Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Membaca Trend Globalisasi (11)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Memperkenalkan Dunia Astrolabe

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Sabtu, 15 Desember 2018, 10:10 WIB
Nasaruddin Umar/Net
SATU persatu temuan il­muan Islam mengglobal. Satu lagi di antaranya ialah pengembangan dunia As­trolabe. Sesungguhnya As­trolabe hampir sama bidang kajiannya dengan astrono­mi. Hanya saja astrolabe lebih spesifik dan dapat dika­takan bagian dari astronomi dalam arti umum. Astrolabe adalah penguku­ran secara spesifik dengan menggunakan sys­tem peralatan tertentu di dalam menyelesaikan problem yang berhubungan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang. Dengan kecang­gihan ilmu computer sekarang ini maka dunia astrolabe semakin canggih. Sekarang sudah dapat ditemukan berbagai program Astrolabe, termasuk yang paling canggih saat ini Astrolabe Planispheris.

Astrolabe yang paling pertama dibuat pada 1.500 tahun lalu oleh ilmuan Islam. Keitika dun­ia Islam menguasai Andalusia (Spanyol) sekitar abad ke-12 M, sudah ditemukan tidak kurang dari 800 Astrolabe dengan tingkat akurasi yang tinggi. Berbagai spesifik Astrolabe sudah digunakan di sejumlah laboratorium, bukan hanya untuk keper­luan mengajar tetapi juga untuk kebutuhan prak­tis, misalnya untuk melihat dan menganalisis ben­da-benda langit guna keperluan penentuan waktu dan selanjutnya untuk kepentingan pertanian, pe­layaran, dan penentuan musim. Astrolabe juga sering juga digunakan untuk kepentingan astrolo­gi, yang dihubungkan dengan ramalan nasib ses­eorang. Karya-karya monumental ilmuan muslim di abad pertengahan ini diakui oleh para ilmuan fisika dunia Barat.

Banyak factor yang mendukung perkemban­gan dunia Astrolabe, di antaranya ialah: 1) Ke­butuhan ketepatan waktu sangat diperlukan untuk pelaksanaan shalat lima waktu dan im­sak, yaitu Shalat Subuh, Shalat Dhuhur, Sha­lat Ashar, Shalat Isya, dan Imsak, batas waktu untuk memulai puasa, baik puasa sunnat sep­erti Senik dan Kamis maupun puasa Rama­dhan. 2) Kebutuhan ketepatan arah kiblat, agar shalat yang seharusnya menghadap ke kiblat tidak salah arah. Termasuk juga pada pemban­gunan masjid dan mushallah, sangat penting penggunaan alat-alat ukur seperti Astrolabe ini. 3) Kebutuhan untuk penentuan kepastian ter­wujudnya hilal (wujud al-hilal) guna penentuan tanggal 1 Ramadhan untuk menentukan puasa Ramadhan, tanggal 1 Syawal untuk penentuan hari raya Idul Fitri, dan tanggal 1 Zulhijjah untuk penentuan Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah. 4) Untuk keperluan nafigasi para saudagar dan muballig muslim yang terkenal berani menem­bus ganasnya ombak laut dan panas teriknya padang pasir. Kebutuhan-kebutuhan praktis seperti ini mendorong para ilmuan Islam untuk senantiasa berkreasi.

Tokoh utama yang merintis Asrolabe ialah Mohammad Al-Fazari yang pertama menemu­kan astrolabe kemudian dijadikan jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang) dan Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Ab­basiyah). Kedua tokoh ini sesungguhnya bukan yang pertama merintis Astrolabe. Yang paling pertama di dalam catatan sejarah Astroblabe ialah Hipparchus (w.180SM) ilmuan kelahiran Nicaea Asia Kecil, sekarang di kota Iznik, Turki dan Apollonius (w.225SM), seorang ilmuan Yu­nani, namun karya-karya Astrolabenya masih sangat sederhana characteristics. Hipparchus did not invent the astrolabe, but he did refine the projection theory.

Dunia Astrolabe selanjutnya berkembang pe­sat terutama di masa pemerintahan kerajaan Um­ayah dan Kerajaan Abbasiyah, yang memberikan apresiasi kepada tikoh-tokoh keilmuan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA