Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Genosida Rwanda

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Jumat, 12 Oktober 2018, 06:45 WIB
Genosida Rwanda
Jaya Suprana/Net
PADA tanggal 6 April 1994, sebuah pesawat terbang yang membawa presiden Rwanda, Juvenal Hanyarimana dan presiden Burundi, Cyprien Ntaryamira tertembak jatuh di ibukota Rwanda, Kagali.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Gempa Kemanusiaan

Keesokan harinya mulai merajalelalah suatu malapetaka angkara murka gempa kemanusiaan yang lakukan oleh manusia terhadap sesama manusia yang kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Genosida Rwanda yang merupakan pembantaian massal terhadap suku Tutsi di Rwanda yang disutradarai  pemerintah Rwanda yang dikuasai oleh suku Hutu.

Pada hakikatnya suku Tutsi dan Hutu merupakan sesama warga Rwanda seperti halnya suku Sunda dan Jawa sesama warga Indonesia. Meski sesama warga Rwanda yang dalam hal penampilan tidak bisa dibedakan akibat sesama etnis Afrika.

Namun sejak 1990 telah terjadi perang saudara antara suku Tutsi melawan suku Hutu akibat kesenjangan politik, sosial dan ekonomi antara kedua suku sesama warga Rwanda yang seharusnya hidup bersama secara damai.

Alih-alih bersama membangun negeri, malah suku Tutsi dan Hutu memecah-belah bahkan menghancurkan Rwanda dengan melakukan angkara murka perang saudara sejak 1990 yang memuncak menjadi Genosida Rwanda selama 100 hari sejak 7 April sampai pertengahan Juli 1994 yang menelan korban  sekitar 500.000 sampai 1juta manusia diperkirakan tewas terdiri dari 70 persen warga Rwanda suku Tutsi dan 30 persen suku pigmi Batwa terbunuh.

Diperkirakan sekitar 2.000.000 warga Rwanda kehilangan tempat bermukim sehingga terpaksa mengungsi.

Sejarah

Genosida Rwanda tercatat dengan lumuran darah di lembaran hitam sejarah peradaban umat manusia bersama dengan Genosida Yahudi yang dilakukan oleh Adolf Hitler. Genosida Armenia yang dilakukan oleh kekaisaran Ottoman serta Genosida Bosnia yang dilakukan oleh rezim Serbia.

Seyogianya kita belajar dari sejarah agar jangan sampai memecah-belah bahkan menghancur-leburkan bangsa sendiri seperti yang telah terjadi di Rwanda .

Seyogianya dengan bekal semangat Bhinneka Tunggal Ika dan falsafah Pancasila, kita bersatu-padu menempuh perjalanan panjang sarat kendala kerikil tajam serta kemelut deru campur debu demi mengejawantahkan cita-cita terluhur bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur yang hidup bersama di negeri panjang punjung pasir wukir gemah ripah loh jinawi tata tenteram karta raharja. MERDEKA !

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA