Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kejaksaan Eksekusi Aset Komura Rp 221,2 Miliar

Kasus Pungli Pelabuhan Palaran Samarinda

Senin, 12 November 2018, 10:09 WIB
Kejaksaan Eksekusi Aset Komura Rp 221,2 Miliar
Foto/Net
rmol news logo Kejaksaan mengeksekusi aset Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) dan Ketua Komura, Jafar Abdul Gaffar. Nilainya ratusan miliaran rupiah.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Kekayaan Komura itu diperoleh hasil pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.

"Aset yang dirampas ini nantinya akan kita lelang dan kita setorkan ke kas negara," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Samarinda, Zainal.

Ia mengungkapkan aset Komura yang dieksekusi adalah rekening deposito bernilai Rp 215.113.328.530. "Kemudian ada juga uang tunai Rp 6,1 miliar dan Rp 11 juta," sebutnya. Total aset Komura yang dirampas mencapai Rp 221,2 miliar.

Sementara aset Jafar yang dieksekusi berupa 21 bidang tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara. Luasnya puluhan hektar. Kejaksaan masih menghitung nilai tanah itu sebelum dilakukan pelelangan.

Eksekusi ini menindaklan­juti putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor perkara 722 K/Pid.Sus/2018 dan 724 K/Pid. Sus/2018.

Putusan yang diketuk hakim tunggal Artidjo Alkostar menyatakan, Ketua Komura Jafar Abdul Gaffar dan Sekretaris Komura Dwi Hari Winarno terbukti melakukan "pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut."

Keduanya juga terbukti melakukan "pencucian uang bersama-sama beberapa kali." Terhadap Jafar, Artidjo menjatuh­kan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 2,5 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Sementara Dwi divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 2,5 miliar subsider 6 bulan ku­rungan.

Putusan kasasi yang terbit 19 April 2018 itu mengabulkan per­mohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Samarinda.

"Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 944/Pid.B/2017/PN Smr dan Nomor 945/Pid.B/2017/ PN Smr, tanggal 21 Desember 2017," putus Artidjo.

Putusan Pengadilan Negeri Samarinda itu menyatakan, Jafar dan Dwi tidak terbukti secara sahdan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana seba­gaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua.

"Membebaskan Terdakwa olehkarena itu dari semua dakwaan penuntut umum."

Putusan perkara Jafar dan Dwi di pengadilan tingkat pertama ini diketuk majelis hakim yang ter­diri dari Joni Kondolele (hakim ketua), Yoes Hartyarso (hakim anggota) dan Edy Toto Purba (hakim anggota).

Tak terima Jafar dan Dwi lolos dari jerat hukum, JPU mengaju­kan kasasi. Upaya ini berhasil, meski vonis yang dijatuhkan kepada kedua terdakwa di bawah tuntutan.

Sebelumnya JPU menuntut agar Jafar dan Dwi dijatuhi hu­kuman masing-masing 15 tahun penjara.

Kembalikan Rp 54 Miliar

Menindaklanjuti putusan kasasi perkara Jafar dan Dwi, Kejaksaan Negeri Samarinda mengembalikan uang Rp 54,7 miliar di rekening Komura, yang sempat disita sebagai barang bukti.

"Uang sebanyak itu kita kembalikan dalam dua tahap melalui Bank Kaltim senilai Rp 4.225.976.186,13 dan Bank BRIsenilai Rp 50,5 miliar," kata Zainal.

Menurutnya, uang itu dikem­balikan ke Komura karena ber­dasarkan putusan kasasi tidak ada kaitan dengan perkara.

Kejaksaan juga mengembali­kan sejumlah aset Dwi yang disita dan dijadikan barang bukti. Mulai rumah mewah, beberapa mobil hingga motor.

"Semuanya sudah kita kemba­likan termasuk berbagai doku­men-dokumen milik Komura," pungkas Zainal.

Kilas Balik
Bos Komura Dua Kali Dicokok Di Jakarta


Kantor Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) digerebekBareskrim dan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Komura diduga melakukan pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Palaran, Samarinda.

Dalam operasi tangkap tangan(OTT) 17 Maret 2017 itu, 13 orang diamankan. Operasi ini menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo agar pungli di pelabuhan diberantas.

Ketua Komura Jafar Abdul Gaffar pun sempat menghilangketika penyidikan kasus ini. Ia akhirnya ditangkap di Jakarta. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim saat itu, Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, sejak ditetapkan sebagai tersangka 4 April 2017, Jafar tak pernah datang memenuhi panggilan pemeriksaan.

Penyidik menyatroni rumah Jafar di Jalan Tanjung Aru Nomor 40, Perumahan Komura, Samarinda Seberang, Kota Samarinda, 11 April 2017.

Selain mencari keberadaan tersangka sekaligus melakukan penggeledahan untuk mencari barang bukti.

Lantaran Jafar menghilang, penyidik menetapkan anggota DPRD Kota Samarinda itu se­bagai buronan dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Pelarian Jafar tak berlangsung lama. Ia dicokok 23 April 2017. "Selama pelarian dia berpindah-pindah di berbagai hotel hingga tertangkap di Cakung," kata Agung, Senin (24/4).

Sebelum diringkus polisi,Jafar sempat menginap di beberapa hotel di Jakarta. Yakni Hotel Oasis, Hotel Redtop, Hotel Grand Cempaka, dan Hotel Grand Royal Pecenongan. Ia juga menyewa kos di Pasar Baru.

Terakhir, tim Bareskrim mendapat informasi Jafar beradadi Hotel Angkasa kamar 207, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur. Jafar pun disergap. "Yang bersangkutan diamankan bersama keluarganya," kata Agung. Usai dicokok, Jafar di­giring ke Bareskrim untuk men­jalani pemeriksaan.

Sebelumnya, Jafar pernah dua kali diperiksa terkait kasus pung­li di Pelabuhan Palaran. Saat itu, dia masih berstatus saksi.

Pada pemeriksaan terakhir, Rabu 29 Maret 2017, Jafar menjalani pemeriksaan se­lama 8 jam. Usai pemerik­saan, ia menolak berkomentar. "Tanyakan ke penyidik saja. Saya capek."

Sepekan sejak pemeriksaan terakhir, penyidik meningkatkan status Jafar dari saksi menjadi tersangka. Surat panggilan pe­meriksaan sebagai tersangka pun dilayangkan. Namun Jafar tak pernah nongol.

Menurut Agung, Jafar ditetap­kan sebagai tersangka tindak pidana pemerasan, korupsi dan pencucian uang dalam penetapan tarif bongkar muat di Pelabuhan Palaran, Samarinda.

"Tersangka menandatangani invoice penagihan kepada peru­sahaan bongkar muat atau PBM, dimana penagihan tersebut sebe­narnya tidak memiliki dasar hukum," papar Agung.

Komura secara sepihak me­netapkan tarif bongkar muat di pelabuhan. "Bila PBM menolak tarif yang dikenakan Komura akan ada tindakan intimidasi dengan cara pengerahan pre­man," ungkap jenderal bintang satu yang kini bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Dari hasil penelusuran penyidik, jumlah dana yang disetor PBM kepada Komura dari 2010 hingga 2016 mencapai Rp 2,46 triliun. Dalam penyidikan kasus ini, Bareskrim juga menetapkan Sekretaris Komura, Dwi Hari Winarno sebagai tersangka.

Rumah dan mobil mewah Dwi disita. Begitu pula rekening rekening deposito Rp 326 miliar milik Komura. Kekayaan itu diduga dari hasil pungli.

Perkara Jafar dan Dwi bergulir ke meja hijau. Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Samarinda menilai keduanya ter­bukti melakukan pemerasan dan pencucian uang. Jaksa menuntut hukuman 15 tahun penjara.

Namun, Pengadilan Negeri Samarinda menganggap Jafar dan Dwi tak terbukti melanggar hu­kum. Keduanya pun dibebaskan.

Putusan PN Samarinda belakangan dibatalkan Hakim Agung Artidjo Alkostar di tingkat kasasi. Jafar divonis 12 tahun pen­jara. Sedangkan Dwi 10 tahun penjara. Keduanya dikenakan denda Rp 2,5 miliar.

Jafar—yang telah bebas— diburu lagi untuk melaksanakan putusan kasasi. Pencarian dilaku­kan Kejaksaan Negeri Samarinda dibantu Polda Kaltim.

Jafar terlacak berada di Jakarta. Ia telah empat hari di Ibu Kota untuk menghadiri peringatanHari Koperasi Nasional. Pada 13 Juli 2018 malam, tim gabunganmenyergap Jafar di Hotel Redtop, Pecenongan, Jakarta Pusat.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Samarinda sekaligus JPU perkara Jafar, membacakan salinan putusan MA.

"Agak alot karena dia (Jafar) sempat enggak mau (diekseku­si)," kata Ajun Komisaris Besar Winardi, Kepala Subdit Tindak Pidana Korupsi, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA