Penggeledahan kantor pusat SNP Finance yang di kompleks Jembatan Lima Indah Blok E2 Nomor 15 Jalan KH Moh Mansyur, Jakarta Pusat berlangsung tiga jam.
"Kami sita tiga unit komputer induk di kantor mereka," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonom dan Khusus Bareskrim, Komisaris Besar Daniel TM Silitonga.
Penyitaan terhadap tiga komÂputer itu untuk mencari data nasabah yang dipakai anak usaha Columbia Group itu untuk mendapatkan kredit dari bank.
Dalam penyidikan kasus ini, Bareskrim menetapkan 8 orang sebagai tersangka. Mulai pemegang saham, direksi, manajer hingga asisten manajer SNP Finance.
Lima tersangka sudah ditangkap dan ditahan. Yakni DS (Direktur Utama), AP (Direktur Operasional), RA (Direktur Keuangan), CDS (Manajer Akuntansi) dan AS (Asisten Manajer Keuangan).
Sedangkan tiga tersangka lainÂnya: LC, LD dan SL masih daÂlam pencarian. "Namanya masuk daftar pencarian orang atau DPO," kata Daniel. Bareskrim telah meminta Ditjen Imigrasi untuk mencekal ketiga tersangka agar bisa kabur ke luar negeri.
Bareskrim mengusut kredit macet SNP Finance setelah menÂerima laporan dari Bank Panin pada Agustus 2018. Bank Panin memberikan fasilitas kredit keÂpada SNP Finacne periode Mei 2016-September 2017 dengan plafon Rp425 miliar.
Untuk mendapatkan fasilitas kredit itu, SNP Finance mencantumkan data debiturnya yang sudah direkayasa, digandakan,dan digelembungkan nilai pemÂbiayaannya. SNP Finance meÂmasukkan data debitur Columbia, perusahaan induknya. Data yang sama disodorkan kepada bank lain untuk mendapatkan kredit.
Pada Mei 2018, status kredit SNP Finance kepada Bank Panin dinyatakan macet. Jumlahnya mencapai Rp141 miliar.
SNP Finance ternyata juga tak mampu membayar utangnya kepada pihak lain dan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
SNP Finance mendapat PKPU selama 90 hari. Hal tersebut disepakati secara aklamasi oleh kreditur dalam rapat PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 6 Juni 2018.
"Tadinya debitur minta perÂpanjangan selama 120 hari, tapi kemudian dinilai terlalu lama kemudian usul kreditur selama 90 hari saja. Langsung aklamasi, tak ada voting karena tak ada keberatan lagi dari kreditur," katanya Irfan Aghasar, pengurus PKPU SNP Finance.
Dalam proposal PKPU, SNP Finance itu menyebutkan memiÂliki kewajiban Rp 4,07 triliun. Kewajiban itu kepada 14 kredÂitur separatis (dengan jaminan) yang berasal dari perbankan dengan nilai Rp 2,22 triliun, dan 336 kreditur konkuren (tanpa jaminan) yang merupakan peÂmegang MTN dengan jumlah kewajiban Rp 1,85 triliun.
Ke-14 kreditur separatis adaÂlah Bank Mandiri Rp 1,40 triliun, BCA Rp 209 miliar, Bank Panin Rp 140 miliar, Bank J Trust Rp 55 miliar, Bank Resona Perdania Rp73 miliar, Bank Nusantara Parahyangan Rp 46 miliar, Bank Victoria International Rp 55 milÂiar, Bank Ganesha Rp75 miliar, Bank National Nobu Rp 33 milÂiar, Bank Woori Saudara Rp 16 miliar, Bank BJB Rp 25 miliar, Bank CTBC Rp 50 miliar, Bank Sinarmas Rp 9 miliar, dan Bank Capital Indonesia Rp 30 miliar.
Tagihan kepada perbankan ini dikenakan utang bunga sebesar Rp 9,75 miliar, dan utang denda Rp 124 juta. Sehingga total tagiÂhan separatis SNP Finance menÂjadi Rp2,23 triliun.
Sementara tagihan kepada para pemegang MTN berasal dari pembeli MTN II hingga MTNVI, dengan nilai utang berÂvariasi mulai Rp 10 miliar hingga Rp 200 miliar. Ditambah utang bunga Rp 24 miliar, sehingga nilai total utangnya menjadi Rp 1,87 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membekukan kegiatan usaha SNP Finance sejak 14 Mei 2018. Pembekuan kegiatan usaha SNF Finance dilakukan setelah OJK menjatuhkan sanksi pertama hingga ketiga
SNP Finance dinilai tidak memenuhi ketentuan Pasal 53 Peraturan OJK Nomor 29 tahun 2014. Beleid itu menyebutkan, "Perusahaan Pembiayaan daÂlam melakukan kegiatan usaÂhanya dilarang menggunakan informasiyang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan Debitur, kreditur, dan pemangku kepentingan termasuk OJK."
"Sanksi pembekuan kegiatan usaha kepada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan dikeluarkan karena perusahaan tersebut belum menyampaikan keterbuÂkaan informasi kepada seluruh kreditur dan pemegang
Medium Term Notes (MTN) sampai dengan berakhirnya batas waktu sanksi peringatan ketiga," deÂmikian alasan OJK.
Dengan pembekuan kegiatan usaha ini, SNP Finance dilarang melakukan pembiayaan. Jika diÂlanggar, OJK akan menjatuhkan sanksi pencabutan izin usaha.
Selama pembekuan kegiatan usaha, SNP Finance dilarang menggunakan dana keuangan perusahaan dan atau melakukan transaksi keuangan yang tidak wajar, menambah penerbitan surat utang dalam bentuk apapun termasuk MTN, mengambil tindakan dan atau perbuatan hukum yang memperburuk konÂdisi perusahaan, dan melakukan pergantian pengurus Perusahaan tanpa persetujuan OJK.
OJK meminta pemegang saÂham pengendali dan penguÂrus yang bertanggung jawab melakukan langkah-langkah untuk memenuhi kewajiban keÂpada kreditur maupun pemegang MTN.
Kilas Balik
Akuntan Pemeriksa Keuangan SNP Finance Ikut Kena SanksiSNP Finance diduga memanipuÂlasi laporan keuangan dan data nasabahnya untuk mendapatkan pinjaman modal. Belakangan, perusahaan pembiayaan itu tak bisa memenuhi kewajibannya kepada 14 bank.
Kasus ini pun menyeret seÂjumlah akuntan publik yang terÂlibat dalam audit laporan keuanÂgan SNP Finance. Mereka pun kena sanksi dari Kementerian Keuangan.
Sanksi administratif dijatuhÂkan kepada Akuntan Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana Syamsul, dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Satrio Bing, Eny & Rekan (Deloitte Indonesia).
Kemenkeu menjatuhkan sankÂsi setelah menerima laporan OJK mengenai pelanggaran prosedur audit laporan keuangan SNP Finance.
Berdasarkan pengumuman di website Kemenkeu tanggal 28 Agustus 2018, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) teÂlah melakukan analisis pokok permasalahan dan menyimpulÂkan bahwa terdapat indikasi pelanggaranterhadap standar profesi akuntan.
Hal ini terkait atas laporan keuangan SNP Finance tahun buku 2012 hingga 2016. Untuk memastikan hal tersebut, PPPK melakukan pemeriksaan terÂhadap KAP dan dua akuntan publik dimaksud.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul belum sepenuhnya mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksaÂnaan audit umum atas laporan keuangan SNP Finance.
Hal-hal yang belum sepenuhÂnya terpenuhi adalah pemahaman pengendalian sistem informasi terkait data nasabah dan akurasi jurnal piutang pembiayaan, peÂmerolehan bukti audit yang cuÂkup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen.
Selain itu PPPK juga mencatat belum adanya kewajaran asersi keterjadian dan asersi pisah batas akun pendapatan pembiayaan, pelaksanaan proseÂdur yang memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta respons atas risiko kecurangan, dan skeptisisme profesional dalam perencanaan dan pelakÂsanaan audit.
Tak hanya itu, sistem pengenÂdalian mutu yang dimiliki oleh KAP mengandung kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas anÂcaman kedekatan.
Manajer tim audit diduga telah memiliki hubungan dengan SNP Finance dalam waktu cukup lama. Hubungan ini berdampak kepada profesionalisme akuntan publik.
Kepada Akuntan Publik Marlinna dan Akuntan Publik Merliyana Syamsul dikenakan sanksi pembatasan pemberian jasa audit terhadap entitas jasa keuangan selama 12 bulan. Berlaku tanggal 16 September 2018 sampai 15 September 2019.
Sementara terhadap KAP Satrio Bing Eny & Rekan dikeÂnakan sanksi berupa rekomenÂdasi agar membuat kebijakan dan prosedur dalam sistem pengendalian mutu KAP terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior sebagaimana disebutkan di atas.
KAP tersebut juga diwajibkan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur dimaksud dan meÂlaporkan pelaksanaannya paling lambat 2 Februari 2019. ***
BERITA TERKAIT: