercorp USA. Di dalam kontrak disebutkan bahwa Silvercorp bertugas untuk mendesain, melatih, mempersenjati, dan mengeksekusi invasi kelompok bayaran untuk menyerang rakyat Venezuela.

Jordan Goudreau di hari yang sama ketika tentara bayaran menyerang Venezuela, muncul di televisi bersama dengan bekas tentara Venezuela yang mereka rekrut. Mereka membicarakan soal kontrak ini dan Operation Gedeon.

Beberapa hari kemudian dia diwawancarai wartawan Venezuela di yang tinggal di Miami, AS, Namanya Patricia Poleo, dan lagi membicarakan soal kontrak ini.

Kontrak ini sangat buruk. Nilainya sebesar 212 dolar AS yang disebutkan akan dibayarkan dari kekayaan negara kami yang dibekukan pemerintah AS dari bank-bank yang ada di AS. Ia juga dijanjikan pembayaran dalam bentuk minyak Venezuela setelah berhasil melakukan kejahatan.

Kontrak tersebut berlaku selama 495 hari, dan bertujuan untuk menghancurkan pemerintahan Venezuela saat ini dan menempatkan Juan Guaido sebagai presiden.

Kesepakatan itu sendiri adalah demonstrasi tegas dan formal dari pelanggaran sejumlah norma, tidak hanya Konstitusi Venezuela, tetapi juga hukum internasional, serta Konvensi dan Perjanjian yang ditandatangani oleh negara saya. Kontrak tersebut merupakan kesepakatan untuk mengimplementasikan kekerasan dalam skala besar terhadap kehidupan dan harta benda, tanpa pertimbangan hukum atau moral apa pun.

Kontrak bahkan menyatakan penggunaan “semua tindakan yang diperlukan” yang tersedia untuk merealisasikan tujuan, serta penggunaan “semua jenis senjata konvensional” dan membebaskan tentara bayaran dan teroris Silvercorp USA dari semua tanggung jawab atas konsekuensi kejahatan mereka.

Ini adalah kontrak untuk membunuh dalam skala besar yang menawarkan para pembunuh kekebalan yang absolut. Terorisme juga direncanakan terhadap penduduk sipil dalam operasi sapu bersih yang dianggap penting untuk mengendalikan kekuasaan selama masa kontrak. Kontrak itu menyerahkan kepada perusahaan swasta AS kekuasaan atas hidup dan mati, serta kebebasan, hak, dan properti dari 30 juta penduduk Venezuela.

Tadi Anda katakan ada dua veteran tantara Pasukan Khusus (Special Forces) yang ikut dalam kelompok bayaran ini dan tertangkap, serta telah memberikan pengakuan. Bisa Anda detailkan sedikit?

Luke Denman mengatakan mereka tiba di Riochaca, Kolombia pada bulan Januari 2020, dan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Kolombia. Dia juga menceritakan tentang bagaimana mereka menjalin kontak dengan penyelundup obat-obatan terlarang saat tiba di Alta Guajira.

Kontrak yang mereka tandatangani itu diakui atas perintah langsung Donald Trump. Juga dikatakan bahwa kontrak ini dipesan Kementerian Pertahanan sebagai operasi rahasia melawan pemerintah Venezuela.

Tentara bayaran yang berhasil ditangkap itu juga mengakui bahwa misi mereka adalah membunuh (assassination) Presiden Nicolas Maduro, menguasai dua bandara di Venezuela, menjamin pendaratan pasukan asing di wilayah Venezuela, dan melumpuhkan Direktorat Jenderal Kontraintelijen Militer dan Dinas Intelijen Bolivarian Venezuela.

Juga diakui bahwa pelatihan dan basis logistik untuk mempersiapkan serangan berada di Kolombia. Mereka mengakui berangkat dari Kolombia saat invasi dimulai.

Pangkalan atau pusat latihan kelompok bayaran ini berada di sebuah wilayah yang dimiliki raja narkotika Kolombia, Elkin Javier López, yang dikenal memiliki hubungan erat dengan politisi.

Setelah serangan tentara bayaran itu berhasil dipatahkan, apa yang akan dilakukan Venezuela selanjutnya?

Presiden Maduro memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk menyampaikan hal ini di Dewan Keamanan PBB. Venezuela juga telah menyampaikan informasi yang berharga ini kepada ICC mengenai semua aspek kekerasan sepihak yang dilakukan AS mulai dari sanksi dan blokade. Gagasannya adalah untuk memperlihatkan kepada ICC bukti-bukti kejahatan melawan kemanusiaan yang dilakukan AS yang melanggar Artikel 7 Statuta Roma.

Kami mempersiapkan semua elemen yang dibutuhkan agar ICC dapat mulai memproses hal ini.

Selama sanksi dan blokade AS, bisa Anda gambarkan kerugiaan yang dialami Venezuela?

Secara finansial, total kerugian kami sampai bulan Februari 2020 sebesar 116.000 miliar dolar AS. Ini nilai yang besar sekali. Dari 2014 mereka menjatuhkan sanksi kepada individu-individu Venezuela, bank, dan lembaga perminyakan di Venezuela. Sekitar 52 kapal-kapal minyak Venezuela, umumnya dimiliki PDVSA, disita AS. Juga sekitar 56 pesawat, 41 pesawat milik Conviasa dan 15 milik PDVSA.

AS juga membekukan aset perusahaan-perusahaan Venezuela yang ada di AS, salah satunya Citgo yang merupakan perusahaan subsidiary dari PDVSA. Ini adalah perusahaan besar yang mengontrol refinery minyak di sisi pantai timur AS dan memiliki sekitar 16 ribu SPBU. Citgo memiliki net asset sekitar 5,2 miliar dolar AS. Pihak yang membekukan aset Venezuela bukan hanya AS, tetapi negara-negara lain yang ikut dalam aksi itu, seperti Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya.

Bukan hanya rekening bank yang dibekukan. Tetapi juga aset. Contohnya Monomeros Colombo Venezolanos di Kolombia. Perusahaan ini memiliki pendapatan per tahun sebesar 1 miliar dolar AS. Mereka mengambil alih dan membekukan aset perusahaan ini dan membagi-baginya seperti potongan kue (pieces of a cake).

Mereka juga mengambil alih kantor Kedubes Venezuela di Washington D.C., Kantor Konsulat Jenderal Venezuela di New York.

Sanksi dan blokade ini juga mengakibatkan pendapatan nasional kami menurun. Di tahun 2013 sekitar 42 miliar dolar AS di tahun 2018 menjadi 4 miliar dolar AS. Tentu saja, situasi ini mengurangi kapasitas pemerintah kami untuk memenuhi kebutuhan sosial, membeli makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya.

Seorang mantan Dubes AS untuk Venezuela dalam sebuah wawancara televisi mengatakan secara terbuka bahwa rakyat Venezuela menderita. Katanya,  “Kalau kita mengintensifkan sanksi mungkin penderitaan mereka akan bertambah untuk beberapa bulan atau beberapa tahun. Tetapi pada akhirnya, yang penting adalah tujuan kita tercapai, yaitu menggulingkan pemerintahan Venezuela. Tidak penting berapapun orang yang menjadi korban.”

Kelihatannya PDVSA menjadi target utama dalam sanksi yang dilancarkan AS?

Karena PDVSA adalah sumber pendapatan utama negara kami. Karena itu mereka mengintensifkan sanksi melawan PDVSA. Tadi sudah saya sampaikan, mereka menyita 52 kapal minyak yang umumnya milik PDVSA sehingga mengurangi kapasitas Venezuela untuk mengekspor minyak. Juga, mereka menyita 56 pesawat Venezuela, sebanyak 41 pesawat milik maskapai nasional Conviasa. Tujuannya adalah untuk memblokade udara kami. Juga ada 15 pesawat PDVSA yang disita mereka.

Dan sekarang mereka mengintimidasi perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Venezuela dan PDVSA. Minggu lalu pemerintah AS mengumumkan sanksi untuk perusahaan Meksiko dan menyita kapal mereka karena memiliki hubungan dengan Venezuela. Kementerian Luar Negeri AS juga mendeklarasikan secara terbuka lewat Twitter bahwa sanksi itu bertujuan untuk menyerang program “oil for food” Venezuela. Mereka tidak mau Venezuela menjual minyak sehingga dapat membeli makanan, susu untuk anak-anak, dan seterusnya.

Saya ingin menyentuh sedikit mengenai hubungan Indonesia dan Venezuela. Anda baru bertugas di Indonesia. Bagaimana Anda memaknai penugasan ini?

Bagi Venezuela, Indonesia adalah prioritas. Saya datang ke sini membawa mandat untuk memperkuat hubungan kedua negara. Kami ingin mendorong peningkatan kegiatan bilateral di berbagai bidang. Tidak hanya di bidang energi, tetapi di bidang-bidang lain yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia memiliki banyak sumber daya, Venezuela juga. Kita, kedua negara, dapat berbagi pengalaman dan rencana-rencana pembangunan nasional masing-masing.

Kami melihat Indonesia sebagai pemain besar (big player) di arena internasional dalam beberapa tahun yang akan datang.

Sebelum penyebaran virus corona ini, kami sudah mulai melakukan pembicaraan dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk meninjau kembali isu-isu bilateral yang tertunda (pendant) selama ini. Misalnya, penandatanganan kerjasama wanita, kerjasama pariwisata, pendidikan, dan lainnya. Banyak dari rencana-rencana yang tertunda ini kita bicarakan pada tahun 2010 dan 2012. Barangkali ada yang masih relevan, dan juga sudah tidak relavan. Kami sudah memulai pembicaran itu.

Banyak hal-hal yang menggembirakan. Tetapi kemudian virus corona datang, dan semuanya berhenti.

Sekarang, dengan situasi normal baru kami akan mencari kembali waktu untuk melanjutkan kembali pembicaraan dengan Kementerian Luar Negeri dan pihak-pihak lain di Indonesia. Kami sangat antusiastik.

Apa yang Anda bayangkan sebelum Anda tiba di Indonesia?

Saya bicara dengan staf saya. Saya merasa hubungan kedua negara sangat jelas, tulus, dan terbuka. Ini yang membuat hubungan bisa berjalan terus. Bila hubungan dimulai dengan ketidakpercayaan, itu berarti Anda membuang waktu Anda.

Saya bekerja di industri peminyakan selama 26 tahun. Sektor perminyakan merupakan salah satu sektor kunci di Venezuela. Kami memiliki kerjasama energi, kerjasama hidrokarbon dengan saya kira hampir dengan semua pemain-pemain di dunia. Kami bekerja sangat dekat dengan Kementerian Luar Negeri dalam memproses semua kesepakatan itu.

Indonesia dulu adalah anggota OPEC. Kini Indonesia menjadi importir minyak. Indonesia mengalami defisit minyak. Indonesia kini memproduksi sekitar 850 ribu barrel per hari, dan mengkonsumsi sekitar 1,9 juta barrel per hari. Ada gap yang harus ditutupi. Kami ingin membantu Indonesia untuk memenuhi kebutuhan ini.

Tidak hanya dalam hal ini, juga dalam hal lain. Seperti mempromosikan perusahaan minyak Indonesia di Venezuela. Saya tahu ada banyak perusahaan yang baik di Indonesia.

Bukankah ada sanksi terhadap perusahaan-perusahaan asing yang bekerjasama dengan entitas Venezuela?

Di Venezuela kami memiliki perusahaan-perusahaan asing yang menjalin kerjasama dengan PDVSA. Seperti Chevron, perusahaan-perusahaan Rusia, China, Vetnam, dan sebagainya. Jadi ini bukan hal yang baru. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA