Terlepas dari itu, aksi oknum Banser itu sudah menyulut kemarahan umat Islam. Di beÂberapa daerah ribuan umat Islam turun ke jalan, menuntut keÂpolisan segera menindak oknum anggota Banser yang membakar bendera tersebut. Berikut ini keterangan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto terkait hal tersebut.
Apa tanggapan Pemerintah terkait aksi pembakaran benÂdera bertuliskan lafal tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional?
Jadi begini, Hari Santri yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo tiga tahun yang lalu berdasarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2015, bertujuan agar semangat para tokoh ulama Islam, dan para santri yang telah menempatkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaÂniah, dan ukhuwah basyariah sebagai sumber inspirasi untuk menegakkan kemerdekaan, daÂpat terus mewarnai kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.
Nah, pada tanggal 22 Oktober 2018, saat acara peringatan Hari Santri Nasional ketiÂga di Lapangan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut yang dihadiri oleh kurang lebih 4.000 orang peserta dari berÂbagai ponpes dan ormas Islam, telah terjadi peristiwa pembaÂkaran bendera yang berlafalkan kalimat tauhid dan ikat kepala yang oleh pembakar diyakini sebagai simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), di mana HTI adalah ormas yang sudah dilaÂrang keberadaannya di Indonesia berdasarkan keputusan pengaÂdilan.
Ribuan umat Islam berekasi. Mereka turun ke jalan, demo. Bagaimana itu?Memang ya saat ini peristiwa tersebut telah berkembang secara meluas dengan berbagai pendapat yang cenderung mengadu domba antar ormas, bahkan antar umat beragama yang dapat menimÂbulkan terjadinya pro dan kontra di tengah masyarakat, yang pada akhirnya hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita seÂbagai bangsa dan negara.
Apa upaya pemerintah?Pemerintah memandang perÂlu untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka menjaga stabilitas di masyarakat. Pada hari ini tanggal 23 Oktober 2018 (kemarin, red) di Kantor Kemenko Polhukam telah dilakuÂkan Rapat Koordinasi yang diÂhadiri oleh Kapolri, Jaksa Agung, Kemendagri, Kemenkumham, MUI, dan perwakilan PBNU unÂtuk membedah secara transparan apa yang sesungguhnya terjadi.
Apa hasilnya?Ada beberapa poin. Pertama, peristiwa pembakaran terseÂbut akibat adanya penggunaan kalimat tauhid dalam Bendera HTI sebagai Ormas yang suÂdah dilarang keberadaannya. Yang muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah seperti di Tasikamalaya yang saya menjadi inspektur upacarÂanya dan di Garut. Namun untuk daerah lainnya bendera tersebut dapat diamankan dengan tertib, sedangkan di Garut cara mengaÂmankannya dengan cara dibakar oleh oknum Banser.
Kedua, Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) telah meminta GP Ansor untuk mengÂklarifikasi kejadian di Garut dan menyesalkan cara tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman, namun sesungguhnya sebagai ormas Islam tidak mungkin dengan sengaja membakar kaÂlimat tauhid yang sama artinya melakukan penghinaan terhadap diri sendiri, namun semata-mata ingin membersihkan pemanfaaÂtan kalimat tauhid dimanfaatÂkan oleh organisasi HTI yang telah dilarang keberadaannya. Walaupun demikian, GP Ansor telah menyerahkan ketiga okÂnum Banser untuk diusut keÂpolisian melalui proses hukum yang adil.
Ketiga, MUI telah melakukan pengkajian juga berpendapat bahwa peristiwa tersebut patut disesalkan, namun jangan samÂpai menimbulkan perpecahan diantara Umat Islam yang dapat membahayakan persaudaraan bangsa.
Sampai saat ini bagaimana dengan proses hukumnya?Dalam rangka memperjelas permasalahannya, maka klariÂfikasi dan pendalaman akan diÂlaksanakan oleh pihak Polri dan kejaksaan, untuk menentukan penanganan selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ***
BERITA TERKAIT: