Kata "Kerakyatan" berasal dari bahasa Arab dari akar kata ra'a-yar'a berarti merumput (
grazing) keÂmudian membentuk kata ra'iyyah (bahasa IndoÂnesia dibaca 'rakyat') berarti rakyat atau warganeÂgara (
citizens), kemudian diberi imbuhan ke dan akhiran an (Kerakyatan), berarti bersifat kerakyaÂtan atau berkenaan dengan perkumpulan atau perhimpunan (
congregation). Sifat kerakyatan daÂlam lintasan sejarah kontemporer berbagai negara ditemukan bermacam-macam. Filosopi kerakyatan itu sangat sarat dipengaruhi oleh ideologi, corak budaya, dan keyakinan. Mungkin karena itu maka
the founding fathers kita mengikat kata kerakyaÂtan ini dengan beberapa ikatan (
muqayyd). MerÂeka mengkhawatirkan kalau kata "kerakyatan" itu berdiri sendiri akan menjadi semacam 'cek kosong' yang dapat diisi apapun di dalamnya, lalu mereka menambahkan kata pengikat (
muqayyad): "yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam perÂmuyawaratan/perwakilan". Dalam konsep Ushul Fikih, "Kerakyatan" adalah lafaz muthlaq, sedangÂkan kata sesudahnya adalah lafaz muqayyad.
Kata "hikmah" berasal dari bahasa Arab dari akar kata hakama-yahkumu berarti memimpin atau memelihara, kemudian membentuk kata hikmah berarti bijaksana, pikiran jernih (
wisÂdom, sagacity, judicious). Kata 'hikmah' ini lebÂih banyak digunakan sebagai istilah untuk sesÂuatu yang mengajak orang kepada hal-hal yang lebih positif. Misalnya, seseorang yang ditimpa musibah, seperti difitnah atau dihukum, seringÂkali yang bersangkutan dikendalikan dan diÂsabarkan dengan kata hikmah. Segala sesuatu yang menimpa seseorang pasti ada hikmahnya yang positif di mata Tuhan. Kata hikmah sesungÂguhnya dalam banyak hal sinonim dengan kata bijaksana, bahkan antara keduanya sering diperÂgantikan (
interchangable).
Kata "musyawarah" berasal dari bahasa Arab dari akar kata syara-yasyuru berarti mengamÂbil madu, melatih, memberi isyarat; kemudian membentuk kata musyawarah berarti meminta pendapat (
consultation, negotiation, conferÂring). Konsep musyawarah sesungguhnya lebÂih dalam dari folosofi demokrasi. Apalagi jika kata musyawarah dikata-majmukkan dengan mufakat (musyawarah-mufaqat). Persepakatan yang melalui musyawarah-mufakat bukan saja masuk akal (
reasonable) tetapi juga meresap di dalam hati (
credible). Islam lebih megedepankÂan asas musyawarah daripada hanya sekadar asas demokrasi. Asas musyawarah tidak hanya berhenti di level induktif-kuantitatif sebagaimana diterapkan dalam praktik demokrasi, tetapi juga berakar di level deduktif-kualitatif. Sepertinya filosofi musyawarah lebih compactible dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Kata "perwakilan (wakil) berasal dari bahasa Arab dari akar kata wakala-yakilu berarti meÂnyerahkan, mempercayakan; kemudian memÂbentuk kata wakil berarti wakil (
representative, authorized, deputy, mandatory, fiduciary), kemuÂdian mendapatkan imbuhan awalan per dan akhÂiran an perwakilan) berarti orang yang ditugasi menjadi wakil (
a person who is an authorized representative)". Kata 'perwakilan' sudah meluas menjadi hahasa Indonesia sehingga sering diraÂsakan bukan berasal dari bahasa Arab.