Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Jimly Asshidiqie: Kasus HAM Masa Lalu, Kita Mau Hidupkan Mekanisme Mediasi...

Kamis, 07 Juni 2018, 09:04 WIB
Jimly Asshidiqie: Kasus HAM Masa Lalu, Kita Mau Hidupkan Mekanisme Mediasi...
Jimly Asshidiqie/Net
rmol news logo Pemerintah segera meram­pungkan pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN). Rencananya, DKN tidak hanya menyelesaikan konflik sosial yang sedang terjadi. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie ditemui usai rapat mengenai hal ini di kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan menga­takan, DKN nantinya juga akan menyelesaikan persoalan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu secara non-yustia. Berikut penuturan Jimly Asshidiqie selengkapnya:

Apa saja yang masih diba­has dalam proses pembentu­kan DKN?
Pembahasannya sudah, orang-orangnya sudah namun sub­stansinya belum selesai. Itu biarkan Pak Wiranto saja yang menjelaskan.

Oh nanti itu ada berapa orang skuad-nya?
Nanti ada 17 orang, itu dari berbagai unsur, yang jelas itu spiritnya bagus. Semua unsur masuk, tokoh agama juga masuk.

Ketuanya siapa?

Belum itu. Belum sampai itu.

DKN ini dibentuk bukan karena memasuki tahun poli­tik kan?
Sebenarnya ini berkaitan den­gan pelanggaran-pelanggaran masa lalu, tetapi ini melebar dengan masa kini dan masa depan juga.

Memang tugas-tugas DKN apa saja sih?
Pokoknya sepanjang hal-hal yang tidak melalui proses pengadilan. Di luar proses itu, kita juga mau menghidupkan mekanisme mediasi. Mekanisme yang sifatnya berdekatan dengan budaya, tradisi, kerukunan hidup berbangsa. Jadi jangan semua diselesaikan dengan pendekatan hukum, apalagi hukum pidana yang kaku, keras dan menang-kalah. Kalau pun si Amenang atau si B kalah, itu belum tentu memuaskan semua pihak. Maka jangan semua masalah diselesai­kan dengan hukum. Termasuk itu harus disadari memang kalau semua masalah diselesaikan dengan hukum, apalagi hukum­nya pidana maka penjara akan penuh. Sekarang saja penjara sudah penuh, bahkan ada yang over kapasitasnya mencapai 200 persen, bahkan 300 persen. Jadi ini menyadari semua orang, jan­gan semua masalah diselesaikan dengan hukum. Kalau semua dis­elesaikan secara hukum apalagi pidana, maka ujungnya penjara, sedangkan masuk penjara itu hanya 30 persen yang tobat, 30 persen tetap dan 40 persen makin menjadi. Maka (DKN) ini ingin mendekatkan dengan cara lebih kultural, sehingga mencegah, mengatasi dan menyelesaikan konflik-konflik yang ada.

Mengenai pelanggaran masa lalu?
Tanpa mengabaikan pendeka­tan hukum , ini melengkapi supaya ada solusi, supaya tidak terkatung-katung. Justru yang lebih penting itu yang sekarang dan masa depan, sehingga kita harus cegah.

Nah untuk pelanggaran masa lalu, apa akan ada per­temuan dengan keluarga kor­ban?
Itu kan nanti tergantung, saat ini konsepnya sudah ada tinggal menunggu bagaimana nantinya. Pak Menko Polhukam kan akan melaporkan ke presiden dulu.

Untuk pelanggaran HAM masa lalu, apa akan diselesai­kan dengan jalur yudisial dan non yudisial?
DKN ini hanya urusan yang non yudisial, kalau yang yu­disial kan sudah ada peraturan perundang-undangannya. Saya rasa tidak perlu dipaksakan.

Tadi Anda mengatakan, tidak menggunakan pendekatan hukum, apa nantinya pemerintah mengakui bahwa masa lalu itu ada pelanggaran HAM?

Saya bicara umum saja. Jadi jangan semua masalah diselesai­kan dengan cara hukum. Karena hasilnya hanya menang dan kalah. Menambah konflik. Lama-lama hukum dirasakan seperti pertarungan, itu kan bahaya juga, citra hukum juga menjadi buruk kalau kayak gitu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA