Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Jaja Ahmad Jayus: Bukan Cuma Hakimnya Yang Rusak, Tetapi Seluruh Institusi Pengadilan Juga Akan Rusak

Senin, 03 September 2018, 09:00 WIB
Jaja Ahmad Jayus: Bukan Cuma Hakimnya Yang Rusak, Tetapi Seluruh Institusi Pengadilan Juga Akan Rusak
Jaja Ahmad Jayus/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim. Kali ini empat orang hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara yang ditangkap oleh lembaga pimpinan Agus Rahadjo tersebut. Mereka adalah Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim Sontan Merauke Sinaga, dan hakim adhoc Merry Purba. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK hanya menetapkan Merry Purba sebagai tersangka.

 Dengan terjadinya OTT terse­but, berdasarkan data KY, total ada 19 orang hakim yang terkena OTT sejak 2005. Dari 19 hakim tersebut, terdapat 10 hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor), tiga hakim pengadilan negeri, satu hakim pengadilan tinggi, empat hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, dan satu ha­kim ad hoc pengadilan hubungan industrial.

Lantas bagaimana tanggapan KY terhadap banyaknya hakim yang kena OTT tersebut? Lalu apa langkah KY untuk mencegah terulangnya kejadian tersebut? Apakahdah sudah memetakan pengadilan yang rawan sebagai bentuk pencegahan? Berikut penuturan Ketua KY Jaja Ahmad Jayus kepada Rakyat Merdeka.

Apa tanggapan KY soal banyaknya hakim yang kena OTT tersebut?

Tentu kami sangat menyayangkan karena masih ada kejadian seperti itu. Kami itu sudah sering mengingatkan kepada para hakim, agar jangan main-main dengan kasus korupsi atau suap, karena sudah banyak yang awasi. Untuk pengawasan terhadap hakim, selain media, ada juga KPK dan KY. KPK dan KY itu sudah punya data terkait semua hakim yang ada di Indonesia. Lalu kami juga mem­punyai peta sejumlah pengadilan yang berpotensi terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Selain itu kami juga sudah ingatkan bahwa jika ada ha­kim tertangkap itu bukan cuma hakimnya yang rusak, tetapi seluruh institusi pengadilan juga akan rusak. Bahkan nama baik Indonesia di dunia hancur, gara-gara perilaku satu atau dua orang hakim. Jadi perilaku yang korupsi itu bisa meruntuhkan satu institusi secara keseluruhan, sehingga tolong jangan main-main dengan korupsi.

Petanya seperti apa?
Jadi kami memetakan daerah-daerah mana yang berpotensi terjadi kerawanan penyimpangan kode etik hakim. Terutama juga dikaitkan juga pemantauan dalam kerangka jika ada sengketa di pengadilan. Artinya kami melihat yang polanya hampir sama dengan yang terjadi di PN Medan, cuma namanya modus kejahatan, tentunya terus berkembang.

Berdasarkan peta tersebut, daerah mana saja yang diketahui rawan?

Saya kurang hafal sebetulnya, karena pemetaannya sendiri masih dalam proses. Jadi seka­rang masih dipetakan, belum selesai. Tapi hakim yang berpo­tensi melakukan penyuapan itu, umumnya berada pada lingkun­gan bisnis yang kuat, terutama di kota-kota besar. Memang ada juga di kota-kota kecil, tapi tidak sistemik, seperti yang ada di kota besar.

Contohnya daerah mana?
Ya untuk sementara ini yang laporannya banyak, karena itu kan salah satu indikatornya. Tapi saya belum bisa sebutkan satu per satu karena masih dalan proses.

KY katanya punya kewenangan penyadapan ya?

Iya, punya kewenangan tapi harus minta bantuan kepada penegak hukum lain.

Memang KY punya alat­nya?
Tidak, makanya kan harus minta bantuan kepada penegak hukum lain. Yang punya alat mereka, bukan kami.

Apakah KY sudah pernah menggunakan kewenangan tersebut untuk mengawasi hakim?
Kami minta bantuan pernah. Tapi saya tidak bisa ceritakan lebih jauh. Karena kan rahasia penyadapan itu.

Kewenangan ini bisa digu­nakan enggak buat mengawasi para hakim yang berpotensi KKN?

Itu tergantung tingkat kasus­nya. Karena kan ada syarat-syaratnya. Jadi tidak bisa digu­nakan sewenang-wenang.

Apa saja syaratnya?
Syaratnya ada di penagak hukum sana, bukan di kami. Baca deh undang-undangnya. KY dibolehkan melakukannya dengan bantuan penegak hukum. Penegak hukum yang dimaksud adalah polisi, jaksa, dan KPK.

Jika dari penyadapan itu kemudian KY menemukan ha­kim itu bersalah, lalu KY bisa melakukan penangkapan?
Tidak. KY itu tidak bisa melakukan OTT seperti KPK. Kami punya kewenangan penyadapan, tapi tidak sekuat KPK karena ka­mi punya kode etik. Jadi ketika sudah ada unsur pidana, kami akan berhenti sehingga itu yang jadi masalah buat kami.

Sejauh ini apa hasil penye­lidikan KY terhadap kasus hakim di Medan?

Belum ada hasil apa-apa. Saat ini kami masih mendalami kasus OTT yang dilakukan KPK itu. Kalau misalnya hakim yang kena OTT terbukti ber­salah, maka akan diberhentikan. Untuk pemberhentiannya mela­lui Komisi Yudisial.

Bagaimana mekanisme pemberhentiannya?

Terkait hal ini, kami akan bekerja sama dengan KPK un­tuk melakukan pemeriksaan. KPK bergerak dari segi pidana, sementara kami dari segi etik. Kemudian nanti ada proses pi­dana dan terbukti bersalah, tentu dari segi etik kami akan lakukan proses pemecatan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA