Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (29)

Tidak Berlebihan Dalam Beragama

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 26 Februari 2019, 08:44 WIB
Tidak Berlebihan Dalam Beragama
Nasaruddin Umar/Net
AL- QUR'AN tidak hanya mengatur etika antar umat manusia, tetapi internal ma­nusia pun juga ada etikan­ya. Setiap orang tidak dibe­narkan mendhalimi dirinya sendiri. Al-Qur'an menegas­kan: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah/2:195). Dalam beribadah pun Allah Swt melarang hambanya melampaui batas se­bagaimana ditegaskan dalam ayat: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar." (Q.S. al- Nisa/4:171). "Telah dilaknati orang-orang ka­fir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas." (Q.S. al-Maidah/5:78).

Suatu ketika Rasulullah didatangi seorang sa­habat Nabi dengan mengatakan, al-hamdulillah saya sudah lama tidak lagi makan siang. Ra­sulullah bertanya kenapa? Maka ia menjawab karena berpuasa sepanjang hari. Rasulullah bukannya memberikan apresiasi positif tetapi marah dengan mengatakan, aku Nabi tetapi masih memberi hak terhadap anggota badan untuk makan. Dalam hadis lain Rasulullah me­minta sahabat-sahabatnya cukup dengan pua­sa Daud atau puasa Senin-Kamis.

Tidak lama kemudian datang lagi se­orang sahabat kepadanya dan menyampai­kan kepada Rasulullah, al-hamdulillah, su­dah lama saya tidak tidur malam. Rasulullah bertanya kenapa? Sahabat itu menjawab, malam-malam aku gunakan shalat sepan­jang malam. Rasulullah menjawab dengan agak kesal dengan mengatakan, saya ini Nabi tetapi tetap memberikan hak-hak badan saya untuk tidur.

Sahabat lain datang lagi menyampaikan kepada Rasulullah kalau dirinya sudah tidak pernah lagi berhubungan suami-istri. Rasu­lullah bertanya kenapa? Lalu menjawab ha­bis waktu saya untuk beribadah dan mem­bersihkan diri. Rasulullah menanggapinya dengan agak marah, saya ini Nabi tetapi masih tetap memberikan hak-hak kepada is­tri-istri saya.

Dialog Rasulullah dengan sahabat-sa­habatnya sebagaimana dijelaskan di atas menunjukkan, beribadah sekalipun jika ber­lebihan juga tidak baik. Segala sesuatu yang berlebihan (al-ghuluw) adalah tidak baik. Rasulullah pernah bersabda: "Sebaik-baik urusan ialah yang dilakukan dengan biasa-bisa atau sedang-sedang saja, sekalipun itu sedikit". Apalagi perbuatan yang memper­atasnamakan Islam dengan cara-cara kek­erasan, seperti pengeboman dan penyan­deraan (tasyaddud), samasekali tidak ada tempatnya di dalam agama.

Beragama secara berlebih-lebihan tidak sejalan dengan tujuan ibadah, yaitu untuk mewujudkan ketenangan, ketenteraman, ke­damaian, dan kebahagiaan. Itulah sebabnya para ulama menetapkan kaedah: Al-Ashlu fi al-'ibadah al-haram illa ma dalla 'ala jawazih (pada dasarnya semua ibadah itu haram ke­cuali yang ada dalil khusus yang membenar­kannya).

Ukuran baik atau buruknya seseorang tidak diukur oleh berlebih-lebihannya seseorang dalam menjalankan ibadah, melainkan secara wajar menjalankan keseimbangan di dalam hidupnya. Rasulullah pernah mengatakan: Khairun nas anfa'uhum lin nas (sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi sesa­manya). Dalam Al-Qur'an surah al-Ma'un leb­ih tegas lagi menyatakan, orang-orang yang beragama secara palsu atau kamuflase ialah mereka yang tidak care dengan anak-anak yatim dan fakir miskin.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA