Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Agus Harimurti Yudhoyono: Saya Hanya Bisa Mempersiapkan Diri Bila Panggilan Sejarah Itu Datang, Termasuk 2019

Jumat, 03 November 2017, 09:29 WIB
Agus Harimurti Yudhoyono: Saya Hanya Bisa Mempersiapkan Diri Bila Panggilan Sejarah Itu Datang, Termasuk 2019
Agus Harimurti Yudhoyono/Net
rmol news logo Putra Sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono ini membantah spekulasi yang berkembang soal 'kemesraannya' dengan Istana untuk mendapatkan kursi kabinet. Hingga saat ini, Agus Harimurti Yudhoyo atau akrab disapa AHY menegas­kan, tidak pernah ada tawaran untuk duduk di kabinet.

"Saya sampai hari ini belum pernah ditawari untuk duduk dan menjabat apa pun di kabinet. Saya pun juga tidak pernah ber­pikiran ke arah sana ketika ber­temu dengan Pak Jokowi," ujar AHY saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

Lantas apakah ada kaitan­nya safari politik AHY den­gan ikhtiarnya berkompetisi di Pemilu 2019? Apakah ada perintah dari SBY terkait safari politik tersebut? Berikut wawan­cara selengkapnya;

Terkait dengan pertemuan antara Jokowi-SBY, Mensesneg Pratikno menyebut ada peran Anda untuk mem­bantu. Benarkah?
Alhamdulilah saya menjalin komunikasi dengan Pak Pratikno (Mensesneg) hingga saat ini. Ketika pertama kali saya meng­hadap Pak Jokowi untuk me­launching Yudhoyono Institutut, saya menyampaikan pesan dan mendapat respon yang baik. Dari situ ada pesan, agar saya bisa membantu untuk menjembatan­gani. Saya pun siap untuk itu. Apalagi di antara mereka berdua (Pak Jokowi dan Pak SBY), pu­nya keinginan untuk membangun komunikasi yang baik.

Namuan kemesraan dengan pihak Istana ini menimbulkan spekulasi bahwa Anda akan duduk dalam kursi kabinet Jokowi...
Saya sampai hari ini belum pernah ditawari untuk duduk dan menjabat apa pun di kabinet. Saya pun juga tidak pernah berpikiran ke arah sana ketika bertemu dengan Pak Jokowi atau tokoh lainnya. Prinsip saya, kita bisa terus berbuat dan berkontribusi untuk negara tidak harus pada posisi tertentu. Makanya saya punya Yudhoyono Institut untuk berperan dalam kontribusi buat negara.

Tapi Anda mengakui ada kemesraan dengan pihak istana?
Kalau saya disebut mesra dengan istana, itu hanya speku­lasi publik saja. Sah-saha saja pendapat seperti itu. Tapi yang lebih penting yakni, saya hanya ingin membangun hubungan baik dengan siapa pun. Karena saya masih ingin terus berproses menempa diri saya. Bertemu dengan sejumlah tokoh, baik nasional maupun di daerah.

Anda siap bila tawarin men­teri itu akhirnya datang juga?
Saya tidak bisa berandaiandai, karena memang tidak ada tawaran seperti itu. Seperti yang saya bilang, tujuan saya bertemu dengan siapa pun, termasuk Pak Jokowi di Istana demi memban­gun sebuah komunikasi yang baik. Menyikapi sesuatu yang tidak pasti, itu tidak produktif.

Anda sudah bertemu Pak Jokowi, Pak JK, bahkan baru-baru ini dengan Pak Prabowo. Pesan apa yang ingin Anda bangun?
Saya memang dari awal men­ganut sebuah prinsip, bahwa komunikasi politik itu harus dibangun dari waktu ke waktu dengan siapa pun. Dalam kontek ini saya ingin membangun ko­munikasi yang baik, memahami cara berpikir, paradigma politik para tokoh, termasuk tokoh-tokoh daerah yang beberapa bulan ini intens saya lajukan. Saya perlu memahami lebih jauh cara pandang tokoh meli­hat suatu permasalahan. Saya perlu banyak mendengar dan memahami tentang Indonesia. Makanya saya berkomunikasi dengan tokoh-tokoh nasional, misalnya dengan Pak Jokowi, Pak JK dan Pak Prabowo.

Dengan Prabowo, memang apa yang dibahas?
Banyak hal. Kita sepakat bahwa dunia saat ini begitu komplek dengan segala tantangan dan permasalahannya. Saya juga berdiskusi terkait situasi politik tanah air. Sebab kita tahu saat ini masih tersisa adanya polarisasi di tengah masyarakat, antara pendukung yang 1 dan yang lain. Intinya pertemuan itu cair, ban­yak tertawa, canda tetapi banyak hal yang substansial.

Banyak pihak yang curiga, safari politik yang Anda laku­kan saat ini baik dengan tokoh maupun ke daerah sebagai ikthtiar menuju 2019?
Silahkan saja, bila ada yang menyebut seperti itu, saya tidak menyalahkan. Kalau disebut sebagai ihtiar politik, saya pikir semua harus berikhtiar. Sebab dalam politik, kita tidak boleh mensekat-sekat diri kita sendiri dalam politik yang sempit.

Bisa disebut Anda siap ber­tarung di Pemilu 2019?
Saya hanya bisa persiapkan diri kapan pun ada panggilan sejarah itu datang pada saya. Misalnya saya tidak pernah ber­pikir bahwa 2016 lalu saya akan tinggalkan TNI dan maju dalam Pilkada Jakarta. Makanya seba­gai manusia biasa saya hanya persiapkan diri untuk selalu siap terhadap panggilan sejarah. Kapan pun itu akan datang, ten­tunya saya harus siap.

Pak SBY sendiri tahu tidak terhadap safari politik Anda ke sejumlah tokoh?

Sejauh ini sebagian besar, inisiatif datang dari saya sendiri. Karena memang tidak setiap saat saya bisa berkomunikasi dengan Pak SBY. Jangan dibilang apa yang saya lakukan, mulai dari DKI sampai sekarang ini didesain oleh SBY. Karena saya terbiasa untuk melakukan segala sesuatu secara mandiri. Betul kalau saya meminta pertimbangan dari Pak SBY, itu hal wajar termasuk me­minta pertimbangan dari anak, is­tri serta sahabat-sahabat terdekat. Namun dalam mengambil kepu­tusan, itu saya lakukan sendiri. Jadi saya nyaman dengan po­sisi itu dan Pak SBY pun senang dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada saya berkreasi dan berproses. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA