"Menolak permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diwakili oleh H. Djan Farid dan H.R Achmad Dimyati Kusumah," begitu bunyi petikan putusan tersebut. Bagaimana tanggapan kedua kubu terkait putusan ini? Apakah putusan ini bisa jadi pintu islah sesesungÂguhnya bagi partai berlambang ka'bah itu?
Humphrey Djemat: Walaupun Langit Runtuh, Keadilan Harus Ditegakkan
Apa tanggapan Anda terhadap Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali kubu Anda lewat putusan PK Nomor 182 PK/TUN/2018? Jika ditelisik, putusan Mahkamah Agung (MA) itu sesuai dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 79 PK/Pdt.Sus-Parpol/2016. Yang mana dalam pertimbangannya, majelis hakim saat itu menganggap mengesahkan PPP versi Muktamar Jakarta.
Pertimbangannya bahwa perselisihan PPP adalah perselisihan mengenai muktamar dan oleh karÂenanya harus dikembalikan sesuai dengan amanat mahkamah partai, yang mana Muktamar Jakarta sebagai satu-satunya muktamar yang telah diÂlaksanakan sesuai dengan keputusan mahkamah partai.
Kubu Romy mengklaim, justru dengan putusan ini, PPP Muktamar Jakarta sudah tak punya jalan lain merebut kepengurusan PPP. Bagaimana tanggapan Anda terkait ini? Putusan PK Nomor 182 faktanya hingga saat ini tidak pernah ada yang memberikan keabsahan keÂpada PPP Rommy atau Muktamar Pondok Gede. Bahkan dalam seluruh perkara pengadilan yang berlangsung antara PPP Muktamar Jakarta denÂgan PPP Muktamar Pondok Gede, baik dalam lingkup perdata, Tata Usaha Negara (TUN) maupun Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebaliknya, justru PPP Muktamar Jakarta lah yang pernah dinyatakan sah oleh Putusan Mahkamah Agung yang inkracht, yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 601 yang menyatakan keabsahan Muktamar Jakarta dan putuÂsan Mahkamah Agung Nomor 504 yang membatalkan SK Menkum HAM terhadap kubu Romy, namun keduanya tidak dihiraukan oleh pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM dengan berbagai alasan yang dipaksakan.
Apa Anda menilai ada interÂvensi pemerintah soal kisruh kepengurusan PPP ini? Dengan melihat putusan PK itu, terbukti bahwa perselisiÂhan PPP tidak luput dari intervensi pemerintah. Meskipun setiap kemeÂnangan PPP Muktamar Jakarta di pengadilan seÂcara de facto tidak pernah terwujud akibat berhadaÂpan dengan pemerintah yang tidak patuh hukum.
Kata Sekjen PPP Kubu Rommy, peÂluang kubu Anda sudah habis. Setelah ini apa yang akan Anda lakukan?
Silakan saja berpendapat begitu. Publik akan melihat bahwa PPP Muktamar Jakarta sesungguhnya tidak berhadapan dengan PPP Rommy, melainkan berhadapan dengan penÂguasa yang lalim. Namun dipastikan tekad dan perjuangan demi menÂemukan keadilan tidak akan pernah berhenti. Fiat Justitia Ruat Caelum atau keadilan tetap harus ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.
Arsul Sani: Kami Akan Pidanakan Kami Sudah Bersabar Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) Kubu Djan Faridz lewat Putusan PK Nomor 182 PK/TUN/2018, tanggaÂpan Anda? Perkara yang diputus Mahkamah Agung (MA) itu adalah perkara teraÂkhir dari serangkaian perkara yang diajuÂkan oleh Djan Faridz Cs di berbagai jalur peradilan.
Saya mencatat, gugatan yang diajukan mereka lewat Mahkamah Konstitusi (MK) empat perkara, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dua perkara, dan Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN) Jakarta sekitar enam perkara. Alhamdulillah, tidak ada satuÂpun gugatan Djan Faridz Cs baik di jalur MK maupun lembaga peradilan di bawah MA yang hasil akhirnya dikabulkan.
Apa arti putusan ini bagi kubu PPP kubu Anda? Penolakan Mahkamah Agung atas permohonan PK Djan Faridz terseÂbut bukan sesuatu yang luar biasa bagi kami. Secara hukum, sudah kami analisis bahwa PK itu tidak lain dari upaya hukum mengada-ada dan hanya untuk menunjukkan kepada publik bahwa mereka masih ada dan terus berjuang di jalur hukum.
Meskipun bukti baru yang mereka pakai untuk PK ya dokumen "ecek-ecek" yang memang kemudian dalam pertimbangan hakim agung yang memutus, dokumen itu disÂebut novum yang tidak memenuhi syarat
Setelah ada keputusan ini, bagaimana nasib kubu Djan Faridz Cs? Dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) maka sudah tidak tersisa satuÂpun gugatan Djan Faridz yang masih ada di pengadilan. Semua gugatan tersebut tertolak.
Kemudian secara hukum, PK merupakan upaya hukum luar biasa terakhir. Mestinya sudah tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan.
Artinya, seharusnya tak ada lagi yang menyebut PPP Kubu Jakarta atau Kubu Djan Faridz? Ya betul. Apalagi yang menamaÂkan diri sebagai DPP PPP Muktamar Jakarta itu kan sudah "bubar". Djan Faridz yang mengklaim sebagai Ketua Umum sudah mengundurkan diri. Dimyati Natakusuma yang menyebut diri sebagi Sekjen sudah pindah ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Malah jadi calon anggota legislatif DPR RI dari PKS.
Makanya harusnya tak ada lagi istilah PPP Kubu Djan Faridz atau PPP kubu Muktamar Jakarta, karena tidak ada satupun legalitas yang menÂdukung mereka, baik berupa putusan akhir MA maupun Surat Keputusan Menkumham.
Seletah ini apa yang akan kubu Anda lakukan jika kubu Muktamar Jakarta terus melakukan perlawaÂnan? Kami akan melangkah ke ranah huÂkum pidana atas ulah-ulah Humphrey Djemat Cs dari kubu Djan Faridz yang masih melakukan kegiatan-kegiatan dengan nama PPP. Pasca Tahun baru kami akan pidana mereka yang masih menyebut diri sebagai DPP, apalagi bilang sebagai Ketua Umum atau Sekjen. Kesabaran dan toleransi kami sudah habis. Apalagi mereka cuma segelintir orang yang tidak jelas rekam jejaknya di PPP.
Apakah ada pintu lain selain upaya hukum? Kami memberi kesempatan keÂpada Humphrey Djemat Cs untuk meminta maaf atas ulah-ulahnya selama ini.
Tetapi, permintaan maaf itu melalui upaya hukum. Kami akan pidanakan dulu. Jika dalam prosÂesnya nanti mereka menyesali dan mengakui kesalahan ya tentu atas dasar kemanusiaan dan persahaÂbatan kami akan pertimbangkan untuk mencabutnya. Jika terus saja berulah, terpaksa kami jalankan terus proses hukum agar mereka berhenti berulah. ***
BERITA TERKAIT: