Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menyerahkan Rp 3 miliar. Sedangkan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi 90 ribu dolar Singapura (Sing$).
"Jumlah itu merupakan seÂbagian dari yang diakui pernah diterima yang bersangkutan terkait perizinan proyek Meikarta," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
KPK menghargai sikap kooperatif kedua tersangka. "Secara bertahap akan dilakukan pengembalian berikutnya," ungkap Febri.
Fadli Nasution, penasihathuÂkum Neneng Hasanah membeÂnarkan kliennya bakal mengemÂbalikan uang secara bertahap. Namun ia belum bersedia menÂgungkapkan jumlahnya.
"Total keseluruhannya masih dihitung," dalihnya.
Kemarin, KPK melanjutkan penyidikan kasus rasuah ini. Sejumlah saksi dipanggil untuk diperiksa. Termasuk Neneng Hasanah. "Tersangka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka JML, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi," ungkap Febri.
Neneng Hasanah juga menÂjalani proses sampel suara untuk mencocokkan dengan dokumen audio yang dimiliki. "Identik atau tidak suaranya," kata Febri.
Ia mengingatkan pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi dan korporasi yang terlibat kasus ini, agar kooperatif terhÂadap penyidikan KPK. "Sikap kooperatif tersebut akan lebih membantu dan meringankan baik bagi perorangan ataupun korporasi," imbaunya.
Sebagaimana diketahui, Neneng dan para pejabat Pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar secara bertahap dari Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro.
Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp 13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta.
Meikarta merupakan salah satu proyek prestisius milik Lippo. Penggarap proyek Meikarta, PTMahkota Sentosa Utama merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sementara PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk.
Lippo Cikarang, selaku induk usaha PTMSU, membutuhkansejumlah izin dari Pemkab Bekasi untuk proyek hunian masa depannya itu.
Pihak Meikarta, yang diwakili Lippo Cikarang telah mengantongi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare. Izin itu berbeda dari gembar-gembor Lippo selama ini yang menyataÂkan Meikarta akan dibangun di lahan seluas 500 hektare.
Izin dikeluarkan langsung Bupati Bekasi, lewat surat Keputusan Bupati Nomor 503.2/ Kep.468-DPMPTSP/2017. Izin dalam keputusan itu tertulis untuk pembangunan komersial area apartemen, pusat perbelanÂjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran.
Dalam penyidikan kasus raÂsuah ini, KPK menetapkan 9 tersangka. Yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Kemudian, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, dan pegawai Siloam Henry Jasmen.
KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Kasus Suap Izin Tower MojokertoKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus suap pengurusan izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.
Komisi antirasuah menetapÂkan tiga tersangka baru. Yakni mantan Wakil Bupati Malang, Ahmad Subhan; Direktur PTSumawijaya, Achmad Suhawi dan Nabiel Titawano.
"KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan sejalan dengan penetapan tiga orang lagi sebagai tersangka," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, kemarin.
Nabiel diduga bersama-sama Permit and Regulatory Division Head PTTower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group), Ockyanto memberi hadiah atau janji kepada Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa.
Sementara Subhan dan Suhawi diduga bersama-sama Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), Onggo Wijaya diÂduga memberi hadiah atau janji kepada Mustafa.
Mustafa diduga menerima sebesar Rp 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB pada Juni 2015. Dengan rincian dari Tower Bersama Group sebeÂsar Rp 2,2 miliar dan dari PT Protelindo sebesar Rp 550 juta.
"Setelah fee diterima, IPPR dan IMB diterbitkan," ujar Febri.
Febri mengatakan untuk keÂpentingan penyidikan, Nabiel, Subhan, dan Suhawi telah diceÂgah berpergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan. KPK sudah mengirimkan surat pencegahan itu kepada pihak imigrasi sejak 8 Oktober 2018.
Atas perbuatannya itu, keÂtiga tersangka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK telah meÂnetapkan Mustofa sebagai terÂsangka dalam dua sangkaan, yakni dugaan suap terkait izin pembangunan menara telekomuÂnikasi di Kabupaten Mojokerto pada 2015 dan gratifikasi.
KPK juga menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Mojokerto, Zainal Abidin; Permit and Regulatory Division Head PT Tower Besama Group, Ockyanto; dan Direktur Operasi PT Protelindo, Onggo Wijaya sebagai tersangka. ***
BERITA TERKAIT: