Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengurai bahwa dalam proses penegakkan hukum pidana terdapat dua fase yang harus dilakukan sebelum dilakukan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, yakni penyelidikan dan penyidikan.
"Penyelidikan itu fase menentukan apakah dari sebuah laporan dapat disimpulkan terjadi sebuah peristiwa pidana. Untuk itu, penyelidik harus mengumpulkan banyak keterangan dan informasi, dengan cara mengundang pihak-pihak terkait, termasuk calon tersangka," ucap Abdul Fickar Hadjar kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/5).
Pada fase penyelidikan, kata Abdul Fickar, masih bersifat sukarela karena bentuknya undangan dan belum projusticia.
"Siapapun yang diundang pada fase penyelidikan itu, termasuk Abu Janda masih bisa mengelak," kata Abdul Fickar.
Namun demikian, jika penyelidik sudah yakin bisa dilanjutkan ke fase penyidikan, maka penyidik akan mengumpulkan alat bukti dengan cara memanggil pihak terlapor. Pemanggilan ini bersifat memaksa karena sudah "projustisia", sudah memasuki ranah penegakan hukum.
Artinya, jika seseorang sudah dipanggil sebanyak dua kali dan tidak datang, maka akan dipanggil paksa.
“Jika memenuhi syarat penahanan, maka bisa juga langsung ditahan. Termasuk tidak terkecuali Abu Janda terhadapnya bisa dilakukan upaya paksa penangkapan dan dilanjutkan penahanan," pungkas Abdul Fickar.
Polisi telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Abu Janda terkait laporan ujaran kebencian pada Sabtu (30/5) kemarin. Namun, Abu Janda tak penuhi panggilan polisi.
Pemanggilan itu berkaitan dengan laporan dari Ikatan Advokat Muslim Indonesia (Ikami) ke Bareskrim Polri pada Desember 2019 kemarin.
Abu Janda dilaporkan lantaran diduga melakukan ujaran kebencian di media sosial dengan mengaitkan Islam dengan terorisme.