Setelah merasa cukup kuat, Nabi mengatur strategi untuk merebut Kota Makkah. Nabi memilih penyerangan malam hari Ramadhan. Ia membagi tiga pasukannya sebagai taktik. Satu kelompok leÂwat bukit, satu kelompok lewat lembah, dan kelÂompok lain di jalur normal. Abi Sufyan, pimpinan kaum Kafir Quraisy, tidak menyangka pasukan RaÂsulullah berjumlah besar dan dengan taktik yang canggih. Ia mengira pasukan Rasulullah hanya yang lewat jalan normal. Ternyata saat yang tepat pasukan bukit dan pasukan lembah berjumpa di perbatasan Kota Makkah.
Kaum kafir Quraisy Makkah sangat ketakuÂtan. Mereka menunggu diri mereka dieksekusi sebagaimana layaknya tradisi perang kabilah, yang kalah laki-lakinya dibunuh dan perempuanÂnya dijadikan budak bersama anak-anaknya. Alangkah kagetnya mereka setelah Nabi menÂeriakkan 'Antum thulaqa' (kalian semua sudah bebas!). "Siapa yang masuk ke dalam pekeranÂgan Ka'bah aman, masuk ke rumah Abi Sufyan aman, dan masuk ke dalam rumah dan mengunÂci rumah juga aman." Akhirnya Abi Sufyan bersaÂma pembesar Quraisy menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi. Selanjutnya Nabi memÂinta para pimpinan pasukannya untuk menyataÂkan: "Al-yaum yaum al-marhamah" (Hari ini hari kasih sayang). Salah seorang sahabat Nabi berÂteriak: Al-yaum yaumul malhamah (hari ini adaÂlah hari pertumpahan darah).
Penduduk Makkah kembali ketakutan, lalu Abi Sufyan protes, kenapa menjadi hari pertumpaÂhan darah padahal tadi diumumkan hari kasih sayang dan hari pengampunan. Nabi menjawab, tidak begitu maksudnya. Sahabat itu cadal, tidak bisa menyebut huruf ra, sehingga huruf ra diuÂcapkan dengan la. Maka jadinya al-yaum yaul al-marhamah (hari ini hari kasih sayang) diuÂcapkan al-yaum yaum al-malhamah (hari ini hari pertumpahan darah). Setelah itu Nabi meÂminta sahabat tadi berhenti bicara dan mengiÂkuti persepakatan. Penyelesaian Fathu Makkah sangat manusiawi dan menyalahi tradisi perang Arab. Hari itu betul-betul tidak ada balas denÂdam. Revolusi tanpa setetes darah. Revolusi tanpa balas dendam. Revolusi dengan biaya murah, dan revolusi yang melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental. Itulah revolusi Nabi. Dunia tercengang menyaksikan kearifan seorang Nabi Muhammad. Rekonsiliasi yang diÂlakukan Nabi patut dicontoh oleh siapapun juga. Inilah revolusi tanpa setetes darah.
Penyelesaian Fathu Makkah sangat manuÂsiawi dan menyalahi tradisi perang Arab, bahwa negeri yang ditaklukkan laki-lakinya dibunuh dan perempuannya dijadikan budak. Hari itu betul-betul tidak ada balas dendam. Revolusi tanpa pertumpahan darah. Revolusi tanpa balas denÂdam. Revolusi dengan biaya murah, dan revÂolusi yang melahirkan keutuhan dan kedamaian monumental. Revolusi sosial yang sukses selalu ada tokoh berwibawa dan rakyat yang solid di dalamnya. Itulah FMyang brhasil membangun konsep kerakyatan masyarakat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan kearifan di daÂlam masyarakat.