Silaturrahim tidak dipilah dan dibedakan oleh atribut-atribut primordial manusia, seperti agama, ras, etnik, suku-bangsa, negara, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, dan lain sebagainÂya. Al-Qur’an menegaskan: "Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak cucu Adam" (Q.S. al- Isra’/17:70). Tuhan tidak menggunakan redaksi "Allah memuliakan orang-orang Islam" (
wa laqad karramna al-muslimun). Ini artinya siapapun seÂbagai anak cucu Adam wajib dihormati sebagai manusia. Al-Qur'an juga menggagas konsep "ukhuwah imaniyah", persaudaraan orang-orang yang berkeimanan. Al-Qur’an mengatakan: "SeÂsungguhnya orang-orang mukmin adalah berÂsaudara karena itu damaikanlah saudaramu" (Q.S. al-Hujurat/49:10). Tuhan tidak mengataÂkan "sesungguhnya orang-orang Islam itu berÂsaudara" (
innamal muslimin ikhwah). Ini artinya pengakuan terhadap orang-orang yang beriman. Soal keimanannya itu benar atau salah adalah persoalan lain dan itu lebih merupakan urusan Allah Swt. Al-Qur'an menegaskan: "SesungguhÂnya yang paling mulia di antara kamu di sisi AlÂlah ialah orang yang paling bertaqwa di anatara kamu" (Q.S. al-Hujurat/49:13).
Sehubungan dengan ini, menarik untuk diÂhayati kedalaman dan keluasan wawasan tokoh-tokoh NU yang pernah menggagas sinergi tiga konsep ukhuwah yang hidup di dalam wadah NKRI, yaitu persaudaraan kemanusiaan (
ukhuÂwah basyariyah), persaudaraan kebangsaan (
ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan keisÂlaman (ukhuwah islamiyah). Tidak boleh atas nama salahsatu konsep ukhuwah digunakan unÂtuk merusak tatanan ukhuwah yang sudah maÂpan. Allah Swt dengan tegas mengatakan: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berÂlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memÂerangimu karena agama dan tidak (pula) menÂgusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. SesÂungguhnya Allah hanya melarang kamu menÂjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadiÂkan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (Q.S. al-Mumtahinah/60: 7-8). Nabi juga pernah menegaskan: "Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menÂjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau meleceÂhkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian" (HR. Bukhari- Muslim).
Ada hadis shahih riwayat Bukhari dan MusÂlim menceritakan, Nabi memerintahkan untuk menshalat gaibkan sahabat Nabi, yaitu Raja Najasy ketika sampai kabar kematian kepadanÂya. Sahabat pun melakukan shalat gaib dengan empat kali takbir di masjid dan mendoakannya (HR Bukhari No. 3880-3881). Riwayat dari jalur Imam Muslim juga hampir sama redaksinya.