Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Homo Deus Versus Homo Robotic

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Rabu, 18 September 2019, 07:36 WIB
Homo Deus Versus Homo Robotic
Jaya Suprana/Net
SEBAGAI sedikit hasil yang sementara ini dapat disimpulkan dari upaya mempelajari makna kemanusiaan, saya meyakini kemanusiaan adalah mahkota peradaban. Kemanusiaan seharusnya merupakan tujuan utama dari apa pun yang dilakukan setiap insan manusia pada masa kehidupan masing-masing. Sikap dan perilaku manusia yang tidak berorientasi pada kemanusiaan pada hakikatnya kurang layak disebut sebagai peradaban.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
 
Perangkap

Akibat tidak ingin terjebak perangkap daftar best-sellers, semula saya sengaja tidak membaca buku Homo Deus karya mahaguru Hebrew University di Jerusalem, Yuval Noah Harari yang sempat menghebohkan The New York Times, The Guardian, The Economist, The New Yorker, Financial Times sehingga serentak menganugrahkan review gilang-gemilang bagi buku andaikatamologis tersebut.

Bahkan majalah Time memasukkan Homo Deus ke daftar 10 buku paling laris tahun 2017. Ditambah Harari warga Israel maka sebagai pendukung perjuangan bangsa Palestina, saya makin tidak ingin membaca tulisannya. Namun akhirnya saya membaca buku yang sudah lama saya hindari itu. Dari apa yang saya baca pada Homo Deus, saya merasa wajib menghargai sang penulis sebagai manusia yang menghargai kemanusiaan.

Homo Deus

Di dalam Homo Deus, Harari mengajak kita semua menyadari bahwa sejak revolusi bahasa verbal sekitar 70.000 tahun yang lalu, manusia hidup di dalam “kenyataan intersubjektif” semisal negara, bangsa, agama, perusahaan, kekuasaan yang semuanya memungkinkan kesaling-terkaitan fleksibel skala besar antara para insan dan kelompok manusia.

Homo sapiens membedakan diri dari satwa dan puspa berkat kemampuan manusia untuk memercayai konstruksi intersubjektif yang hadir pada pemikiran manusia dan memberikan daya melalui keyakinan kolektif seperti mashab, paham, ideologi atau agama.

Kemampuan homo sapiens memberi makna bagi perilaku dan pemikiran mereka potensial memungkinkan pencapaian peradaban yang mustahil dicapai satwa dan puspa. Secara andaikatamologis ke masa depan, Harari menengarai humanisme merupakan suatu bentuk keyakinan spiritual yang memuliakan kemanusiaan. Terkesan Yuval Noah Harari berupaya melanjutkan pemikiran humanisme Desiderius Eramus.

Kemanusiaan

Melalui Homo Deus sebagai lanjutan evolusi Homo Sapiens, Yuval Noah Harari menempatkan kemanusiaan pada jenjang tertinggi peradaban. Tata krama dan nilai kemanusiaan digali lebih dari sumber internal yaitu lubuk sanubari setiap insan manusia ketimbang dari sumber eksternal seperti misalnya algoritma kecerdasan artifisial.

Pada abad XXI, secara andaikatalogis dapat diharapkan bahwa semangat Homo Deus akan mendorong umat manusia untuk lebih berupaya mencari makna kehidupan yang sebenarnya. Namun di sisi lain, Harari menguatirkan teknologi Artificial Intelligence yang mengutamakan kecerdasan artifisial justru menggerogoti kecerdasan spiritual manusia sehingga melemahkan ikhtiar manusia mencari makna kehidupan.

Maka pada bagian akhir Homo Deus, terungkap gejala kekuatiran bahwa algoritma dan apa yang disebut sebagai Artificial Intelligence justru potensial mengarahkan evolusi Homo Sapiens melenceng ke apa yang saya istilahkan sebagai Homo Robotic.

Harari menutup buku Homo Deus dengan sebuah kalimat pertanyaan andaikatamologis beraroma gelisah campur horror akibat gejala pemberhalaan kecerdasan artifisial, "What will happen to society, politics and daily life when non-conscious but highly intelligent algorithms know us better than we know ourselves?" rmol news logo article

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA