Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Zainut Tauhid Sa'adi: Sampai Saat Ini, MUI Belum Terbitkan Fatwa Haram Berkunjung Ke Israel

Selasa, 26 Juni 2018, 10:17 WIB
Zainut Tauhid Sa'adi: Sampai Saat Ini, MUI Belum Terbitkan Fatwa Haram Berkunjung Ke Israel
Zainut Tauhid Sa’adi/Net
rmol news logo Polemik soal kunjungan anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang juga Katib Aam PBNU, Yahya Cholil Staquf ke Israel terus berlanjut. Yahya hadir sebagai pembicara di Simposium America Jewish Committee yang digelar di Israel. Beberapa politisi hingga pemerintah Palestina mengecam keputusan Gus Yahya berangkat ke Israel. Mereka mempertan­yakan sikap Gus Yahya yang seharusnya berkomitmen da­lam perjuangan kemerdekaan Palestina.

Di Tanah Air Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ngotot men­dorong Majelis Ulama Indonesia untuk menerbitkan fatwa haram berkunjung ke Israel bagi umat muslim Indonesia.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menyebutkan MUI akan mengkaji usulan perlunya fatwa larangan pergi ke Israel. Berikut penuturannya kepada Rakyat Merdeka.

Bagaimana melihat desakan agar MUI mengeluarkan fatwa haram berkunjung ke Israel?
Sampai saat ini MUI belum menerima surat permintaan untuk pengkajian atas usulan itu. Jadi, MUI belum memi­liki alasan untuk membahas dan menetapkan dalam sebuah fatwa. Tidak bisa sembarangan mengeluarkan fatwa.

Kapan fatwa bisa dikeluarkan?
Perlu dipahami bahwa fatwa itu bisa dibuat karena amanat perundang-undangan, bisa pula atas permintaan masyarakat atau untuk menjawab suatu masalah yang ramai diperbincangkan di masyarakat.

Seperti apa mekanisme sebelum akhirnya MUI menge­luarkan fatwa?
Untuk menerbitkan sebuah fatwa harus didasarkan dari beberapa ketentuan. Pertama, sebelum fatwa ditetapkan, MUI melakukan kajian komprehensif guna memperoleh deskripsi utuh tentang masalah yang sedang dipantau.

Tahapan ini disebut tashaw­wur al-masalah. Selain kajian, tim juga membuat rumusan masalah, termasuk dampak sosial keagamaan yang ditimbul­kan dan titik kritis dari beragam aspek hukum (syariah) yang berhubungan dengan masalah.

Kedua, menelusuri kembali dan menelaah pandangan fuqaha (ahli fikih) mujtahid masa lalu, pendapat pada imam mazhab dan ulama, telaah atas fatwa terkait, dan mencari pandangan-pandangan para ahli fikih terkait masalah yang akan difatwakan.

Selanjutnya?
Ketiga, menugaskan anggota Komisi Fatwa atau ahli yang memiliki kompetensi di bidang masalah yang akan difatwa­kan untuk membuat makalah atau analisis. Jika yang dibahas sangatpenting, pembahasan bisa melibatkan beberapa komisi lain. Keempat, jika telah jelas hukum dan dalil-dalilnya (ma’lum min al din bi al-dlarurah), maka Komisi Fatwa akan menetapkan fatwa dengan menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Adakalanya masalah yang ditan­yakan sudah jelas jawabannya dalam syariah.

Selain itu?
Kelima, mendiskusikan dan mencari titik temu jika ternyata ada perbedaan pendapat (masail khilafiyah) di kalangan ulama mazhab. Hasil titik temu penda­pat akan sangat menentukan. Ada metode tertentu yang bisa ditempuh untuk mencapai titik temu, atau jika tidak tercapai titik temu. Keenam, ijtihad kolektif di antara para anggota Komisi Fatwa jika ternyata tidak ditemukan pendapat hukum di kalangan mazhab atau ulama. Metode penetapan pendapat itu lazim disebut bayani dan ta’lili, serta metode penetapan hukum (manhaj) yang dipedomani para ulama mazhab. Ketujuh, dalam hal terjadi perbedaan pandangan di antara anggota Komisi Fatwa, dan tak tercapai titik temu, maka penetapan fatwa tetap dilakukan. Cuma, perbedaan pendapat itu dimuat dan diuraikan argumen masing-masing disertai penjela­san dalam hal pengamalannya se­baiknya berhati-hati dan sedapat mungkin keluar dari perbedaan pendapat. Kedelapan, penetapan fatwa senantiasa memperhatikan otoritas pengaturan hukum oleh syariat serta mempertimbangkan kemaslahatan umum serta tujuan penetapan hukum (maqashid al-syariah).

Terkait dengan permintaan Fahri Hamzah agar MUI mengeluarkan fatwa haram ber­pergian ke Israel bagi umat muslim Indonesia bagaimana itu?
MUI akan mempelajari kon­teks dan konten usulan tersebut. Karena, biasanya yang masuk dalam wilayah fatwa itu yang berkaitan dengan sebuah keten­tuan hukum boleh atau tidak, haram atau tidak. Sementara yang beliau mintakan fatwa berkaitan dengan hukum berper­gian atau berkunjung ke sebuah negara. Pertanyaannya apakah itu masuk dalam wilayah fatwa? Jadi, harus diteliti dari aspek apa fatwa itu ditetapkan.

Apakah ada upaya dari MUI selain keluarkan fatwa?

Sebenarnya, selain fatwa MUI juga sering mengeluarkan taush­iyah atau rekomendasi. Jadi, apakah permohonan beliau itu harus ditetapkan dalam sebuat fatwa atau cukup dengan taushi­yah atau rekomendasi. Itu yang akan dikaji.

Sebelumnya, pernahkah MUI keluarkan fatwa laran­gan berkunjung ke negara lain?

Tidak pernah, ini permintaan pertama kalinya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA