Pertama, jalan Syari'ah ialah jalan standar mesti dilalui oleh umat Islam. Syari'ah secara popular sering direduksi maknanya menjadi fikih atau pemikiran hukum Islam (Fiqh). Jalan ini adaÂlah standar yang mesti dilalui oleh siapapun yang hendak meraih ridha-Nya. Jalan ini wajib secara inividu muslim untuk melewatinya. Jika ada orang hendak mendekatkan diri sedekat-dekatnya keÂpada Allah Swt tanpa melalui atau mengindahÂkan ketentuan Syari'ah maka sulit dibayangkan akan sampai ke tempat tujuan. Setinggi apapÂun tasawuf seseorang tidak boleh meninggalÂkan Syari'ah. Jalan selanjutnya, yaitu Thariqah dan Suluk sesungguhnya hanya kelanjutan dari Syari'ah. Di dalam Syari'ah diperkenalkan Rukun Iman dan Rukun Islam.
Kedua, jalan thariqah, atau biasa disebut denÂgan jalan sufistik atau tasawuf. Jalan ini lebih dari sekadar jalan standar sebagaimana diperÂkenalkan secara umum dalam konsep Syari'ah. Jalan ini sudah mulai masuk ke wilayah hakekat. Jalan ini bagaikan "jalan tikus" untuk menghinÂdari kemacetan atau untuk sampai lebih cepat kepada Allah Swt. Siapapun yang hendak meleÂwati jalan ini sangat disarankan untuk memiliki guru atau pembimbing khusus (mursyid). Sang musrsyid akan membimbing sang murid agar jangan salah jalan atau salah alamat di dalam mencari Tuhan. Orang-orang yang akan meleÂwati jalan ini disarankan memiliki pembimbing atau mursyid, agar jika ada kerancuan pikiran dan kebingungan Mursyid bisa membimbing.
Ketiga, jalan suluk, yaitu jalan atau lorong raÂhasia menuju Tuhan. Jalan Suluk adalah "jalan setapak" yang amat jarang dilalui orang naÂmun jalan ini amat cepat sampai ke tempat tuÂjuan. Hanya perlu diingat semakin cepat jalur yang dipilih semakin banyak dan semakin tingÂgi risiko yang harus dihadapi. Menempuh jalan suluk ini perlu kesiapan lahir batin dan dengan didampingi orang-orang yang berpengalaman sebagai mursyid atau syekh. Keberadaan dan praktek suluk tidak seragam, tergantung kelÂompom tarekat yang mengamalkannya. Antara praktek tarekan dan praktek suluk sebetulnya sama. Yang membedakan ialah suluk lebih inÂtensif dan lebih personal. Sedangkan tarekat lebih bersifat terbuka.
Kata suluk digunakan beberapa kali di daÂlam Al-Qur'an antara lain: Kemudian makanÂlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimuÂdahkan (bagimu). (Q.S. al-Nahl/16:69). Kata fasluki subula Rabbi (tempuhlah jalan TuÂhanmu) dijadikan titik masuk untuk mengemÂbangkan jalan-jalan menuju Tuhan. Setiap orang seolah-olah memiliki lorong-lorong rahasianya sendiri di dalam mendekati TuÂhannya. Lorong rahasia ini memang terasa asyik bagi yang menekuninya. Itulah sebabÂnya para penempuh jalan suluk sering keliÂhatan penuh rasa percaya diri. Seperti apapÂun dirinya, ia tetap percaya bahwa Tuhannya akan mendengar, melihat, dan memelihara dirinya. Ia tidak ingin mempertaruhkan denÂgan pengalaman spiritual yang mahal ini dengan kepuasan duniawi apapun.
Dalam ayat lain juga dikatakan: (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tenÂtang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia menÂgadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Q.S. al-Jin/72:26-27). Kata suluk dalam ayat ini sebagai "penjaga" atau protector terhadap berbagai hal yang berÂsifat negatif.