Konflik Agraria Di Kulon Progo

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Selasa, 03 Juli 2018, 10:50 WIB
Konflik Agraria Di Kulon Progo
Jaya Suprana/Net
BERDIKARIONLINE 30 Juni 2018 memberitakan bahwa pada hari Kamis, 28 Juni 2018, ratusan aparat gabungan Satpol PP, Kepolisian, dan TNI mengawal sembilan alat berat yang menggusur lahan warga penolak pembangunan bandara internasional di kawasan Kulon Progo.

Mulai jam 08:00 WIB aparat gabungan melakukan apel pagi di kantor PT. Pembangunan Perumahan (PP) selaku pemenang tender pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport.

Menolak


Setelah melakukan apel pagi, mulai jam 09.00 WIB aparat mengiringi alat berat bergerak mendatangi lahan dan rumah warga yang menolak pembangunan bandara NYIA tanpa syarat.

Menolak tanpa syarat artinya warga membela haknya sebagai pemilik sah tanah. Warga pemilik sah tanah menolak menjual meskipun mendapat iming-iming ganti rugi, maupun menolak pemaksaan PT Angkasa Pura I yang membeli lewat perantara pengadilan.

Karena warga menolak, seharusnya aparat pun berpihak pada warga selaku pemilik sah tanah. Hingga hari ini alat berat masih beroperasi dan aparat masih mengawal penggasakan lahan yang tidak sah.

Mak Tum dkk.


Mak Tum adalah salah satu warga penolak pembangunan bandara NYIA karena PT. AP I melalui proyek tersebut pasti merampas ruang hidupnya dan mengenyahkan siapapun yang menggantungkan hidup pada lahan subur di pesisir Kulon Progo.

Selama enam tahun lebih ia berjuang bersama warga yang lain. Aksi di balaidesa, kantor bupati, sampai ke kantor gubernur sudah dia lakukan. Ia dan warga lain berkali-kali mengalami represi aparat dan intimidasi AP I setiap berupaya mempertahankan rumah dan tanamannya dari pengrusakan alat berat.

Mak Tum dan mamak-mamak lain di kawasan Kulon Progo adalah korban perampasan besar-besaran akibat pembangunan bandara kedua di wilayah Provinsi Yogyakarta.

Tumpuan penghasilan yang mereka gunakan untuk menghidupi dan menyekolahkan generasi penerus bangsa telah musnah. Belum lagi ancaman tak punya tempat tinggal.

Sri Sultan Hamengkubuwono X

Apabila pemberitaan tersebut di atas sesuai dengan kenyataan, maka dapat ditafsirkan bahwa apa yang terjadi di Kulon Progo merupakan suatu bentuk konflik agraria.

Mengingat peristiwa konflik agraria tersebut terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta maka melalui naskah yang dimuat Kantor Berita Politik RMOL ini dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri memohon kepada Yang Mulia Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwono  X selaku Sultan dan Gubernur DKI Yogyakarta yang niscaya senantiasa melindungi rakyatnya, berkenan berperan sebagai mediator menjalin musyawarah mufakat antara pemerintah DIY dan pengembang dengan para petani Kulon Progo demi bersama mencari jalan keluar dari belitan konflik agraria di Kulon Progo sesuai dan selaras dengan seluruh sila Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. [***]

Penulis sedang mempelajari makna sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

< SEBELUMNYA

Hikmah Heboh Fufufafa

BERIKUTNYA >

Dirgahayu Indonesia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA