Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kematian Albagdadi Dan Perjuangan Umat Islam

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Selasa, 29 Oktober 2019, 15:23 WIB
Kematian Albagdadi Dan Perjuangan Umat Islam
Abu Bakar al-Baghdadi/Net
KEMATIAN orang nomor satu di ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi di tangan pasukan komando Amerika, dalam persembunyiannya di Desa Barisha, Provinsi Idlib, yang terletak di Barat Laut Suriah, mungkin saja menimbulkan beragam reaksi, dari yang mensyukurinya sampai yang menangisinya.

Meskipun demikian, fenomena ini tidak akan mudah untuk mengukur, berapa besar tingkat kegembiraan atau kesedihan dan berapa banyak kalangan umat yang bergembira dan bersedih atas kepergiannya, mengingat perasaan tersebut hanya akan berada di dalam hati dan tidak akan muncul ke permukaan.

Sejak munculnya ISIS yang sarat dengan konspirasi, dan al-Baghdadi sebagai tokoh utamanya, menurut banyak pihak sebagai tokoh yang misterius, dilatarbelakangi kepentingan politik negara-negara di Timur Tengah, yang melibatkan negara-negara besar di dunia, membuat kehadirannya penuh kontroversi.

Bagi masyarakat awam yang kurang pengetahuan, sangat mudah tergoda dengan janji-janji surga atau semangat jihad yang dikobarkannya. Sementara bagi mereka yang memahami perkembangan politik global, pada umumnya melihat fenomena ISIS sebagai serial sandiwara, setelah fenomena Al Qaida dengan tokohnya Oshama bin Ladin selesai.

Apakah serial ISIS ini akan berlanjut, atau akan muncul episode baru dengan judul dan tokoh baru, tidak mudah untuk ditebak mengingat banyaknya aktor dan kepentingan politik yang melingkupinya.

Bagi mereka yang memahami sejarah dan mengerti konstalasi politik global, pada umumnya melihat ketertinggalan dunia Islam terletak pada kualitas sumber daya manusianya, khususnya terkait dengan penguasaan terhadap perkembangan sain dan teknologi.

Karena itu, meskipun sebagian besar dunia Islam dikaruniai sumber daya alam yang sangat kaya, khususnya yang berupa minyak bumi dan gas alam. Karena rendahnya kualitas sumber daya manusianya, anugrah ini bukan saja tidak mampu dimanfaatkannya secara optimal, bahkan di sejumlah negara kekayaan itu justru menjadi sumber bencana.

Fenomena ini sebenarnya sudah terjadi sejak masa penjajahan Barat terhadap dunia Islam. Negara-negara Muslim bukan saja terus diadu-domba, dan tidak jarang sampai perang saudara tanpa kesudahan.

Pasca perang dunia ke-2, ketika negara-negara Muslim merdeka dan terbebas dari penjajahan fisik, kita sebenarnya memasuki era baru, berupa penjajahan politik dan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, maka senjata yang efektif bukanlah bedil, akan tetapi pena.

Karena itu medan perjuangannya berpindah ke universitas dan lembaga riset yang unggul, yang membuat setiap anak muslim mampu berkompetisi di segala bidang, baik di tingkat regional maupun global.

Masalahnya adalah jalan ke surga lewat jalur ini sulit dan berliku, karena itu janji surga melalui jalan pintas dan mudah seperti yang dijanjikan Al Qaida maupun ISIS tetap menarik dan laku dijual. Sampai kapan hal ini akan berlangsung? Wallahua'lam. rmol news logo article

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA