Di Indonesia sendiri jilbab mulai populer sebagai pakaian penutup kepala sejak tahun 1980-an, terutama setelah revolusi Islam di Iran. Seperti diketahui, pemerintahan Reza Pahlevi yang pernah dikenal sebagai boneÂka Amerika Serikat digulingkan oleh kekuatan people power yang dipimpin oleh Ayutullah Ruhullah Khomeini. Salahsatu simbol perlawaÂnan rakyat saat itu ialah gerakan jilbab hitam (
the black hijab movement). Dunia Islam sepÂerti tersihir dengan kemenangan gemilang yang dilakukan oleh simpatisan Ayatollah Khomeini. Dampaknya bukan hanya di Iran tetapi di negÂara-negara mayoritas muslim pun sangat berÂpengaruh. Pemerintah sekuler yang berkuasa di negara-negara mayoritas muslim serta merta memberikan toleransi terhadap busana musliÂmah. Banyak sekolah yang tadinya melarang jilbab tiba-tiba dibolehkan. Ini dilakukan rezim pemerintah agar revolusi Islam Iran tidak berÂpengaruh di negerinya.
Dalam Encyclopedi Islam jenis-jenis pakaian muslimah tidak kurang dari 100 macam. Namun yang penting ditelusuri jenis dan pengertian beÂberapa istilah penutup kepala perempuan pada masa Nabi. Untuk melacak istilah tersebut kita perlu melihat penggunaan istilah-istilah itu di daÂlam syair-syair Jahiliyah. Koleksi syair klassik seperti Diwan
'Antara ibn Shaddaq dan MuÂfadldlaliyyat, dapat ditemukan sejumlah pakaian perempuan sebagai berikut: burqu', kain transparan atau perhiasan perak yang menutuÂpi bagian muka kescuali dua bola mata; niqab, kain halus yang menutupi bagian hidung dan mulut;
miqna'ah, kerudung mini yang menutupi kepala; qina', kerudung lebih lebar; litsam atau nishaf, kerudung lebih panjang atau selendang; khimar, istilah generik untuk semua pakaian penutup kepala dan leher; jilbab, pakaian luar seperti dijelaskan di atas.
Jilbab bukan lagi fenomena kelompok santri atau kelompok marginal tertentu, tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat. Tidak sedikit pengguna jilbab bertugas di
front office kantor-kantor eksekutif, dan jilbab tidak lagi berkontradiksi dengan tempat dan suasana khusus, seperti tempat hiburan dan pesta. Tidak sedikit jumlah artis dan public figur menggemari dan menggunakannya. Butik busana muslimah ikut serta menghiasi sudut-sudut ekslusif mal dan lobi-lobi hotel. Konon, jilbab salahsatu koÂmoditi eksor-impor semakin berkembang.
Apakah fenomena ini sebatas trend yang puÂnya jangka waktu tertentu, atau lahir dari sebuah kesadaran kolektif keagamaan. Murnikah itu sebagai sebuah kesadaran agama yang tumÂbuh dari bawah, atau lahir sebagai fenomena paternalistik, banyak kelompok atas dan selebÂriti menggunakannya kemudian menjadi ikutan bagi lainnya.
(Bersambung).