Direktur Green Borneo Consultants, Basori Alwi mengakumenangani pengurusan izin Amdal di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kabupaten Kutai Kartanegara.
Untuk mengurus izin itu, Basori dikenakan tarif hingga Rp 60 juta. Tahap awal penguruÂsan dimintai Rp 10 juta. Sisanya Rp 50 juta diberikan setelah izin Amdal ditangani Bupati Rita.
Sementara untuk izin Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) maupun izin Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dikenakan tarif Rp 35 juta.
Basori membenarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diÂrinya di KPK yang menyebutkan ada puluhan perusahaan mengÂgunakan jasa Green Borneo Consultants untuk mengurus izin-izin di Dinas LHK. "Pernah menyerahkan uang Rp 1,3 miliar untuk pengurusan izin," kata Basori ketika bersaksi di sidang perkara suap dan gratifikasi Rita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin.
Menurut Basori, pungutan itu dikenakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan diterbitkan. Sejak saat itu dia menyetor uang kepada Dinas LHK, lantaran kliennya butuh izin-izin itu untuk menÂjalankan usahanya.
"Uang diserahkan kepada Ansori selaku Kepala Seksi Pengkajian Lingkungan (Dinas LHK). Walaupun dia sudah diÂganti (setoran) tetap langgeng karena sudah turun temurun," sebut Basori.
Sewaktu tidak ada uang, Basori pernah tidak menyetor ke Dinas LHK. Akibatnya izin urung keluar. Ia menuturkan pernah diberikan fotokopi doÂkumen izin yang telah diteken bupati. Namun, untuk mendapatkan dokumen aslinya tetap harus menyetor uang
"Kalau enggak bayar dikasih tahu fotokopiannya terus ditagih, pas dibayar baru keluar aslinya," ungkap Basori.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan siapa yang menandaÂtangani izin itu. "Ditandatangani bupati," jawab Basori.
Jaksa kemudian menanyakan siapa yang mematok tarif atas tanda tangan izin bupati itu. Basori menjawab dirinya diberitahukan adanya pungutantersebut dari Aji Sayid Muhammad Ali, Kepala Sub Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Bidang Pengendalian Dampak Kegiatan Ekonomi pada Badan Lingkungan Hidup Daerah (sekarang Dinas LHK) Kabupaten Kutai Kartanegara.
Saat menyampaikan informasi pungutan itu, Aji mengatakan bahwa aturan ini diberlakukan seseorang bernama Abrianto Amin. Namun, Basori tidak mengenal jauh sosok Abrianto.
"Pegawai bukan, saya enggak tahu persis. Cuma dia semacam tenaga ahlinya Bupati. Semacam staf khusus. Rumor berkembang di luar itu dia deket sama Ibu Bupati, yang saya denger gitu aja," beber Basori.
Senada dengan Basori, saksi lainnya yakni Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda Hamsyin, mengungkapkan ada pungutanhingga Rp 60 juta untuk mendapatkan izin lingkungan di Kabupatan Kukar.
Menurut Hamsyin, yang mencetuskan ide untuk pungÂutan tersebut adalah Abrianto. Belakangan diketahui, Abrianto Amin adalah anggota Tim 11 yang merupakan tim sukses Rita Widyasari saat kampanye menÂjadi Bupati Kukar 2010-2015.
"Dulu tidak ada pungutan. Sejak PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan diterbitkan, tim sukses datang ke DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan). DLHK minta Rp 50 juta, namanya Abrianto Amin, dia itu awalnya pencetus sejak itu dipungut Rp 50 juta per izin lingkungan," sebut Hamsyin.
Hamsyin juga menjabat Komisaris PT Agronusa Sartika. Perusahaannya bergerak di bidang jasa untuk konsultasi lingkungan khusus pembuatan Amdal dan kelayakan lingkungan.
Ia membenarkan untuk mengurus izin di Dinas LHK pihaknya mengeluarkan uang Rp 60 juta. "Minta paraf Rp 10 juta, jadi bayarnya Rp 60 juta. Jadi dalam kontrak kita anggarkan Rp 60 juta, Abrianto itu yang pencetus, pokoknya kita kasih uang itu lalu terbitlah izin lingÂkungan," tambah Hamsyin.
Pungutan itu dilakukan sejak 2013 dan diserahkan ke Kepala Seksi di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Pemkab Kukar.
Hamsyin membenarkan BAP dirinya mengenai jumlah uang yang dipungut dari pengurusan izin lingkungan di Dinas LHK pada periode 2013-2017 menÂcapai Rp 957 juta.
Dalam perkara ini, Bupati Kukar Rita Widyasari didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp 469 miliar. Salah satu sumÂbernya dari pengurusan izin-izin di Dinas LHK.
Kilas Balik
Pejabat Dinas LHK Setor Uang Perizinan Ke Rumah Dinas Bupati Pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara rutin menyeÂtor uang ke Bupati Rita Widyasari. Uang diserahkan lewat orang dekat dan ajudan bupati.
Kepala Seksi Kajian Dampak Lingkungan Dinas LHK Kukar, Aji Sayid Muhammad Ali mengungkapkan rutin menyetor uang untuk bupati sejak 2014.
Aji membeberkan kurun 2014-2017, Bupati Rita menandatanÂgani ratusan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL), Izin Lingkungan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) perusahaan.
Setiap pemohon izin dimintai uang berkisar Rp 5 juta sampai Rp 20 juta. Namun Ali tak ingat nama-nama perusahaan yang menyerahkan uang itu.
"Setiap perusahaan minimal pemberiannya Rp 5 juta, tapi besarannya memang enggak ditentukan. Kadang berkasnya duluan, uang nyusul. Kadang bersamaan tapi lebih banyak berkasnya yang masuk duluan," ujar Aji ketika bersaksi di sidang gratifikasi dan suap Bupati Rita di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
Uang yang dikumpulkan dari pemohon izin lalu diserahkan kepada Suroto. "Saya serahkan ke Pak Suroto di Pendopo (rumah dinas bupati), Jalan Panji Nomor Satu, Kelurahan Panji, Kota Tenggarong," tutur dia.
Siapa Suroto? Aji menyebut profesinya dosen Universitas Kutai Kartanegara. Ia yang mengoreksi surat izin sebelum ditandatangani Rita.
Ali merinci uang diserahkan kepada Suroto. Tahaun 2014 Rp 145 juta. Tahun 2015 Rp 1,2 miliar. Tahun 2016 Rp 670 juta. Terakhir, tahun 2017 Rp 295 juta. "Jumlah total dana yang diterima Rita sebeÂsar Rp 2,31 miliar," ungkap Aji.
Ketua majelis hakim Sugiyanto bertanya kepada Aji mengenai maksud pemberian uang itu. Ali menyebut sebagai uang terima kasih kepada bupati atas penandatanganan izin.
Menurut dia, pemberian uang itu sudah tradisi. "(Tahunya) dari pejabat sebelum saya, (dan) dari konsultan-konsultan yang sering mengurus izin," sebut Aji.
"Saudara serahkan (uang) ini tujuannya ke Bupati?" tanya Hakim Sugiyanto. "Iya," tandas Aji.
Ketika dimintai tanggapan, Rita menyatakan kesaksian Aji tidak benar. "Saya hanya terima berkas di rumah (Jalan) Mulawarman dalam jumlah banyak dan tidak pernah ada apapun di dalam map," akunya.
Namun dalih Rita terbantahÂkan setelah Ibrahim, ajudan buÂpati didengarkan kesaksiannya. Ibrahim mengaku pernah menÂerima uang dalam amplop yang diserahkan Suroto di Pendopo.
"Pernah. Dia (Suroto) bilang ini tolong sampaikan uang ini ke Bunda," kata Ibrahim menirukan ucapan Suroto.
Ibrahim tak tahu jumlah uang yang diserahkan Suroto. Namun dia tahu uang itu berasal dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Seingat saya (Suroto) nggak bilang (uang dari mana). Cuma ada lampiran berkasnya," katanya. Berkas itu menggunakan map Dinas LHK.
Selain dari Suroto, Ibrahmi mengaku pernah menerima uang dari Andi Sabrin dan Junaidi, anggota Tim 11 pemenangan Rita menjadi bupati. "Pernahterima (uang) dari Sabrin. Jumlahnya enggak tahu. Itu saya serahkan ke Rita," akunya.
"Dari Junaidi pernah. Dia telepon ke HP lalu dia datang ke Pendopo bilang, Nih tolong kasih ke Ibu," tutur Ibrahim.
Ibrahim juga mengungkapkan Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Kalimantan Timur, Husni Fahrudin pernah menyerahkan uang untuk Rita.
"Persisnya saya lupa, tapi pernah. Seingat saya tiga kali. Jumlahnya tidak tahu. Setelah saya terima langsung saya kasih ke Bupati," kata Ibrahim.
Bagaimana tanggapan Rita ataskesaksian ajudannya? "KalauuruÂsan Junaidi dan almarhum Sabrin untuk kegiatan partai," sebutnya.
Rita menilai Ibrahim ditekan agar memberikan kesaksian ini. "Pernah enggak kamu ditekan waktu Bunda ditahan, harus mengaku menerima-nerima?" tanyanya. Ibrahim mengelak, "Enggak ada." ***
BERITA TERKAIT: