Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengungkapkan, pencairan dana kompensasi bagi korban terorisme pada tiga perÂistiwa terorisme itu dilakukan setelah majelis hakim yang meÂnyidangkan perkara tersebut meÂmutuskan menerima permohonan para korban. Berikut penjelasan Abdul Haris Semendawai:
Berapa jumlah korban terÂorisme yang akan mendapat kompensasi dari negara?
Total korban yang meneriÂma kompensasi ada 17 orang. Korban tersebut terdiri dari 13 orang korban bom Thamrin, tiga orang korban bom Kampung Melayu dan satu korban serangan teroris di Mapolda Sumatera Utara. Untuk korban bom Thamrin diserahkan uang kompensasi sebesar Rp 814 juta, kemudian Rp 202 juta untuk korban bom Kampung Melayu dan Rp 611 juta untuk korban serangan di Mapolda Sumatera Utara. Jumlah tersebut memang tidak bisa menyembuhÂkan luka fisik, trauma psikologis, atau mengembalikan nyawa yang hilang. Namun setidaknya bisa mengganti kerugian materi korÂban dan keluarganya. Kami harap dengan kehadiran negara dan adanya perhatian atas hak korÂban dari sistem peradilan, maka akan memberikan semangat bagi para korban untuk melanjutkan hidupnya.
Bagaimana dengan korban terorisme yang mengalami cacat, apakah pemerintah sudah memiliki fasiltas untuk korban cacat?Jadi untuk layanan medis sebenarnya ada layanan yang kita berikan, yaitu menyembuhkan korban sehingga bisa pulih seperti sedia kala atau kalau misalnya cacat permanen bisa difasilitasi mendapatkan pekerjaan atau bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah. Ini meÂmang tidak mudah, namun kita sedang mengusahakan agar peÂmerintah pusat maupun daerahmau memfasilitasi korban ini untuk mendapatkan hak-haknya, itu yang kita sebut dengan psiko-sosial. Korban untuk mendapatÂkan sandang, pangan, papan dan sebagainya.
Untuk korban meninggal bagaimana?Kalau untuk itu sebenarnya ada hak korban untuk mendapatkan biaya pemakaman dan untuk korban meninggal bisa mendapatkan kompensasi untuk kasus terorisme.
Sebenarnya seperti apa sih aturan yang memuat pemberiankompensasi kepada korban aksi terorisme itu?Jadi peraturan peundang-undangannya memang kompenÂsasi itu diputuskan melalui penÂgadilan, dan ketentuan khusus terorisme itu berlaku sampai sekarang. Namun ada yang menarik, karena ada hambatan bagi korban untuk mendapatkan kompensasi. Karena kan kalau pengadilan itu proses hukumnya masih berjalan, sementara untuk korban terorisme masa lalu peraÂdilannya sudah berhenti, jadi suÂdah tidak ada lagi tersangka yang akan diadili. Nah kalau tidak ada pengadilan, bagaimana korban bisa mendapatkan kompensasi. Berarti kan kita memperlakukan mereka tidak adil.
Nah kalau seperti itu kasusnya bagaimana dong solusinya?Oleh karena itu, untuk korban terorisme masa lalu itu dibuat aturan khusus, yaitu meskipun tanpa pengadilan mereka tetap biÂsa mengajukan kompensasi. Dari situ pembuat undang-undang yang terdiri dari pemerintah dan DPRmembuat kebijakan, untuk korban terorisme masa lalu, meskipun tanpa ada pengadilan, kompensasinya tetap bisa diberiÂkan. Tetapi besaran kompensasi yang akan diterima korban akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Bila peraturan ini sudah selesai dan korban mengajukan ganti rugi dan mereka mendapatkan rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa mereka adalah korban dengan mengacu kepada peraturan menteri keuangantentang besaran ganti ruginya, LPSK yang akan memÂbayar kompensasi ganti rugi keÂpada korban. Jadi dengan aturan yang ada ini diharapkan tidak ada korban terorisme yang terabaiÂkan, termasuk korban terorisme yang terjadi masa lalu.
Lantas keputusannya seperti apa saat ini?Sampai sekarang kita masih proses supaya segera ada aturan dari Menkeu. Sehingga kalau adakorÂban masa lalu sudah bisa mengajuÂkan kompensasi. Namun juga setelah undang-undang ini disahkan, maka akan diatur lagi teknisnya, di aturan pemerintah terkait dengan pemberian bantuan kepada korban terorisme masa lalu. Nah yang saat ini kita kejar adalah pemerintah harus segera menyiapkan peraturan pemerintah (PP). ***
BERITA TERKAIT: