Pola imitatif budaya dan peradaban dalam Islam harus dianggap sebagai sesuatu yang niscaya. Mungkin inilah yang dipopulerkan Umar ibn Khaththab sebagai bid'ah hassaÂnah, sebuah kelanjutan tradisi yang konstrukÂtif. Jika kita berbicara tentang kebudayaan dan peradaban Islam berarti kita berbicara tentang tradisi luhur kemanusiaan yang diwarisi secara kumulatif dari zaman ke zaman. Kebudayaan dan peradaban (civilization/al-hadharah) Islam bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan terÂpisah dengan budaya dan peradaban sebelumÂnya. Soal kehadiran Islam memberikan corak dan warna baru memang ia dan hal ini sulit diÂingkari. Di manapun dan sejak kapapun dalam lintasan sejarah kemanusiaan, selalu ada sinÂtesa dan imitasi budaya dan peradaban. Hal ini lumrah dan wajar, karena bukankah padamuÂlanya anak amanusia ini berasal dari sepasang kakek dan nenek (Adam dan Hawa)?
Peta budaya dan peradaban kemanusiaan dari zaman ke zaman memiliki nilai-nilai univerÂsal di samping nilai-nilai lokalnya. Islam sebagai jaran yang sarat dengan nilai-nilai universal suÂdah barang tentu memiliki pola dialektik sejarahÂnya. Dengan kata lain, satu sisi harus memperÂtahankan orisinalitas dan unsur-unsurnya yang genuine, tetapi pada sisi lain harus mampu meÂnembut batas-batas geografis ddengan sepaÂrangkat nilai-nilai lokalnya. Dalam kenyataan diÂalektika sejarah Islam, selain harus "menjinakkan" sasaran-sasarannya maka ia pun harus dijinakÂkan oleh sasaran-sasarannya. Sebagai contoh, selain harus mengislamkan Mesir, Persia, anak benua India, dan Nusantara, maka terlebih daÂhulu ia harus mengalami proses pemesiran, peÂmersian, pengindian, dan penusantaraan. Sama seperti Islam dalam periode awal, Islam yang laÂhir dan tumbuh di jazirah Arab lalu berekspansi keluar di kwasan sekitarnya, maka nilai-nilai IsÂlam pun harus mengalami penyesuaian ke dalam dua konteks peradaban dengan apa yang disebut Marshall Hodgson dengan Irano-Semit di bagian Timur dan Afro-Erasia di bagia Barat.
Ternyata di gurun pasir tandus ini terlahir seÂorang anak yatim bernama Muhammad yang kenudian dikenal sebagai Nabi dan Rasul. Nabi Muhammad sepintas terlahir sebagai manusia biasa dari keluarga yang biasa-biasa. Namun sepak terjan Nabi Muhammad betul-betul meÂnakjubkan. Tidak pernah ditemukan sosok toÂkoh yang gagasan dan misi yang diembannya dianut oleh separuh belahan bumi.