Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Daftar Pemilih Tetap Lagi-lagi Dianggap Bermasalah

Selasa, 16 April 2019, 10:47 WIB
Daftar Pemilih Tetap Lagi-lagi Dianggap Bermasalah
Foto/Net
rmol news logo Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto- Sandiaga Uno kembali mempersoal­kan kejanggalan terkait data pemilih tetap (DPT) yang bermasalah.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Seperti diketahui, Tim BPN Prabowo-Sandi telah mengajukan 17,5 juta DPT bermasalah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu diungkapkan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi­aga, Riza Patria di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta Selatan, Minggu lalu.

Total, ada tiga tanggal kelahiran yang dianggap tak wajar oleh tim IT BPN, pertama 1 Juli sebanyak 9,8 juta, tanggal 31 Desem­ber sebanyak 5,3 juta, dan 1 Januari 2,3 juta. Jumlah tersebut dianggap tidak wajar kar­ena pada hari lainnya, seper ti 2 Juli datanya hanya 520 ribu. Perbedaan jumlahnya yang terlampau besar, membuat data itu dianggap tak wajar.

Selain kejanggalan pada tanggal tersebut, BPN juga menemukan adanya data bermasalah lainnya. Riza Patria juga mengungkapkan, adanya data lebih dari 300 ribu orang pemilih yang berumur di atas 90 tahun. Kemudian, ada yang berumur di bawah 17 tahun sampai 20.475 orang di DPT.

Menurut dia, terhadap temuan DPT ber­masalah itu, KPU mengakui dan telah merespon baik. Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, KPU berupaya melakukan perbaikan. Dari data yang disampaikan ke KPU untuk diperbaiki, ada 470.331 yang dicoret karena ganda atau sudah meninggal dan lain-lain.

Lantas, bagaiamana kelanjutan perbaikan data DPT bermasalah yang dilaporkan BPN tersebut? Apakah KPU sudah menemukan lagi data yang bermasalah? Apakah masalah DPT ini sudah diselesaikan? Bagiamana pula pandangan pengamat pemilu atas temuan BPN ini? Berikut penuturan lengkapnya.

Arief Budiman: DPT Yang Invalid Sudah Diselesaikan


Salah satu tim calon presiden-wakil presiden menyatakan, masih ada Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mengalami masalah. Bahkan, men­capai 17,5 juta... Terkait dengan DPT, seluruh lapo­ran sudah kita tindaklanjuti.

Semuanya sudah ditindaklan­juti?
Iya, termasuk laporan dugaan in­valid yang seringkali angkanya 17,5 juta itu. Bahkan, hingga hari Minggu kemarin yang menghadirkan peserta pemilunya.

Siapa saja itu?
Ada perwakilan dari TKN 01 dan BPN 02. Jadi, untuk dugaan invalid ini, sudah kita selesaikan. Kemudian, yang perlu kita tegaskan adalah, bahwa setiap pemilih hanya dapat menggunakan haknya satu kali.

Langkah KPU agar pemilih hanya bisa memilih satu kali ba­gaimana?

Nah, untuk mengontrol hanya memilih satu kali, setiap orang da­tang akan dicek, ada di DPT atau tidak, ada di dalam DPTb atau tidak. Jika tidak ada dalam DPT dan DPTb (Daftar Pemilih Tambahan), maka dia masuk dalam kategori DPK (Daftar Pemilih Khusus). Ketika dia masuk dalam bilik suara, mereka hanya boleh menggunakan haknya untuk mendapatkan lima surat suara, juga satu kali dan surat surat suara yang diberikan adalah surat suara yang sah bisa digunakan di TPS.

Langkah lainnya?
Jadi, surat suara yang diproduksi oleh KPU dan surat suara tersebut ditandatangani oleh Ketua KPPS di situ. Terus yang menggunakan hak pilihnya juga memasukkan surat su­aranya ke kotak suara, terus jarinya dicelupkan tinta. Jadi, ini untuk mengontrol bahwa setiap pemilih hanya bisa menggunakan hak pilih­nya sekali.

Kalau masih terdapat nama di DPT, tetapi orang terse­but sudah tidak berada di TPS tersebut?
Jika masih terdapat, misalnya dia mening­gal dunia atau tidak memenuhi syarat, maka akan diberi­kan tandanya di daftar terse­but.

Apakah data pemilih yang diang­gap masih bermasalah itu, tidak dikhawatirkan kena serangan hacker?
Kita sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, salah satunya den­gan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). Terkait detail, cara, mungkin bisa dijelaskan oleh BSSN.

Terus, bagaimana dengan batasan waktu untuk memilih yang hingga saat ini masih diperdebatkan?
Ada tiga pihak yang harus tahu betul tentang regulasi ini. Pertama penyelenggara Pemilu, tentu KPU, Bawaslu beserta jajarannya hingga paling bawah. Kedua, peserta Pemilu, karena bisa saja saksi-saksi yang dikirim ke setiap TPS mengajukan keberatan, protes dan lainnya. Yang ketiga adalah pemilih itu sendiri, jadi pemilih juga harus paham bagaimana regulasi penggunaan hak konstitu­sional mereka saat di TPS.

Waktu konkretnya?

Di mulai dari pukul 06.00 untuk kesiapan penyelenggaraan Pemilu di TPS. Pukul 07.00 sampai 13.00, adalah waktu yang diberikan untuk proses pemungutan suara. Dalam hal hingga pukul 13.00 masih terdaftar antrean, maka orang-orang yang su­dah hadir sebelum pukul 13.00 itu harus tetap dilayani haknya. Jadi kira-kira kalau teman-teman pergi ke restoran itu last minute, sebelum pukul 13.00. Itu tetap boleh makan, tetapi orang-orang yang antre tetap harus dilayani hingga selesai.

Bagaimana jika setelah pukul 13.00 ada yang baru datang?

Itu nggak boleh. Tetapi, yang sudah datang hingga pada pukul 13.00, meskipun antriannya panjang, mereka harus dilayani semua. Misalnya di Hongkong, hingga batas waktu yang ditentukan maka pendaftaran ditu­tup dan hanya melayani yang sudah masuk antrian. Tetapi setelah itu ada yang datang lagi, nah ini yang menu­rut peraturan tidak boleh.

Usep Hasan Sadikin: Undang-undang Yang Sekarang Lebih Saklek

Bagaimana pandangan Perludem mengenai temuan BPN tersebut?

Pertama, kalau soal masih ada warga yang memiliki hak pilih dan tidak terdaftar di DPT, memang sangat mungkin. Karena aturan di Undang-Undang Pemilu tahun 2017 itu berbeda, dengan aturan yang digu­nakan pada pemilu sebelumnya.

Perbedaannya apa?

Undang-undang yang baru, lebih rigid ya, dia lebih saklek dalam me­maknai apa itu warga yang bisa memi­lih. Karena harus ada KTP elektronik, meskipun di sini juga bisa pakai surat keterangan (suket) dari Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil (Disdukcapil), sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua?
Yang kedua, undang-undang ini juga saklek dalam mengatur soal pindah memilih, yaitu pada h-7. Batasan waktu ini dimaknai, hanya mereka yang bekerja di sektor formal saja yang diperhitungkan. Pekerja yang di sektor informal, tidak bisa difasilitasi. Dengan demikian, ke­mungkinan untuk tidak terdata itu memang lebih besar, dari pada saat pemilu sebelumnya.

Soal 17,5 juta DPT invalid?

Soal kemudian jumlahnya sampai 17,5 juta, seperti yang disampaikan oleh teman-teman dari BPN, ya mer­eka perlu membuktikan 17,5 juta ini siapa saja dan dimana saja.

Kenapa pada waktu perbaikan data pemilih terakhir, yaitu pada saat perbaikan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan (DPTHP) ke-3, teman-teman BPN tidak mengutarakan soal ini. Tetapi pada dasarnya, permasala­han hak pilih itu memang prinsipil, itu persoalan hak konstitusional, dan bagian dari hak asasi manusia.

Ada potensi gugatan ya?

Siapapun bisa menjadikan per­masalahan ini untuk menggugat pe­nyelenggara pemilu, mengenai belum terlayaninya warga yang memiliki hak pilih. Baik itu peserta pemilu, maupun warga lainnya.

Jika jumlahnya kecil?

Karena hak pilih ini dijamin oleh hak asasi manusia, besar jumlah­nya tidak harus jadi pertimbangan, mengingat ini adalah persoalan yang prinsipil.

Siapapun yang merasa tidak menda­patkan haknya, itu bisa menggugat penyelenggara pemilu, jadi nggak cuma peserta pemilu atau BPN.

KPU terus melakukan perbaikan data. Apa mungkin masih ada data bermasalah sebanyak itu?

Ya itu tadi, pertama karena kon­struksi undang-undang untuk Pemilu 2019 ini terlalu saklek mendefinisi­kan apa yang dimaksud hak pilih. Undang-undangnya terlalu kaku, ter­lalu prosedural dalam mengatur hal itu. Jadi, persoalan administratif menjadi dasar, bagi warga yang memiliki hak pilih namun tidak masuk ke DPT. Konstruksi undang-undangnya berbeda dengan Pemilu 2014.

Waktu 2014 bagaimana?
Saat itu KPU diberikan ban­yak kewenangan untuk me­layani hak pilih warga. Dulu ada yang namanya daftar pemilih khusus (DPK), dimana pengertiannya tidak kayak seka­rang. DPK itu pengertiannya adalah orang yang tidak terdaftar di DPT, dia dibuatkan DPK itu. Kalau sekarang kan, DPK itu untuk pemilih yang mencoblos pada satu jam terakhir.

Dulu nggak begitu. Dulu, DPK itu untuk warga yang punya hak, syarat untuk memilih sudah ada, tapi namanya nggak masuk ke DPT, maka dibikin itu DPK. Waktu pelak­sanaan hak pilihnya sama, jam 7 pagi sampai jam 1 siang. Jumlah surat suaranya juga sama.

Bagaimana dengan daftar pemi­lih tambahan, dulu?
Iya, ada juga yang namanya daftar pemilih tambahan. Daftar pemilih tambahan adalah untuk warga yang nggak masuk DPT dan DPK. Jadi di­lengkapi lagi daftar pemilihnya. Lalu ada juga yang namanya daftar pemilih khusus tambahan. Nah, daftar pemilu khusus tambahan ini, yang sekarang pengertiannya kayak DPK.

Data yang disampaikan BPN itu, mungkin saja betul karena UU me­mungkinkan terjadinya hal itu ya?

Iya, undang-undang yang sekarang terlalu membatasi pengertian daftar pemilih, dan menutup upaya KPU se­bagai penyelenggara pemilu untuk melakukan terobosan dalam melayani hak pilih. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA