Dunia Astronomi atau Ilmu Falak harus berÂterima kasih kepada dunia Islam. Peletak dasar-dasar astronomi modern yang kemudiÂan berkembang pesat sesudahnya hingga saat ini berkat kegigihan ilmuan Islam, khususnya di dalam zaman pemerintahan Kerajaan UmÂaiyah dan Abbasiah. Nama-nama astronom terbesar di zaman Umaiyah antara lain Khalid bin Yazid Al-Amawi, yang juga dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan (w.85H). Ia dianggap orang pertama yang menerjemahkan buku-buku termasuk buku-buku ilmu perbintangan pada pertengahan kurun ke-4 Hijrah. Di zaman pemerintahan kerajaan Abbasiah, dikenal juga nama yang amat popular dalam bidang astronoÂmi, yaitu Khalifah Abu Jaffar al-Mansur, khalifah pertama yang memberi perhatian kepada kajiÂan astronomi. Ia menganggarkan biaya peneÂlitian dalam bidang astronomi sangat besar. Ia menggunakan bagian dari istana sebagai laboÂratorium dan dikumpulkan para ilmuan astronoÂmi untuk bekerja di dalamnya dengan upah yang besar. Ia mengangkat Naubakh sebagai pimpinan proyek ini. Mereka semua melakukan penelitian mendalam, termasuk mempelajari warisan ilmiah bidang yang sama yang pernah dikembangkan di Yunani, Parsi, dan India.
Perkembangan berikutnya semakin canggih lagi, terutama dengan tampilnya Mohammad Al-Fazari, sebagai orang Islam yang pertama yang menemukan astrolube (jam matahari unÂtuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis, yang kemudian dijadikan buku rujukan utama dalam bidang astrolabe di sejumlah universitas di Eropa. Selain karya Al-Fazari, masih ada sejumlah tokoh ilmuan astronomi dan karya-karyanya menghiasi perÂpustakaan universitas-universitas Eropa, ketika itu Amerika Serikat belum lahir. Di antara tokoh itu ialah Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (ZaÂman Abbasiyah).
Kota Baghdad sendiri telah didirikan sebuah observatorium di zaman Al-Makmun. Di zaman Al-Makmun juga telah didirikan sebuah obserÂvatorium yang digunakan untuk mengukur daya dan kekuatan cahaya matahari. Semakin banÂyak lagi observatorium di dirikan di beberapa tempat dengan spesifikasinya masing-masing, seperti observatorium di Bukit Gaisun di DamÂaskus, untuk mengamati equinox, gerhana binÂtang berekor (comet) dan berbagai fenomena langit lainnya. Kota Bangdad dan Damaskus tampil sebagai kota sains yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan.
Puncak kejayaan astronomi di dalam dunÂia Islam ditandai dengan tampilnya Al-Battani (w.930M/317H) yang mengembangkan penelitian yang bukunya menjadi sangat tersohor di Eropa setelah diterjemahkan oleh Nallino pada tahun 1903M. Karya Al-Battani inilah yang mengispiraÂsi penemuan jam dinding dan jam tangan seperti yang ada saat ini. Al-Battani juga yang menemuÂkan secara pasti setahun sama dengan 356 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.