Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perang Candu, Strategi Mengeruk Keuntungan Devisa Sekaligus Melemahkan Suatu Bangsa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 03 Juni 2020, 07:33 WIB
Perang Candu, Strategi Mengeruk Keuntungan Devisa Sekaligus Melemahkan Suatu Bangsa
Lukisan proses pemusnahan opium ilegal di Humen, China/Net
rmol news logo   Pada hari ini hampir dua abad lalu, kita belajar dari apa yang disebut nafsu membutakan akal dan hati manusia. Demi keuntungan sebanyak-banyaknya, suatu bangsa bisa kehilangan akal. Tak peduli jika nafsu tersebut bisa memusnahkan ribuan nyawa.

Inggris menyerang kapal-kapal perang China karena marah atas kebijakan Dinasti Qing melarang dan menghancurkan ribuan ton candu dari Inggris ke laut.

Serangan itu dikenal sebagai awal dari Perang Candu I (1839-1842), sebuah peperangan memberantas  opium yang dibawa pedagang Inggris ke China.

Selama puluhan tahun China harus menghadapi peredaran candu yang begitu marak di negeri panda. Inggris tampak jelas ingin menguasai negeri itu lewat cekokan candu.

Opium mulai dibawa pedagang Inggris ke Tiongkok di awal abad ke-19 sebagai pengimbang ekspor teh dari China ke Inggris. Mulanya warga dan penduduk China memanfaatkan candu untuk pengobatan tradisional. Tetapi lama kelamaan tidak sedikit yang mulai menyalahgunakan candu untuk mabuk-mabukan.

Dinasti Qing sebenarnya telah melarang penggunaan candu sejak 1729. Namun larangan ini diabaikan rakyat China sendiri akibat terbuai dengan kenikmatannya.

Penyelundupan candu ke Cina meningkat pesat di abad ke-18. Pada tahun 1730, sebanyak 15 ton candu berhasil diselundupkan, pada tahun 1773 mengalami peningkatan menjadi 75 ton. Orang-orang Inggris menggunakan kebiasaan masyarakat China mengisap candu atau madat sebagai kesempatan untuk melemahkannya.

Pada masa Kekasiaran Tao Kwang era 1839-an, Komisaris Lin Tse-Hsu berusaha memusnahkan candu ilegal di Guangzhou.

Lin adalah pejabat jujur, ahli kaligrafi, filsuf, sekaligus seorang penyair. Ia terkenal atas konsistensi dan komitmen dalam menentang peredaran opium di Tiongkok.

Salah satu inti dan substansi pernyataan Lin yang dijadikan acuan dalam Perang Panah ialah, “Bahwa konsumsi opium selain akan menghabiskan kekayaan negara, juga membuat tak satupun lelaki mampu bertempur di medan perang!”

Sebagai komisaris tinggi, Lin Tse Hsu segera mengeluarkan kebijakan untuk memerintahkan kepada para saudagar asing agar menyerahkan candu untuk dibakar dan dimusnahkan.

Lin kemudian mengepung gudang tempat penyimpanan candu, yang  di dalamnya terdapat 300 pekerja. Pengepungan berlangsung selama 40 hari, para pekerja baru menyerah setelah menderita kelaparan.

Dalam buku “Sejarah Dan Peradaban Cina,” karya Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja disebutkan, pada tanggal 3 Juni 1839, Lin Tse Hsu memerintahkan pemusnahan lebih dari 1 juta kilogram candu yang dikirimkan kelompok saudagar dari Inggris yang diwakili Charles Elliot.

Selanjutnya, candu sebanyak 22.291 peti juga ditenggelamkan ke laut.
Lin kemudian memaksa Inggris agar menanda-tangani perjanjian untuk tidak menyelundupkan candu lagi.

Tidak hanya itu, pada akhir Juni 1839, Lin mengusir seluruh pejabat East India Company dari Kanton. Tindakan ini membuat Inggris merasa tersinggung. Sejak saat itu sikap konfrontatif dan permusuhan antara China dan Inggris mulai muncul.

Dalam perjalanannya, Inggris mulai mengirim kapal-kapal perang untuk mengancam pemerintah China dan mengepung pelabuhan. Mereka mendesak Inggris untuk membayar kompensasi atas tindakan-tindakannya. Namun, China menolak.

Dalam buku “Peperangan yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia,” yang ditulis  Samuel Willard Crompton tahun 2007 disebutkan, pada tanggal 4 September 1839 kapal perang Inggris yang dikirim dari India mulai menembaki kapal perang China tanpa memberikan peringatan terlebih dulu.

Perang tak dapat dihindari. China berusaha melawan serangan Inggris sebisa mungkin. Ini yang kemudian dikenal sebagai Perang Candu I yang berlangsung hingga 29 Agustus 1842.

Perang yang berlangsung selama dua tahun lebih ini sebagaian besar berlangsung di pantai dan di laut. Kapal-kapal Inggris yang lebih modern dari kapal-kapal China, membombardir pantai tenggara China.

Keunggulan persenjataan membuat armada Inggris dengan mudah menguasai kota-kota pelabuhan Xianggang (Hongkong), Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzho dan Shanghai. Pada Agustus 1842, dengan kekuatan 80 kapal perang, Inggris maju menuju Nanjing.

China terdesak. Kaisar Daoguang tidak menemukan jalan yang lebih baik selain menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah China juga dipaksa menyetujui Perjanjian Nanjing, yang isinya lebih banyak merugikan pihak China.

Isi Perjanjian Nanjing antara lain:

1. China menyewakan Xianggang (Hongkong) pada Inggris,

2. Pelabuhan-pelabuhan Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou, dan Shanghai harus dibuka bagi perdagangan dengan pihak Inggris.

3. Cina diwajibkan membayar kerugian perang sebesar 21 juta mata uang perak.

4. Memberikan hak istimewa bagi Inggris, serta membuka daerah khusus (ekstrateritorial) sebagai tempat tinggal warga Inggris.

5. Hubungan antara pejabat-pejabat Cina dan Inggris harus berdasarkan asas sama rata.

6. Inggris berhak mengangkat konsul di tiap-tiap pelabuhan yang dibuka bagi aktivitas perdagangan mereka.

Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842, sama sekali tidak menyelesaikan masalah, karena penyelundupan candu terus saja berlangsung walau secara resmi telah dilarang.

Perjanjian Nanjing membuat iri pihak Amerika dan Prancis. Mereka menuntut hak yang sama seperti Inggris. China terpaksa membuat perjanjian bilateral dengan keduanya.

Kemudian, dalam sejarahnya Perang Candu I berlanjut ke Perang Candu II dengan keterlibatan pihak Prancis.

Pada Perang Candu II (1856-1860), China tidak hanya membasmi peredaran candu. Lebih dari itu, China ingin melepaskan ketergantungan dari perdagangan Barat yang menyimpan keinginan melemahkan daya juang rakyat China lewat barang memabukkan itu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA