Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya EngÂkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ibrahim/14:36). Dan (ingatlah) di wakÂtu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhaÂla sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (Q.S. al-An'am/6:74).
Setelah Nabi Ibrahim berusaha memperÂtanyakan keberadaan berhala-berhala di zamannya, lalu ia dijawab itu tradisi nenek moyong secara turun temurun, Anda tidak perlu mengusili kebiasaan kami. MendengarÂkan penjelasan seperti itu, anak muda sang idialis membuat langkah progresif dengan melakukan sesuatu, sebagaimana digamÂbarkan dalam ayat berikut ini:
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepaÂdanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim". Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?". Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukanÂnya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". (Q.S. al- Anbiya'/21:58-63).
Ketika patung-patung mereka dihancurkan Nabi Ibrahim tetap memperlihatkan ketenanÂgannya keyika ia ditanya Raja tentang siaÂpa yang melakukan penghancuran berhala mereka. Ia menjawab dengan tenang tuduÂhan Raja dan kalangan masyarakat dengan penuh diplomasi yang membuat masyarakat tidak percaya jika Nabi Ibrahim menjaÂdi pelaku tunggalnya. Jawabannya ialah: : "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Bahasa diplomasi ini menyelamatkan Nabi Ibrahim dari amarah raja dan rakyatnya. SeÂandainya ia dengan lugu menyatakan "aku yang merusaknya" mungkin saat itu juga ia akan dibunuh. Akan tetapi tujuan mulia yang diemban Nabi Ibrahim tidak boleh dilaksanÂakan secara emosi tanpa perhitungan, sehÂingga Nabi Ibrahim secara spontan menyataÂkan pernyataan itu. Nabi Ibrahim mengelabui Raja dan warganya dengan pernyataan itu lalu difahami yang membatat berhala-berhÂala itu ialah berhala yang paling besar yang sudah digantingi kapak besar.